Minggu, 22 Juli 2012

Keputusan-Keputusan Kecil



 Kau harusnya tak perlu kembali. Aku baik-baik saja disini.

Tadinya aku ingin belajar melupakan. Mengambil banyak jeda untuk melepas kebiasaan lamaku, terus ingin didekatmu. Memintamu untuk memberiku sedikit waktu agar aku terbiasa tanpamu. Dan aku hampir berhasil. Kau tau, hampir berhasil.

Aku tak peduli dengan perasaanku sendiri. Aku tenggelam di pekerjaanku. Tak ada orang yang bekerja sekeras aku. Mereka fikir, aku memang tergila-gila dengan pekerjaan. Ahh, mereka tak tahu kalau ini hanya sebentuk pelarian. Aku ingin melupakanmu. Sungguh. Aku ingin menghapus semua jejak-jejak cerita indah yang pernah kita rajut. Biarkan aku menata kembali hidup dan hatiku. Jika memang harus ada kata pisah, maka izinkan aku untuk bergegas. Luka ini terlalu sakit untuk terus kubiarkan. Aku ingin mengobatinya segera. Dengan pergi jauh dari kenangan itu dan melupakanmu.

Tak pernah aku ingin kau kembali. Tak pernah.

Karena aku tahu itu takkan mungkin.

Tak perlulah mengharapkan hal yang tak mungkin terjadi. Meski aku terus saja mengganggu Tuhan dengan doa-doa panjang. Tidak. Aku tak meminta Tuhan untuk mengirimmu kembali. Aku hanya meminta agar ia menghapuskan luka ini, mengizinkan aku tetap bahagia meski tanpamu.

Kemarin, aku masih punya mimpi untuk merajut hari-hari bersamamu. Mengulang scenario masa lalu. Tersenyum sendiri membayangkan kau tiba-tiba hadir. Menghabiskan waktu dan tenggelam dalam hayalan tentangmu. Aku tak sadar kalau aku tengah memimpikan angan kosong. Mosaik indah itu takkan pernah terulang. Kau takkan pernah kembali. Dan aku, tertatih merangkak. Mengais-ngais harapan yang bahkan aku pun tahu sudah tak ada.

Tak pernah ada yang bisa menghalangiku untuk menunggumu. Tak satu pun mereka bisa menarikku dari kubangan lumpur pengharapan itu. Menyadarkan kalau kau sudah takkan kembali juga tak ada. Pun ketika aku berharap kau segera datang, menemuiku segera. Menjemput hati yang kau tinggalkan.

“Aku mencintaimu.”

Aku ingin mengatakannya padamu. Datanglah.

Ya, sehelai sesal. Aku tak pernah menyadari kalau aku juga mencintaimu. Tak pernah sampai kau akhirnya pergi. Terlambat aku menyadarinya. Jadi kumohon kembalilah. Akan kukatakan kalau akupun mencintaimu. Dengan setulusnya. Setulus aku menanti dengan pengharapan penuh ini.

Kini, setelah airmataku kering. Setelah aku beranjak dari lumpur pengharapan yang mengering itu. Saat aku mulai bisa menata hidupku lagi. Ketika langkahku sudah tak lagi kau bayangi. Setelah perjuangan panjang yang melelahkan itu hampir berhasil, kau kembali hadir.

Kau tahu, aku tak pernah membencimu, sekalipun berulang kali kau torehkan luka untukku. Aku menikmati setiap pedih yang kau sayatkan, setiap tetes airmata yang kujatuhkan. Karena aku tahu, tak setiap kali aku jatuh cinta aku bisa menangis tanpa amarah. Dan belum tentu aku akan jatuh cinta sedalam ini lagi. Untuk itu, rasa ini takkan kubuang. Akan kubiarkan ia tetap ada. meski entah kapan kau akan kembali untuk menyambutnya lagi. Memelukknya, sehangat dulu.

Kemarin, aku selalu menguntai doa-doa panjang, berharap Tuhan berbaik hati dan mengirimmu kembali untukku segera. Kemarin, sebelum kubangan lumpur pengharapan itu mengering.
Kini, saat kau tiba-tiba hadir, aku sudah tak lagi mengharapkanmu.

“Maafkan kesalahan yang pernah ada. Aku berjanji takkan mengulanginya.”

Kalimatmu menyesakkan.

Tapi entah bagaimana ada getar halus yang menyusup. Mungkinkah ini…rindu?

“Masihkah ada ruang untukku dihatimu?”

Sadarkah? Pertanyaanmu memaksaku menurunkan hujan di gurun hati yang gersang.

Hadirmu membuka kembali kenangan lama yang sudah kukunci rapat-rapat. Dan seseorang telah membantuku menyegelnya. Ahh ya, euphoria kedatanganmu membuatku melupakan seseorang. Dia, dia yang selama ini menghapuskan airmataku. Tetap berada disampingku meski yang terucap dari bibirku hanya namamu. Dia tetap disana. Memapahku saat aku hampir tak lagi mampu berjalan menatap masa depan. Kau tahu, beginilah aku saat kau pergi. Lantas untuk apa kau kembali?

Bagiku, kau adalah masa lalu.

Masa lalu yang menyeruak. Ingin kembali diputar.

Ahh..

“Aku tahu ia masih membayangimu, Diva. Tapi tak bisakah kau membuka hati dan belajar menyukaiku?”
Kalimatnya masih memenuhi rongga-rongga dadaku. Aku tahu ia amat menyayangiku. Dia, dia takkan meninggalkanku sepertimu. Tapi aku tak bisa. Kau telah merebut hati itu dan meremukkannya. Sampai aku tak lagi merasakan cinta yang lain selain cintamu. Aku lupa bagaimana cara mencintai orang lain. Tapi ia tetap ada. Meski lelah, ia tak pernah beranjak.

Kau tahu, jika ini adalah sebuah pilihan, aku ingin kau tak perlu kembali. Meski sisi-sisi hatiku akan tergerus rindu. Walau ruang batinku akan terasa sesak oleh angan-angan kosong.

Yang ku tahu, waktu. Ya, hanya waktu yang selalu berbaik hati mengobati setiap luka. Aku memang tak butuh dia, aku hanya butuh waktu. Tapi dia hadir, menemaniku menyusuri ruas-ruas waktu untuk bisa meninggalkan masa lalu. Membimbingku untuk menatap indahnya pelangi sehabis badai.

Dengan semua perih, aku akan mengingkari perasaanku padamu.

“Kau harusnya tak perlu kembali. Aku baik-baik saja disini.”

Kau terpana. Aku tahu kau takkan percaya aku berkata demikian. Bahkan aku pun tak tahu kenapa bibirku bisa dengan kelu mengatakannya. Aku menggigit bibir, berusaha mempertahankan benteng air mata yang sudah dengan susah payah kubangun sejak kau berdiri dihadapanku.

Kalau saja kisah ini adalah sinetron-sinetron murahan itu, tentu aku akan menghambur kepelukanmu. Mendekap erat cinta yang telah kau bawa kembali. Tapi ini lebih dari itu.

Aku kini tahu arti penantian, mengerti arti kekecewaan. Dan sakit yang menderaku sangat menyiksa. Sesaknya bahkan membuatku sulit bernafas. Untuk itu, takkan kubiarkan dia merasakannya. Cukup aku.

Jadi, anggap saja kita sedang mengulang cuplikan cerita lalu.

Sekarang, mari mainkan film kita masig-masing. Biarkan penggalan kisah lalu menjadi pelengkap kisah hidup kita. Biarkan mosaik-mosaik kecil ini menjadi guru terbaik kita. Kenangan yang mungkin suatu saat akan kita rindukan.

Sekarang, yang ada, mari kita berdoa, semoga kita sama-sama bahagia. []

Rabu, 18 Juli 2012

Memaknai Hidup


“Orang yg paling mengerti tentang Hidup itu adalah Orang Mati, kalo lo mau ngerti tentang hidup lo harus jadi orang mati. Jadi jangan sok berteori apapun tentang hidup. Hidup itu nggak segampang saat lo membacot kawan..
Mending simpen dan jalani dengan jalan lo sendiri..
#buat siapa aja deh yg suka ketularan Mario Teguh..”

Status seorang teman ini terpampang di beranda dan membacanya aku jadi tergelitik nulis note ini. Bukan untuk berargumen apapun. Bukan pula untuk sok meluruskan atau apapun istilahnya itu. Aku cuma memberi gambaran. Paling tidak semoga bisa meramaikan koleksi bingkai sudut pandang di dinding fikir.

Seperti komentar yang kutulis dibawah status itu, “hidup memang tak mudah, tapi juga tak sesulit yang lo bayangkan.”

Aku bukan seorang ahli filsuf yang bisa mengurai makna kehidupan sedetil yang diharapkan. Bukan pula seorang dari jajaran motivator yang, seperti dia bilang, selalu dengan berapi-api memperdengarkan ke seluruh dunia bahwa hidup itu indah. Bukan. Aku pun masih mengais-ngais makna hidup itu sendiri.

Hidup itu layaknya panggung opera. Dan kita aktornya. Bukan sutradara.

Ada scene-scene yang tak kita inginkan meramaikan opera kita, tapi malah mengambil peran besar. Namun ada pula potongan gambar yang kita harapkan menjadi bagian darinya, malah tak jua muncul. Dalam hal ini, kita hanya bisa memainkan dialog yang menurut kita paling baik, yang akan menimbulkan dampak baik, untuk menyambut setiap actor, aktris, atau kondisi yang disuguhkan sutradara. Tak ada alasan untuk diam, kalau memang tak ingin penonton menganggap actor itu memerankan orang bisu.

Itulah, kita bahkan tak punya kuasa untuk menentukan mosaik hidup mana saja yang akan kita hadapi. Tapi apa kita harus dengan dongkol mengatakan, “kenapa opera ini begitu sulit dimainkan?!”

Akan kedengaran lebih sedap kalau kita sambil tersenyum berujar, “opera ini memang tak mudah, tapi juga tak sesulit yang dibayangkan.”

Toh, kalimat itu juga tidak menafikan kalau hidup itu sulit.

Yang berbeda dari sudut pandang kita mungkin cara menyikapinya. Sesulit apapun, jika kita tetap menganggapnya tak sesulit itu, juga akan terasa lebih mudah. Mungkin, ini terdengar seperti omong kosong yang sering diutarakan motivator-motivator itu. Tapi mau tidak mau, jika kita ingin menjalaninya dengan lebih baik dan ringan, kita harus mendengar kata mereka.

Anggap saja sedang menulis dengan pena bermerek ‘takdir’. Jika kalian iseng bertanya apa itu ‘takdir’, akan kujawab seperti aku menjawab pertanyaan yang sama darinya. Dari seorang kawan yang menulis status itu. “Takdir adalah sejenis minuman kaleng baru dengan dua varian rasa. Rasa cokelat dengan kombinasi getir dan rasa asam dengan kombinasi kebahagiaan.”

Harga keduanya sama, ‘ikhtiar dan doa’.

Hidup adalah sesulit/semudah apa kita memandangnya.

Mungkin ini pesan yang tersirat dari keluarga sederhana yang masih bisa hidup bahagia dengan keluarga kaya yang selalu merasa kurang.

Terlepas dari kepuasan yang ingin kalian dapat dari note ini. dari makna yang ingin kusampaikan, aku tegaskan, ini hanya sebentuk bingkai pemahaman dari sudut pandang yang berbeda. Jika kalian punya sudut pandang lain, akan menyenangkan kalau kita bisa bertukar ‘pandang’ :D

Selasa, 17 Juli 2012

Seuntai Makna Kesempatan, Keinginan, dan Keputusan


Assalamualaikum…

Halo, apa kabar? Semoga selalu baik. ^_^
Malam ini, setelah berliter-liter air mata yang kutumpahkan, aku merasa harus membagi sedikit cerita dengan kalian. Sekilas tentang makna kesempatan, keinginan, dan keputusan. Mencoba mengurai makna yang terkandung didalamnya.

Bukan. Aku bukan ingin mengurainya dengan jawaban pasti. Ini hanya sekedar sudut pandang. Mungkin bisa kita sebut dengan seutas pemahaman baru.

Novel itu,  kawan, berhasil mengobrak abrik emosiku. Banyak hikmah didalamnya. Banyak pelajaran yang bisa kita jadikan pertimbangan seandainyapun kita tak sepakat.  Novel itu, telah memaksaku untuk menciptakan hujan di seputaran mata. Akan kubagi kisahnya dengan kalian.


“Tak ada mawar yang tumbuh ditengah Tegar-nya Karang”.

Harus mendengar lelaki lain mengutarakan cintanya pada orang yang telah dua puluh tahun kau inginkan untuk menjadi pendampingmu. Dan melihat senyum bahagia dari gadis itu. Senyum bahagia menyambut lelaki yang bahkan baru dikenalnya selama dua bulan.

Dua bulan miliknya sama dengan dua puluh tahun milikmu.

Yang ada kemudian adalah kau ingin menghilang. Tak lagi ingin bertemu dengan mereka. Ingin menjauh sejauh-jauhnya. Lari hingga tak tergapai lagi.

Itulah hal yang dilakukan Tegar Karang, setelah Nathan merebut Rosie-nya.

Kemudian apa?

Kau fikir dengan lari kau bisa melupakannya? Bisa hidup dengan cerita baru yang bangun sendiri dengan mudah? Dapat melepaskan gurat wanitamu dari setiap sudut kamar? Kau bisa melangkah menyongsong hari baru tanpa jejaknya? Tidak!!

Selama lima tahun. Lima tahun bayang-bayang Rosie terus membayangi Tegar. Bayangan yang sangat ingin dibencinya. Terseok, Tegar melalui harinya. Merangkak disesaknya gorong-gorong waktu yang dipenuhi rasa sakit, gelisah, tak bisa tidur, rindu dan benci.

Lima tahun!!

Lima tahun yang berharga pada akhirnya. Dalam sesak itu, ia kemudian mengerti. Yang ia butuhkan hanya berdamai dengan masa lalu, bukan melupakannya. Berdamai. Cukup. Dan ia bisa melanjutkan hidup dengan lebih baik.

Berdamai dengan masa lalu pula yang menguatkan hati seorang gadis kecil, kuntum ketiga Rosie dan Nathan, Yasmine nanti untuk memaafkan pelaku bom di Jimbaran yang merenggut ayahnya. Dengan kalimat yang sungguh akan meluluhlantakkaan kesombongan hidup.

“Kata paman tegar, kami tidak boleh membenci om.tak boleh sedikitpun. Meski..meski…” Gadis kecil itu terisak. “Jasmine… Jasmine tidak akan membenci. Karena Jasmine percaya apa yang Paman Tegar bilang. Sungguh percaya. Ayah, kata Paman Tegar, ayah akan tersenyum senang di surga kalau Yasmine bisa memaafkan om.”

Ya, semua yang Yasmine lakukan acap kali mengundang keharuan luar biasa. Tapi dalam cerita ini, biarkan aku meng-ekplor kisah Tegar. Kisahnya yang membuat kita mengerti apa arti kesempatan, kemaafan, dan keputusan. Maka, simaklah.

Kehadiran Sekar, dalam hidup Tegar membuat kita akan mengerti makna kesempatan.

Setelah enam tahun Sekar menjadi pendengar setia Tegar tentang cerita Rosie-nya. Tentang empat kuntum bunga Rosie yang manis, Anggrek, Sakura, Jasmine dan Lili. Tentang betapa ia tak pernah punya kesempatan untuk bersama wanita yang selama dua puluh tahun ia inginkan. Tentang masa lalu yang tak lagi ingin ia lupakan. Berujung pada komitmen mereka untuk membangun hubungan yang lebih seirus.

Sekar sangat mencintai Tegar. Sangat. Dan Tegar, ia juga mencintai Sekar, meski dengan pengertian yang berbeda.

Tapi setelah bom jimbaran itu, bom yang meluluhlantakkan keluarga Rosie. Menghancurkan kebahagiaan rumah tangga yang selama tiga belas tahun terakhir diberkahi intensitas kebahagiaan tinggi. Semua konstan berubah.

Nathan meninggal. Rosie sangat terpukul sampai harus dirawat di panti rehabilitasi karena mentalnya terganggu. Dan ke-empat kuntum itu, bunga kebahagiaan itu harus dirawat oleh Tegar. Sosok om, uncle, paman Tegar dengan hatinya yang luas menjadi pengganti ayah sekaligus ibu bagi mereka, anak-anak Rosie dan Nathan.

Dengan segala keluguan anak-anak, Tegar tahu mereka sangat mencintainya. Dan Tegar pun sama. Sampai ia harus menunda rencana pernikahannya dengan Sekar. Menerima itu, Sekar hanya berharap Tegar akan memenuhi janjinya setelah Rosie pulih.

Tapi nyatanya, Tegar tak menganggap ia pernah berjanji dan tak akan pernah mengingat janji yang tak pernah ia ucapkan. Sekar yang telah lelah menanti akhirnya memutuskan untuk menikah dengan orang lain meski ia tak mencintainya. Mendengar kabar ini, akhirnya Tegar sadar akan janjinya. Ia menemui Sekar di malam pertunangannya dan memintanya untuk memberinya kesempatan untuk menunaikan janjinya dulu.

Dan ya, Sekar membuat satu keputusan untuk kesempatan baru.

Tegar, ditengah keyakinannya untuk menikahi Sekar, terpaksa harus mengetahui kalau Rosie, dulu –dan kini- juga mencintainya. Tegar terlalu mencintai Rosie sampai Rosie tak pernah diberi kesempatan untuk menyadari perasaannya terhadap Tegar. Keberadaan Tegar yang selalu ada saat Rosie membutuhkan tak pernah menyisakan ruang untuk Rosie menyadari kalau ia mencintai Tegar. Disini, jarak mungkin adalah hal terbaik yang dapat dilakukan untuk mendeteksi rasa kehilangan. Dan ini pula yang tak pernah Tegar lakukan sampai Rosie harus direbut olehh sahabatnya sendiri, Nathan. Tapi sambil terus meyakinkan hati, Tegar tetap pergi untuk Sekar. Sekar telah membuat keputusan penting untuk satu kesempatan menjemput kehidupan bersamanya. Tak seperti ia yang tak pernah punya kesempatan. Sekar memilikinya. Dan ia mencintai Sekar, meski dalam pemahaman cinta yang berbeda.

“Tak ada mawar yang tumbuh ditengah Tegar-nya Karang”.

Dipernikahan yang sacral itu, Sekar tiba-tiba meminta Tegar untuk menikahi Rosie setelah potongan-potongan mosaic yang diciptakan Lili, kuntum bunga terakhir Rosie berkata dengan isak tangis pilu yang menyayat, “Lili tidak ingin memanggil paman tegar dengan sebutan Om seperti Kak Anggrek, atau Uncle seperti Kak Sakura, atau Paman seperti Kak Yasmine. Lili ingin memanggil Paman dengan sebutan Papa Tegar”.

Potongan gambar Rosie yang menarik paksa Lili dari pelukannya di kaki Tegar dan membawanya keluar dari ruangan itu. Dan mosaic dari siluet Anggrek, Sakura dan Yasmine yang mengikuti ibunya keluar. Sontak Sekar mengejar langkah-langkah kaki itu. Menarik paksa Rosie kembali ke tengah ruangan  dan tergugu mengisyaratkan Tegar untuk menikah dengan Rosie.

“Dua puluh tahun kelak, aku pasti akan menyesali telah melakukan ini, Tegar. Tetapi, dua puluh tahun kelak pula, aku pasti lebih menyesali jika tak melakukannya. Menikahlah dengan Rosie, Tegar. Menikahlah. Pagi ini aku paham, aku mengerti kalian memang ditakdirkan bersama sejak kecil. Aku sungguh akan belajar bahagia menerimanya, dan itu akan lebih mudah dengan pemahaman yang baru. Aku akan baik-baik saja. Menikahlah!”

Sungguh saat itu Tegar mengerti arti sebuah kesempatan.

“Mawar akan tumbuh di Tegar-nya Karang, jika Kau menghendakinya.”

Jumat, 13 Juli 2012

Resensi Film The Amazing Spiderman


Haloo…  Lama tak posting tulisan nih. Ternyata emang bener, semakin lama gak nulis, semakin bingung harus mulai dari mana. Tapi usah risau. Banyak hal baru yang bisa kita ceritakan. Hmm.. gimana kalau kita mulai dari resensi film? Mengingat aku belum pernah nulis resensi film, mungkin sekarang saatnya belajar. Sebelum aku nulis, aku sempat lihat-lihat resensi  film yang sudah ditulis kawan-kawan. Banyak sisi menarik yang mereka angkat. Nah, kalo aku, aku juga bakal menceritakan bagian yang menarik juga dong. Seperti ini.

SISI LAIN SI PRIA BERKOSTUM KETAT, SPIDERMAN
Pria bertopeng dengan kostum super ketat? Ya, dialah pahlawan pembela kebenaran yang mendapat kekuatan dari gigitan seekor serangga hasil rekayasa genetika. Kisahnya terbungkus apik dan menarik dalam sekuel film terbarunya, The Amazing Spiderman.


Banyak sisi menarik yang bisa kita ulas di film ini. Sang sutradara membuat gebrakan-gebrakan baru yang cukup memuaskan mata penikmat film. Mengganti pemeran utama, salah satunya. Tokoh spiderman yang dulunya diperankan oleh Tobey Maguire, diganti dengan actor yang lebih fresh dan ganteng, Andrew Garfield –sumpah, cakep. gag boong gua :p. Tak hanya itu, Webb, si sutradara juga mengganti tokoh wanita yang disukai parker. Bukan lagi MJ (Mary jane), tapi Gwen Stephany. 

Film ini, layaknya sekuel dari film spiderman terdahulu, tetap mengungkap sisi humanis seorang Parker. Bagaimana ia dengan jiwa mudanya yang masih labil, pada akhirnya menyadari bahwa yang terpenting dari semua hal adalah tanggung jawab. 

Dimainkan dengan alur maju mundur, film ini menceritakan bagaimana orang tua Parker yang harus meninggalkannya pada Uncle Ben dan Aunt May. Sampai pada akhirnya Parker memutuskan untuk menelusuri apa yang sebenarnya terjadi pada orang tuanya dengan memasuki sebuah gedung penelitian.

Di gedung inilah ia digigit laba-laba yang memberi ia kekuatan. Sama seperti di film sebelumnya, Parker masih harus belajar mengendalikan kekuatannya. Kemudian merancang kostum sendiri untuk menutupi identitas. Bedanya, kalau yang lalu jaring keluar secara alamiah dari lengannya, dalam film ini, jaring itu keluar dari semacam alat yang diciptakan sendiri oleh Parker.

Dalam film ini, Parker dihadapkan pada musuh baru yang merupakan mantan rekan kerja ayahnya. Seorang ilmuwan berlengan satu, Dr. Curt Connors. Seperti biasa, ilmuwan-ilmuwan yang nantinya akan menjadi musuh Spiderman awalnya adalah ilmuwan hebat yang memiliki rencana besar. Begitupun Dr. Connors. Ia ingin menciptakan dunia tanpa kelemahan. Dan caranya adalah dengan menyatukan gen hewan kedalam tubuh manusia dengan rekayasa genetik. Dalam percobaan-percobaannya ia selalu gagal. Kelinci percobaannya selalu mati, sampai Parker memberinya sebuah persamaan. Rumus yang dapat menyempurnakan penelitiannya.

Karena ambisi sang dokter yang ingin memiliki lagi lengan kanannya, ia menyuntikkan formula itu ke dirinya sendiri. Dan, berhasil. Ia mendapatkan kembali lengannya. Tapi ternyata proses transformasinya tak sampai disitu. Lengannya terus berubah menyerupai kadal, karena ia memang menggunakan DNA kadal. Melihat perubahan pada dirinya, ia puas dan ingin mengubah seluruh orang-orang kota untuk menjadi sepertinya. Disinilah parker merasa ia harus bertanggungjawab. Ia yang telah memberi rumus tersebut, maka ia yang harus menyelesaikan.
Parker and Stacy

Tak hanya berkutat diseputar cerita melawan musuhnya, Webb membuat Parker dapat menikmati cintanya pada Gwen Stacy. Seorang gadis cerdas asisten Dr. Connors. Kisah cinta yang berbeda dari sebelumnya. Jika dulu MJ hanya ada sebagai ‘pemanis’ cerita, dalam film ini, Stacy berperan penting dalam membantu Parker untuk membuat ramuan penawar dari ramuan yang dibuat campuran DNA yang diciptakan Dr. Connors.

Layaknya remaja, mereka menikmati cinta mereka. Walau pada akhirnya, sebelum ayah Stacy yang seorang kapten polisi meninggal dalam usaha melumpuhkan The Lizard (Dr. Connors yang sudah bertransformasi), ia meminta Parker untuk menjauhi puterinya demi alasan keamanan. Tapi paling tidak, Parker sudah menyatakan cintanya pada Stacy. –ini adegan yang paling ditunggu dalam sekuel spiderman sebelumnya. Dan tak pernah kesampaian.- ^_^

Banyak adegan dan dialog lucu yang membumbui film ini. Dari durasi film yang sekitar dua jam, penonton tak hanya dipaksa untuk tegang, tapi juga diajak tertawa. Ini menariknya. Sisi humanis juga menambahnya lezatnya film ini dengan scene yang menampilkan ketika Uncle Ben menasihati parker. Webb mampu mengeksplorasi hubungan personal antara Ben dan Parker yang tidak ditampilkan sutradara Sam Raimi di film Spider-Man sebelumnya.

Satu kata untuk film ini, keren!
Segera saksikan di bioskop kesayangan anda.