Kamis, 22 Agustus 2013

RESPONSE YOUR AREA

Di zaman kayak gini, saat semua sudah seperti berjalan dengan sesuai sistem, orang-orang udah pada kaya robot. Pergi pagi, pulang sore. Istirahat di rumah. Dan besok paginya juga masih dengan rutinitas yang sama. Sampai gak ada waktu hanya buat bertegur sapa dengan tetangga. Paling banter juga kalau ketemu pas mau berangkat kerja cuma sahut-sahutan klakson mobil aja. Itu pun biar gak dikatain sombong.


Kalau sudah begini, gak bisa disalahin juga sih. Wong sama-sama sibuk. Pas nyampe rumah pasti udah capek. Gak sempat bersosial lagi, bahkan bersilaturahim antar tetangga pun sulit menemukan waktu yang tepat. Terus, secara gak sengaja, hubungan emosional antar tetangga semakin terkikis. Dan naasnya, hampir habis.

Orang-orang yang tinggal di kota besar, kayak aku, pasti ngerasain hal yang sama. Kita ngerasa lebih dekat dengan teman-teman kita di luaran sana, dari pada dengan tetangga sebelah kanan dan kiri rumah kita. Padahal, kalau terjadi sesuatu, yang pertama kali akan menolong kita adalah tetangga dekat. Bukan sahabat yang untuk mencapai rumah kita saja dia butuh waktu satu jam.

Nah, atas kesadaran itulah akhirnya aku mulai memperbaiki caraku bertetangga. Kalau dulu, waktu SMA dan sampai selesai kuliah, aku selalu menghabiskan waktu di luar. Keaktifanku di beberapa organisasi sering menyita waktu. Biasanya, aku sampai di rumah saat matahari nyaris tenggelam. Dan apalagi yang bisa kulakukan untuk beramah tamah dengan teman-teman di sekitaran rumah? Wong aku saja nyampe rumah langsung mandi, sholat, makan, belajar, tidur. Besok pagi, gitu lagi. Besoknya lagi, gitu juga. Nah, pas hari minggu pun, biasanya banyak kegiatan yang harus kuikuti. Dan lagi-lagi itu semua di luaran, bukan di sekitar rumah. Walhasil, bertegur sapa dengan tetangga hanya saat numpang lewat di depan rumah mereka saja.

Sekarang, kebetulan aku sudah selesai kuliah dan sudah bekerja di salah satu yayasan pendidikan yang letaknya tak jauh dari rumah. Dan kebetulan lagi, di yayasan pendidikan itu ada tingkatan TK dan PAUD. Jadilah akhirnya aku mengenal orang tua-orang tua muda yang ada di lingkunganku. Berinteraksi dengan mereka-mereka yang tidak kukenal dan tidak mengenalku padahal kami tetanggaan selama bertahun-tahun. *astagaaa*

Mungkin hanya perasaanku saja, tapi jelas-jelas aku merasa selama ini sudah menjadi pribadi yang sombong, yang tidak mau tahu dengan lingkungan sekitar. Ini terkait dengan, gimana bisa sih aku gak kenal sama mereka yang tinggalnya di dekat-dekat sini juga? Padahal beberapa dari orang tua murid itu langsung menyapaku, “anaknya Bu Ros ya?”

Well, yah, mamaku memang lebih dikenal orang, selain memang mamaku itu ramah, beliau juga kebetulan bekerja di kantor KUA Medan Deli. Secara otomatis, mereka-mereka, yang tinggal di kecamatan Medan Deli  yang akan menikah mengenal mamaku dong. Wong daftarnya sama beliau.

Sejak shock terapy kesadaran diri itu, aku mulai belajar membenahi sifatku yang ‘sok sibuk.’ Aku mulai menyempatkan diri ikut mama kalau akan bersilaturahmi ke tetangga. Misalnya, ke rumah tetangga yang kebetulan baru melahirkan, atau menjenguk tetangga yang sakit, atau hanya sekedar mengantar langsung penganan yang dibuatkan mama.

Ternyata, membuka diri itu menyenangkan. Menjadi pribadi yang ramah dan peka terhadap lingkungan akan membuat kita semakin sehat dan cantik. Tahu kenapa? Kita akan senantiasa menebar senyum kepada mereka. Banyak-banyak senyum selain sedekah juga bikin awet muda loh. :)

Aku juga jadi tersadarkan, selama ini, aku juga banyak ikut aksi solidaritas untuk saudara-saudara kita yang membutuhkan. Kayak solidaritas untuk korban bencana. Tapi nyatanya, untuk dapat bermanfaat buat orang lain, tidak harus ikut aksi solidaritas besar-besaran dulu. Toh, tetangga-tetangga kita, saudara-saudara yang ada di lingkungan tinggal kita juga banyak membutuhkan uluran tangan. Kalau dulu sedekah harus nyari panti asuhan, sekarang, mata udah terbuka kalau di lingkungan sini juga ada STM yang punya data anak yatim.

Jadi, aku akhirnya menyimpulkan satu hal. agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik dalam hidup bermasyarakat hanya dibutuhkan satu hal. Response your area.

Selasa, 20 Agustus 2013

Medan : Kenalilah Dengan Hati Agar Kau Tetap 'Bernyawa' ^_^

Medan. Tanah Deli yang justru lebih dikenal dengan asalnya orang batak yang tingal di pulau Jawa. Ini kotaku. Kota yang hanya akan mampu membuatmu ‘bernyawa’ jika kamu benar-benar mengenalnya dengan hati. Gak percaya? Hmm, kamu boleh baca kaos-kaos yang suka dipake orang  Medan. Salah satunya gini, “Ini Medan, Bung!” Atau, “Aku dari Medan, Kau mau apa?!” di lain kaos ada juga yang bunyinya begini, “Orang Medan ini, gak senang?!”

Serem ya? hehehe. Makanya aku bilang, jika kamu pendatang, atau melancong, atau hanya sekedar singgah, kenalilah kota tercintaku ini dengan hati, agar kamu bisa benar-benar menikmati perjalanan kamu. :)

Medan tidak sekeras dan sekejam yang kamu fikir, kok. Kota ini jauh lebih ramah, dan tentu tidak ‘sekejam’ ibu kota.’ Soalnya, khawatir banyak yang takut ke Medan karena perangai warga Medan yang dikenal keras. Padahal itu hanya logat saja. Kuberi tahu satu rahasia kecil, orang batak itu, yang notabenenya berasal dari Medan, jangankan saat sedang marah, saat sedang tersenyum dan beramah tamah pun, akan terlihat sangar. Tapi, jangan ragukan ketulusannya. Ia bahkan rela mati demi kawannya sendiri. Boleh cek di lagu yang judulnya ‘Anak Medan’ deh. Lagu yang menggambarkan seperti apa Medan dan karakter warganya. ^_^

Kota ini juga terkenal dengan kendaraan khasnya. Yap, betor alias becak bermotor. Nah, kalau ini, selain unik juga punya semacam anekdot yang akrab di telinga. ‘Abang Becak Motor, hanya ia dan Tuhan yang tahu kapan ia mau belok.’ Makanya, setiap pengemudi pasti punya kisah sendiri dengan becak motor. Hehehe.

Nah, kalau kamu berkunjung ke kota ini, aku bakal ajak kamu jalan-jalan keliling kota menggunakan betor. Dijamin, sensenya akan terasa beda. Dan jangan ngaku pernah ke Medan kalau belum nyicipin naik betor. :D
Terus, ada beberapa destinasi yang akan kita tuju, tentu masih menggunakan betor sebagai alat transportasi. Yuk, kita intip dulu satu per satu.
  • Masjid Raya Al Mashun Medan
Masjid ini adalah salah satu ikon kota Medan. Kalau nggak kemari, rasanya juga kayak belum sampe ke Medan deh. Masjid ini dibangun Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam sebagai pemimpin Kesultanan Deli. Gaya arsitekturnya bercorak bangunan campuran Maroko, Eropa dan Melayu dan Timur Tengah. Sedangkan kubah mesjid mengikuti model Turki. Masjid ini juga adalah masjid tertua yang ada di kota Medan. Jadi sayang kan kalau tidak dikunjungi?




  • Istana Maimoon
Tidak jauh dari Masjid Raya Al Mashun, istana Maimoon tampak kemilau dengan kuningnya. Istana ini adalah istananya Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah, sultan Deli. Istana maimoon menyimpan kekentalan budaya melayu di dalamnya. Di dalam, kita juga bisa mengenakan pakaian melayu yang disediakan dengan harga sewa yang tidak begitu mahal. Pokoknya bisa ngerasain jadi bagian dari kesultanan melayu deh. Jadi, aku akan bawa kamu kemari juga. :)

  • Rujak Kolam

Lelah berjalan-jalan mencicipi hidangan mata, sekarang saatnya menikmati hidangan lidah. Dan inilah rujak kolam.  Masih berada di tak jauh dari Istana Maimoon dan Masjid Al Mashun, gerai-gerai kecil yang menjajakan rujak kolam berjajar rapi. Kita tinggal pilih mau duduk dan pesan di gerai yang mana. Yang pasti, kesemua gerai itu menyediakan menu spesial yang sama : rujak kolam.

Kenapa harus kamu cicipi? Karena rasanya yang maknyus akan  menggoyang lidah kamu dengan nikmat dan peluh yang dijamin bercucuran karena pedasnya yang wow! Bumbunya yang renyah dan terasa pas hasil dari racikan terasi medan dan asam jawa, juga cabe rawit. Selain itu bumbu rujak ini juga menggunakan pisang batu atau pisang kelutuk yang diiris kasar pada bumbu, plus kacang tanah goreng yang digiling kasar. Terakhir, rujak pun disajikan dengan piring yang dialasi daun pisang. Hmm… sambil nulis jadi ngiler, nih. Hehehe.

  • Merdeka Walk & Gedung Lonsum

Nah, destinasi terakhir kita adalah Merdeka Walk dan Gedung Lonsum. Terletak persis di jantungnya Kota Medan. Mudah dijangkau dengan transportasi apapun. Tapi kita tetap akan menggunakan betor dong. J
Di Merdeka Walk tersaji beragam foodcourt dan gerai-gerai yang menyediakan souvenir. Disini juga kamu bisa beli kaos dengan bacaan yang bikin orang lain bergidik. Hehehe. Merdeka Walk ini juga adalah tempat nongkrongnya kawula muda Medan. Kalau mau di mirip-miripin sih, Merdeka Walk-nya Medan itu beti *beda tipis* lah sama Malioboro-nya Jogja.

Terus, Gedung Lonsum. Cuma beberapa ratus meter dari Merdeka Walk. Tatanannya persis zaman Belanda. Apalagi kalau malam hari. Cocok buat para penggemar fotografi atau buat yang cuma doyan jadi modelnya. Dijamin hasil fotonya bakal bagus.

Nah, itu dia beberapa tempat yang bakal kamu sambangi kalau berkunjung ke kotaku. Aku memang bukan guide bersertifikat, tapi paling tidak, kamu akan menjejak di titik-titik yang memang harus kamu kunjungi kalau kaki kamu nyampe ke Medan. Dan, semoga, kamu bisa mengenali kota ini dengan hati, biar waktu pulang, kamu masih ‘bernyawa.’ Hahaha.
Well, kutunggu jejakmu disini. ^_^

Jumat, 16 Agustus 2013

JADI PRESIDEN GAK GAMPANG, BRO!


Dulu, aku ingat sekali waktu masih kecil, masih ingusan. Setiap kali ditanya, “kalau sudah besar mau jadi apa?” Aku pasti jawab, “jadi dokter.” Sementara beberapa temanku yang lain, yang juga masih sama tinggi badanku saat itu, yang masih sama-sama berlomba menyentuh kuping kiri dengan telapak tangan kanan dengan jalur dari atas kepala. Konon, kata orang tuaku dulu, kalau sudah tergapai, baru bisa masuk sekolah. Ketika mereka ditanyai hendak jadi apa ketika besar,  jawaban mereka beragam. Seperti, “jadi insinyur,” “jadi polisi,” “jadi pilot,” dan terakhir yang tidak pernah terlintas di benakku, “jadi presiden.”

Itu terjadi sekitar 17 tahun yang lalu, saat usiaku masih 5 tahun. Dan nyaris akan terlupakan. Untungnya,  Komunitas Blogger Sinjai (KBS)  dan FESTIK Se-Sulsel Kab. Sinjai dengan ide briliannya menggelar lomba menulis artikel dengan tema 'andai aku jadi presiden.' Hehehe. Bermanfaat buat mengingat seperti apa persepsiku tentang presiden dulu, dan sekarang.

Kalau sekarang aku kembali ditanya, jawabanku pasti berbeda. Bukan, aku bukan ingin jadi presiden. Aku ingin menjadi penulis. Lha? Bukannya tema yang sedang kuusung adalah ‘andai aku jadi presiden?’

Tak masalah. Begini, menurutku, atau bisa jadi menurut pembaca, menjadi seorang pemimpin adalah amanah yang besar. Memimpin apapun, akan selalu menuntut tanggung jawab. Kita, manusia, terlahir sudah menjadi pemimpin di muka bumi. Itu masih tanggung jawab secara personal, loh. Belum lagi kalau dia pria, ia adalah pemimpin untuk keluarganya, bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka. Kalau anggota keluarganya ada empat, ia harus bertanggung jawab atas kehidupan yang layak untuk empat nyawa. Bayangkan, empat nyawa sekaligus!

Kalau jadi presiden? Haduh, belum apa-apa, aku sudah takut duluan. Bayangkan, berapa jumlah nyawa yang harus ditanggungjawabi kehidupannya, dibuat layak dan sejahtera? Aku memang tidak tahu jumlah persisnya, tapi, hei, jangankan seluruh Indonesia, satu kelurahanku saja sudah hampir lima ratus nyawa. Astaga! Dan aku harus bertanggung jawab untuk kesejahteraan mereka? Lantas nanti di akhirat, aku juga haru menyerahkan laporan pertanggungjawabanku sebagai seorang presiden kepada Tuhan. Huft… Siapa pun tahu, masa penyerahan LPJ adalah saat-saat menegangkan. Apalagi di hadapan Tuhan!

Menjadi seorang pemimpin, terlebih menjadi pemimpin negara memang dibutuhkan nyali yang super duper gede. Bukan cuma nyali untuk memberi keputusan-keputusan penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak, tapi juga nyali untuk mengendalikan nafsu. Yah, bahkan tidak memiliki kedudukan pun, nafsu kerap membuat kita buta, apalagi saat jadi presiden?

Baik, sekarang, kita kembali ke pokok pembahasan. Andai aku jadi presiden. Ahh, lagi-lagi aku takut. Aku bukan seorang yang ahli dan punya nyali. Jikalah aku memegang kekuasaan, aku tidak tahu entah akan jadi apa negara ini. Karena sekali lagi, aku bukan seorang yang ahli.

Dalam hukum manajemen, salah satu syarat agar visi tercapai, dan misi berjalan maksimal, maka kita harus meletakkan seorang yang tepat pada posisi yang tepat. ‘Right man in right place.’ Menempatkanku dalam posisi sebagai presiden bukanlah suatu tindakan yang tepat.

Aku juga pernah mendengar, ‘jika seseorang yang bukan ahlinya memimpin, maka tunggulah kehancurannya.’ Well, alasan itu sudah cukup buatku untuk menepiskan keinginan andai aku jadi presiden, meski hanya dalam hayalan. Yah, aku cukup yakin dengan segala keburukan-keburukan yang akan terjadi nantinya.

Dan lagi, aku tidak punya nyali untuk bertanggungjawab atas ribuan nyawa itu. Aku tidak berani menjamin akan kehidupan yang layak akan tumbuh merata, perekonomian akan berjalan lancar, si kaya akan tetap sejahtera, dan si miskin akan bisa memperbaiki kualitas hidupnya. Belum lagi nanti, saat penyerahan LPJ di akhirat. Sementara, menjadi seorang penulis, meski juga memiliki tanggung jawab yang besar, masih kalah besar dibanding tanggug jawab presiden. Hehehe.

Intinya, menjadi seorang presiden bukanlah hal yang mudah. Beban bak gunung sudah tergantung di pundak begitu ia mengumandangkan sumpah jabatan. Mereka, presiden-presiden yang pernah terpilih, atau sedang menjabat, menurutku justru jabatan mereka sekarang adalah ladang amal sekaligus ladang dosa. Hanya mereka-mereka yang beruntung yang dipercaya mengemban amanah ini. Hanya mereka-mereka yang dianggap kuat, ahli dan bernyali yang diserahi tanggung jawab ini.

Maka tidak berlebihan jika dalam doa-doa, kita menyelipkan pinta khusus atas pemimpin negara ini. Untuk kesanggupannya memimpin kita, untuk kebijaksanaannya yang menyangkut kehidupan kita, dan untuk kesabarannya menghadapi rakyatnya sendiri.

Menjadi presiden gak gampang, bro! Agaknya, jika kita terus mencemooh kebijakannya, menertawakan caranya memimpin, bahkan menjelek-jelekkannya melulu, kurang pantas juga. Toh, jika ia melakukan sesuatu yang amat pantas diacungi jempol pun, kerap banyak yang enggan mengakuinya. Jadi, kita juga harus jadi rakyat yang bijak ya.

Semoga pemimpin-pemimpin kita, terutama presiden kita diampuni dosa-dosanya, kekhilafannya, dan senantiasa mengemban amanah dengan jujur, adil, dan bijaksana. Aamiin.

*) Diikutsertakan dalam Design And Article Writing Contest yang di adakan oleh Komunitas Blogger Sinjai (KBS)  dan FESTIK Se-Sulsel Kab. Sinjai
FesTIK KBS