Selasa, 27 Maret 2012

MY JOURNEY - SAWAH LUNTO


Kisah ini bermula dari sana, dari kota tua itu. Kota dimana kita mencuri ilmu, mengorek wawasan, menjarah pengetahuan dan memperkaya isi kepala kita. Mengenyangkan pikiran kita yang lapar. Kota itu bak Eropa kecil yang membuat kita lupa kalau kita tengah berada di dalam kubangan sebuah kuali raksasa. Lembah terpencil yang sepi. Sepi yang memberinya ke-eksotisan tersendiri.

Aku masih ingat pertama kali aku menjejakkan kaki di tanahnya. Mataku menjelajah sekeliling dan terpaku pada sebuah ukiran di dinding bukit, SAWAHLUNTO. Aku tersenyum, rasanya seperti di HOLYWOOD saja. Aku memandangi lingkungan sekitar tempatku berdiri menanti jemputan panitia. Sepi, damai, bersih. Kota ini menggambarkan sebuah kota yang jauh dari hiruk pikuk kota besar. Menyenangkan. Rasanya seperti berlibur ke desa.

Di kota itu pula aku bertemu denganmu dan mereka, orang-orang hebat yang mengabdikan dirinya sebagai jurnalis. Penyampai kebenaran. Mereka dan kamu membukakan mataku akan kepentingan pers sebenarnya. Ini bukan hanya tentang bagaimana kita bisa hidup bersama idealisme kita, ini adalah sebentuk pengabdian. Media kita akan menjadi wadah aspirasi dan penguak kebenaran. Kulihat wajah rekan-rekan yang merupakan perwakilan dari seluruh Lembaga Pers Mahasiswa se-Sumatera itu. Beragam ekspresi terbingkai disana. Masih kuingat beberapa teman, dengan gaya dan logat daerahnya masing-masing berulang kali mengacungkan tangan, berniat bertanya dan menyampaikan gagasan. Aktif. Mungkin begitupun kamu. Tapi aku tak tahu, tak memperhatikan.

Tak habis kisah ini sampai sebelum kita bertegur sapa. Banyak cerita yang mungkin tertunda untuk kau bagi saat itu. Barangkali kau menyadari aku terlalu sibuk dengan pandanganku, dengan hatiku, dengan dia. Aku bahkan tak ingat berapa kali kita bercengkrama. Sudah kubilang, saat itu aku terlalu "sibuk". Bahkan, mungkin jika kita tak berdekatan dalam perjalanan kembali, aku tak mengingatmu. Egoisnya aku. Beruntung, aku membolak-balik buku mini yang diberikan panitia sebagai kenang-kenangan itu. mungkin kau ingat dengan jelas. Itulah kawan, awal dari semuanya. Hulu dari kisah yang terjalin kini. Entah dimana dan bagaimana nantinya cerita kita bermuara.

Rasa yang kau pendam bukan tak ku tahu. Aku bahkan sangat mengerti. Tapi kawan, telah ada dia yang lebih dulu merebut pena itu untuk menuliskan rinduku. Terlalu jauh jarak yang terbentang meski sebenarnya kemarin kita bersebelahan. Mungkin kau berkata dalam diammu, sementara aku terlalu riang dalam nyanyiku, dalam asaku. Maaf jika aku masih tak jua mendengar jeritmu. Kini, setelah semua berlalu, kau tak jua lalu. Kau memilih tinggal. Berusaha menyatukan pandangan denganku. Semua berlanjut tapi tak berujung.

Aku ingat dengan jelas bagaimana kau memintaku untuk berujar tentang semua yang kurasa. Aku enggan, tapi tak juga kuasa menolak. Malu untuk mengakui aku pun ingin kau dengar. Akhirnya mengalirlah kisahku dengannya, sampai kupingmu ingin kau sumpal, kurasa. Tapi aku tahu, kau tak pernah tega membiarkan aku berkicau sendiri. Kecewamu kau simpan rapat. Turut bahagia yang kau tunjukkan sempat membuatku lupa kalau rasa mu masih merona. Ketika sadar, aku hanya bisa berdoa, semoga aku tak terlalu menggores luka. Sempat aku takut kau pergi, kawan. Cemasku menguap. Kukirimi kau pesan, “jika dengan pergi luka itu mengering, maka pergilah. Namun kawan, ingatlah untuk kembali”. Lihat, kawan. Bahkan akupun takut kehilanganmu. Aku sudah terbiasa dengan adamu. Jika kau memilih pergi, entah bagaimana jadinya aku. Egois? Kau sudah pernah mengatakannya bahkan saat pertama kali kita merajut komunikasi. Kau memang memperhatikanku dari balik semak itu. Kau benar memperhatikanku.

Aku tak meragu akan sayangmu. Ingatkah ketika kau bilang dengan mengenal dia atau mereka, aku akan semakin dewasa? Dan ingatkah saat kau mengingatkanku akan kata-kata yang pernah kulontarkan, memantaskan diri? Sungguh Allah telah mengirim orang yang tepat.

Tapi, walau aku tahu betapa kau merindu, tetap aku tak bisa memberimu ruang yang lebih. Sudah ada dia. Dia yang menempati ruang itu dan menyesakinya dengan harapan. Entah sampai kapan. Yang ku tahu, kau adalah sahabat yang kuharap akan membantuku bangkit jika nanti aku terperosok. Jika nanti sayapku patah, aku masih berharap kau mau membantuku terbang. Terlalu naïf memang, tapi inilah aku. Bidadarimu yang egois.

Jika nanti kau membaca goresan ini, semoga kau mengerti dan tak pergi.

Teruntuk kamu, seorang sahabat yang selalu menjagaku dengan caramu.

Rabu, 21 Maret 2012

The Power Of Baju Pers dan ID Card

Bismillahirahmanirrahim..

Ini bukan kali pertama sebenarnya aku dibuat gerah sama tingkah birokrasi kampus ini. Sudah beberapa kali, tapi ini mungkin hal yang paling membuat darahku bergolak. #halah, lebay. Bukan hal baru sebenarnya kalau banyak kebutuhan kita yang dipersulit. Justru kalau gak dipersulit malah kelihatan aneh. Terlalu bertele-tele.

Sudah 3 hari berkas transkip nilai kutinggalkan di akademik, berharap  mereka punya waktu 3 hari untuk mengerjakan surat transkip yang hanya 2 lembar itu. Tapi pada kenyataannya, mungkin mereka terlalu sibuk mengurus hal lain yang aku tidak tahu apa. Sementara mereka yang berjanji surat transkip itu akan selesai hari ini. Bukan aku menyalahkan mereka sepenuhnya. Mungkin kalau aku terus datang ke ruangannya dan terus berupaya mendesak agar ia segera menyelesaikan, surat itu mungkin sudah ditanganku sekarang. Entahlah, mungkin aku yang terlalu polos, tidak mengerti bagaimana "politik" yang mereka mau. Memang, beberapa hari yang lalu temanku sempat cerita, mereka bakal kerja cepat kalau dikasi uang capek. Kalau gak dikasi uang capek, bakal lama dah tu urusan diselesaikan. Aku sempet mikir mau pake siasat gitu juga. Cuma, khawatir kalau mereka malah menganggap aku suka main sogok. Ahh, entahlah.

Sekarang, berhubung aku sudah kehabisan kesabaran sama birokrasi yang kelewat berbelit-belit ini, mungkin aku bakal kesana dengan memakai baju pers. Gak ngerti juga sih, tapi kemaren, senioranku pernah make baju pers waktu ngurusin kegiatan akademik yang berhubungan dengan rektorat. Katanya, biar segan orang itu sikit. Waktu itu aku cuma mikir betapa lebaynya dia. Tapi sekarang, sepertinya aku bakal make cara dia, deh. Mungkin makna eksplisitnya, nakut-nakutin aja. Berhubung sekarang kebetulan Pers Mahasiswa sedang ditakuti di kampus, mungkin aku bisa menggunakan kapasitasku sebagai kru untuk "menggertak". Kita lihat apa "kekuatan" yang terkandung di dalam baju pers dan ID card masih ampuh. Kurasa ini bukan ajang menyalahgunakan kapasitas. Hanya menggunkan untuk kepentingan yang berbeda bukan lantas menyalahgunakan bukan? Well, gak sabar rasanya pengen lihat tampang mereka nanti.

Wish me luck ya.. __

Minggu, 18 Maret 2012

iseng__

Assalamualaikum..
malam senin yang manis.. :)
hari ini tuh hari yang sesuatu banget. sebenarnya semua haroi yang kujalani selalu "sesuatu banget" sih, tapi kali ini sesuatunya sesuatuuu banget.. hahaha.. maksud? gag ngerti? aku juga. gag usah diambil pusing,. ini juga aku tulis menjelang tidur kok, dan aku udah gag 100 % lagi sekarang. kalo ngebacanya bikin kening kamu berkerut, gag usah dilanjutkan. ini bukan buat konsumsi publik juga kok. gag penting ini mah. :p

lha? kok masih dibaca? bandel banget sih dibilangin. tetep mau baca, yowes, baca aja terus.  __ =)

kekonyolan waktu touring ke sumbar kemaren mulai terlihat. banyak poto2 yang diambil fotografer secara diam2 n di moment yang pas. dan, waw.. hasilnya pun waw.. :p
berhubung aku jadi salah satu korban, aku akan berkomentar, "potonya sesuatu banget yak." kalian bisa menerjemahkan kalimat itu dengan logika kalian masing2. btw, makasi ya mbak Syahrini, udah nambah kosa kata saya. '_'

well, sambil menikmati hasil jepretan konyol itu, aku menikmati lagu daerah karo yang manis banget. judulnya sada lagu man bandu. jadilah sore hangat tadi aku lewatkan dengan memandangi poto sambil koro2 sendiri.lumayan juga buat ngelepas penat dan ngabisin tenaga. nyanyi itu ternyata capek ya. pantesan penyanyi bayarannya mahal. loh kok jadi kesitu?

#hanyacoretanisengsebelumtidur__

Uneg2 di Sawahlunto__


Mengenal Portal Kabarkam...com
Judul materi yang akan kami terima mala mini. Menarik. Walau dengan keterbatasan modem yang tidak memungkinkan kami untuk terus online. Tidak sesuai dengan materi yang menuntut kami untuk berselancar di dunia maya. Itu pikifran yang terlintas di kepalaku tadi. Sekarang? Berbeda!
Ini bukan materi yang mengajarkan kami tentang makna sebuah portal yang sudah dengan susah payah dibangunnya. Ini hanya sebuah media untuk PROMOSI!!!!!!
Jujur saja, jika ini benar bertujuan untuk memperkenalkan pada akami bagaimana kiat untuk menulis di kabarkampus agar media ini tetap hidup, ini jelas hanya sebuah ajang PROMOSI. Layakkah sebuah pelatihan menghadirkan pematei dengan tujuan untuk “memperkenalkan” atau memancing kami untuk menulis? Ini bukan dengan alasan. Terlalu absurd! Hadir kemari tentu saja bukan untuk menghabiskan waktu dengan mendengarkan apalagi menyimak “promosi” gila-gilaan ini!
Mampu mengemas dengan baik, bukan berarti kalau aku tidak mengerti apa yang ada di kepalamu, bung. Ini tak lebih dari sekedar mengikuti seminar-seminar MLM. Hahaha. Jangan kira aku terlalu subjektif. Mengumbar mimpi, mempertanyakan proyek yang bisa kami lakukan. Oh, yeah, anda beruntung karena anda sudah mampu “tampil” menambal bocoran-bocoran yang sudah mengakar di Indonesia dengan membuat Kabarkampus.com. lantas, kami akan menjadi “alas” dalam bisnis online anda ini? Mereka mungkin bersedia, tapi aku tidak!
Dengar, mereka mulai merasa anda begitu berjasa dengan kehadiran portal anda. Selamat.
Tapi kembali lagi, aku sama sekali tidak meragukan anda adalah salah satu mantan aktivis pergerakan mahasiswa. Dengan sangat lihai anda menobrak-abrik pola piker kami. Baru saja anda menyatakan bahwa dengan menyatukan pandangan, satukan visi dengan konsolidasi, maka bukan hal mudah untuk membangun Indonesia baru. Ttapi begitu disanggah oleh salah satu peserta. Dengan gemulai pula anda mengatakan pepatah minang, “dek kayu basilang makonyo nasi masak”. Yang lebih kurang maknanya, dengan bersilang (berbeda, red) maka konsolidasi itu akan terwujud.
Ahh, mendenganr cara anda berpolitik, membuat saya semakin mengantuk.


Sawahlunto, 4 Maret ‘12
Malam yang eneg bgt.

Sabtu, 17 Maret 2012

Sekilas Tentang Kita : Mahasiswa


__opini yang kutulis waktu mengikuti pelatihan jurnalistik tingkat lanjut se-sumatera di sawahlunto kemaren__

Membandingkan antara harapan dan kenyataan, seringkali memberikan warna baru dalam kehingarbingaran mahasiswa. Apakah karena memang terlalu jauh gab yang terbentang, atau hanya mengisi kekosongan agenda saja?

Kritis bukan hal yang sulit didapati. Sekalipun masih terlalu banyak yang apatis dengan lingkungan sekitar, sekelompok kecil mahasiswa yang kritis masih tetap memperjuangkan pergerakan mahasiswa. Walau masih dengan issu yang samar. Pergerakan yang terlihat monoton beberapa tahun terakhir tidak mengikis kekritisan itu, justru mulai mencari-cari agenda baru yang sekiranya bisa digunakan untuk mengisi waktu luang. Demo? Salah satu contoh konkret.

Ini hanya sekedar opini, pandanganku setelah mendengar dan mengikuti diskusi hari ini. Bukan karena aku menganggap semua pergerakan yang dilakukan mahasiswa kritis itu dengan melakukan aksi. Aku lebih memandang pada kebanyakan golongan yang lebih mementingkan kepentingan bendera daripada kepentingan public. Mungkin sudah saatnya kita merekonsiliasi visi dan misi kita selaku mahasiswa yang peduli. Tak akan ada pergerakan yang sebenar-benarnya pergerakan. Aku kuatir, jika kita bergerak sendiri-sendiri, justru kita akan kehilangan jati diri kita sebagai persatuan mahasiswa. Mari, kita jejakkan langkah kita bersama, beriringan. Kita ulang kembali sejarah pergerakan Bung Karno dan Bung Hatta yang ketika menyusun proyek bernama Indonesia masih seumuran dangan kita. Kita tambal kebobrokan bangsa kita sembari mempersiapkan diri untuk menjadi penerus kepemimpinan bangsa yang idealis dan pantas.

Hidup mahasiswa!!

Kamis, 15 Maret 2012

Sekilas Tentang Pelatihan Jurnalistik se_Sumatera

hari pertama nulis di blog setelah kembali dari padang. rasanya? rinduuu...
kulihat sudut-sudut rumah maya-ku mulai bersawang, lantainya berdebu, bunga di taman pun layu. ohh, rumah blog ku sayaang, tak akan lagi kubiarkan kau kesepian lagi mulai sekarang. jangan nangis yaaa... :))

itu tadi epilog hati singkat yang memang harus ku dramatisir agar terlihat seperti sinetron. for what? biar berasa aja lebay-nya. kan ceritanya kangen gitu sama blog ku yang manis iniih. hehehe.. well, pada kesempatan ini, aku pengen bertukar cerita tentang pengalaman ku mengikuti PJTL (Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut) Se-Sumatera di Sawahlunto. cekidot, bekicot, kejedot. :p

ini lebih pantas disebut petualangan. kau tahu kawan, jarak antara medan dan sumatera barat itu jaauuuhhh sekali. 24 jam perjalanan dengan bus. keberangkatan ku diiringi dengan lambaian tangan ibu dan ayah yang memang ngotot banget mau nganterin ke terminal. bersama kedua rekan dari LPM Dinamika IAIN SU, aku pun berangkat. dan perlu diingat, kami bertiga perempuan. jangan kaget. menurut riset, cewek-cewek Dinamika itu perkasa2, hahaha.. terbukti, kami pernah menaklukkan gunung sinabung. gag semua cewek bisa gitu kan. itulah hebatnya kami. :D

kembali ke laptop. setelah perjalanan yang lumayan menguras tenaga itu, akhirnya kami tiba di Sawahlunto. kota kecil yang bersih, damai dan gak berisik. sumpah, sangat menenangkan. lokasi pelatihan benar-benar terasing. kami dikarantina. untung aja ada sinyal. kalo gag, gag tau deh gimana jadinya.

cerita tentang materi, sangat membuka wawasan. kami di ajak berpikir kenapa persma sekarang tak bergerak. masih terlalu sibuk dengan urusan internal masing-masing. padahal harusnya ada agenda yang lebih besar. apa justru karena yang ada malah kekosongan agenda? cukup mengobrak abrik emosi. banyak sekali pengetahuan baru yang kami dapat. hmm, satu kalimat, PJTL ini sesuatu banget.. :))

nah, kalo cerita temen2, seru2 semua. pokoknya menyenangkanlah kenal sama mereka. ada yang tampangnya lucu banget, logatnya aneh,tapi yang pasti mengenal mereka adalah suatu kebanggaan. ini dulu deh, capek.