Selasa, 25 April 2017

MY JOURNEY – PANTAI CEMARA KEMBAR




Alhamdulillah, akhirnya si pecinta pantai kali ini bisa kembali menjamah pasir, menyentuh tepi pantai dengan segala pernak perniknya. Liburan kali ini aku berkesempatan kembali bercengkrama dengan anak-anak angin. Sekian lama gak mosting MY JOURNEY, finally ada rezeky buat jalan lagi. Ke pantai pulak. Alhamdulillah.. :D



Kalo kemaren jalan ke Pantai Mangrove dan Pantai Romantis, kali ini aku jalan ke Pantai Cemara Kembar. Pantai ini masih satu kawasan sama Pantai Romantis dan Pantai Mangrove. Masih sama-sama di Desa Sei Nagalawan. Mungkin dikasi nama berbeda karena berbeda pula pengelolanya. Kalo dari Medan, rute yang bakal di lewatin tuh kek gini Amplas – Tj. Morawa - Pakam – Perbaungan – Sei Nagalawan. Haha. Pasti pada heran kenapa aku bisa ngejelasin ini. Ini memang hal yang biasa banget buat kamu-kamu yang tau jalan. Tapi buat aku yang susah hafal jalan, dan kebiasaan kalo namanya numpang, ya anteng aja di boncengan. Gak peduli kanan kiri. Yang penting nyampek. Tapi kali ini, mungkin karena udah beberapa kali melewati jalan yang sama, dan rentangnya gak jauh2 amat, jadinya udah agak2 hafal gitu. Trus, karena udah agak2 hafal, jadi pede buat nanya sama pak supir rutenya. Buat memastikan kalo akhirnya aku tau jalan yang harus kulalui menuju pantai. Haha.

Jadi kalo kemaren2 ada yang nanya aku Pantai Romantis itu dimana, aku cuman bisa jawab, “di Perbaungan.” Kalo sekarang kan aku bisa bilang, letak Pantai Cemara Kembar itu di sini loh. Di Desa Sei Nagalawan. Tetanggaan sama Pantai Mangrove dan Pantai Romantis. Hahahaa






Eh, padahal kemaren rencananya kita mau ke Pantai Bali Lestari. Kirain satu kawasan, taunya beda. Bali Lestari ternyata satu aliran sama Pantai Cermin. Letaknya di Perbaungan. Lebih dekat sebenarnya kalo dari Medan. Tapi yaudahlah, pantai Cemara Kembar juga oke. Bisa main flying fox adek, bang! Hahahahaa

Untuk masuk ke Pantai Cemara Kembar, kita dikenakan retribusi sebesar Rp. 40.000,- per orang. Itu udah free satu botol sedang Le Minerale dan satu bungkus kecil wafer, free parkir, dan free gazebo. Tinggal pilih mau pake gazebo yang mana. Ada tawaran lain juga sebenarnya, sebelum masuk ke lokasi Pantai Cemara Kembar, ada pantai umum. Masuknya Rp. 15.000,- tapi itu cuman buat masuk aja. Gazebo-nya exclude. Jadi kalo dihitung-hitung sama aja kayaknya. Sewa gazebo pasti Rp.50.000an jugak.

Spot-spot di Cemara Kembar bagus-bagus. Mirip-mirip Pantai Romantis-lah. Dinamakan Cemara Kembar karena ada dua pohon cemara besar yang berdekatan. Pohon cemara disini besar-besar memang. Dan karena pohon-pohonnya besar, jadi memungkinkan buat area flying fox. Nah, ini istimewanya. Main flying fox sudah include ke dalam retribusi awal yang kita bayar tadi. Jadi mau gak mau main, ya tetep kudu dibayar.

Nyampek pantai, begitu menjejak di pasirnya yang putih bersih, senyumku merekah. Aku rindu banget. Kita langsung nyari posisi uenak. Jadilah kita istirahat setelah perjalanan jauh di gazebo sambil rebahan. Di gazebo sebelah kita, ada keluarga besar yang bawa anak-anak kecil banyak. Itu masih tengah hari dan mereka udah pada nyebur. Bentar naik, buat makan, terus turun lagi. Sekali lagi kubilang, itu saat matahari tepat di atas kepala. Panasnya poooll. Tapi mereka tetap enjoy. Jadi teringat pas masih kecil dulu. :D

Pantai Cemara Kembar ini juga difasilitasi musholla yang alhamdulillah dibangun di tempat yang strategis. Mudah dijangkau. Musholla-nya gak gede-gede banget, tapi cukup baik untuk dipakai ibadah.

Restoran di pantai ini cuman satu. Jadi kalo mau pesan makanan emang harus agak sabar. Kemaren kita makan cumi asam manis, es kelapa, sama cah kangkung. Harganya ya harga tempat wisata lah. Gak murah memang, tapi juga gak mahal2 banget. Masakannya enak. Tapi mungkin karena banyak antrian, jadi buru-buru masaknya. Jadi ngunyah cumi-nya agak pake tenaga. :v

Sepanjang hari kita nikmatin suasana pantai banget. Gak sibuk nyari spot foto kayak sebelum-sebelumnya. Kalo kemaren di Pantai Romantis, malah gak

ada duduk-duduk santainya. Sibuk jalan sana sini buat foto. Mungkin karena ini sudah kali ke sekian kita ke pantai kali ya. Jadi kita lebih menikmati suasananya. Kita lebih tertarik main pasir, main air, nonton orang-orang main banana boat, sama duduk leha-leha di gazebo. Dan satu lagi, ngeliatin orang main flying fox sebelum akhirnya nyobain sendiri. Asli, Seru!

Jadi ceritanya kemaren itu adalah kali pertama aku nyobain main flying fox. Itu juga awalnya ngeri. Tapi karena banyak adek2 kecik yang nyobain dan mereka ketagihan, aku jadi kepo dan yeah, aku mencoba dan aku suka. Seru! :D

Well, dari sekian banyak pantai yang kita kunjungi, semuanya punya pesonanya masing-masing. Punya kelebihan masing-masing dan semuanya bikin aku jatuh cinta.

Emang sih kalo ada aja yang punya sunset, pasti aku bakal rajin datang. Coba aja airnya biru jernih, pasti aku kesana bawa baju ganti. Tapi yaudalah, udah paten itu kok. Haha.

Semoga ada rezeky untuk mengunjungi pantai yang ada sunset dan airnya biru. Aamiin.

Sabtu, 15 April 2017

DILAN DAN AIR MATAKU


Pernah baca buku Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1990? Atau Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1991? Atau Milea, Suara Dari Dilan?

Aku nggak tau buku ini populer atau nggak. Pertama kali aku tertarik baca karena ada beberapa postingan di instagram yang captionnya tentang sebaris kalimat, “Perpisahan adalah upacara menyambut hari-hari penuh rindu. – Dilan”

Sudah sekian lama aku gak berkutat dengan novel lagi. Entah, mungkin karena sudah lelah dengan aktivitas di sekolah atau lebih tertarik membaca stories di sosmed. Atau bisa juga lebih tertarik ngobrol pake jempol. Pokoknya udah jarang banget baca novel, dan berujung pada : gak pernah lagi nulis cerpen. Kalo nulis blogpost ya seadanya aja gini. Gak pernah romantis lagi seromantis cerpen2 aku yang sudah2.

Tapi aku bukan mau bahas itu. Aku mau cerita tentang novel yang baru kutuntaskan tadi malam. Novel romantik remaja yang ditulis Pidi Baiq untuk mengenang perjalanan cinta Dilan dan Milea semasa SMA. Dalam hal ini aku bukan mau bikin resensi. Aku Cuma mau cerita.

Ini kisah masa lalu yang mau nggak mau buat aku teringat ke masa lalu juga. Dilan dan Milea bisa serta merta ngebuat aku ngayal mereka ada di dunia nyata. Entah gimana, Pidi Baiq dengan gaya nulisnya yang banyak banget kata “yaitu” nya itu berhasil bikin aku merasa masuk ke cerita. Aku bisa ngerasain suasana waktu Dilan, Milea dan kawan2 lagi nongkrong di warung Bi Eem. Aku bisa merasakan suasana Bandung zaman dulu dengan asrinya, dinginnya, jalan raya yang sepi. Aku bisa ngerasain suasana hati Milea yang bahagia di boncengan Dilan. Aku bisa merasakan setiap senti kerinduan Dilan pada Milea meski mereka baru saja bertemu. Dan pada akhirnya aku bener2 nangis karena bisa merasakan hampanya hari2 Dilan setelah mereka putus.

Ini kisah anak muda memang. Isinya tentang pasangan muda mudi yang jatuh cinta. Tentang dilema yang harus Dilan hadapi, antara Milea atau geng motornya. Tentang apa yang harus Dilan utamakan, cinta atau persahabatan.

Novel ini berhasil bikin aku senyum, sesekali nyengir, dan di beberapa bagian menangis.

Aku bukan tipikal orang yang terlalu perasa sebenarnya. Hanya saja ada beberapa kejadian akhir2 ini yang membuat sisi melankolisku mendadak muncul. Kupikir, saat suasana hatiku sedang baik2 saja, mungkin aku gak bakal nangis membaca ending cerita yang ditulis Baiq. Bayangkan, hanya dengan kalimat Dilan, “Semoga kita kuat ya, Lia.” Air mataku bercucuran. Entah. Bayangan masa lalu memang kerap membuat kita jadi seperti bukan diri kita.

Yang terbayang di kepalaku bukan melulu tentang masa lalu sebenarnya. Kalau boleh jujur, justru yang teringat dibenakku tentang masa lalu, hanya yang indah2 saja. Tentang cinta pertama yang gak pernah kesampean, tapi aku bahagia. Kurasa aku perlu sedikit cerita. Supaya nanti suatu ketika, aku punya bahan jikalah ada orang macam Baiq yang nyasar ke rumahku dan ingin tau kisah cintaku. :v

Masa putih abu2ku kuhabiskan dengan aktif di ekstra kurikuler sekolah, marching band. Namanya Bimanda. Bergelut di organisasi itu dari kelas X sampai XII ngebuat aku berjarak dengan teman2 sekelas. Aku lebih dekat dengan teman2 di Bimanda. Hari2ku habis di sekretariat Bimanda. Apa ini hanya karena aku memang menyukai dunia musik? Tentu saja bukan. Aku ke sekret hanya karena ingin melihat seseorang.

Demi kebaikan bersama, nama2 mereka yang terlibat di cerita ini kusamarkan saja ya. Hehe.

Di organisasi itu, seorang player (bukan karena dia playboy! Tapi di dunia marching band, pemain memang disebut player.) yang meniup trumpet telah mencuri perhatianku. Dia memang punya posisi bagus. Di beberapa display kami, ada part yang dia bermain solo. Itu mengagumkan memang. Aku yakin sekali banyak junior yang jatuh cinta padanya. Hanya saja, sayang sekali, dia sudah punya pacar saat itu. Dan pacarnya adalah seniorku di CG (Colour Guard). Hahaha. Lucu memang.

Paling nggak, akhirnya masa itu aku sudah tau rasanya gimana jadi seorang secret admirer. Wkwkwk. aku gak pernah pacaran dengan dia, tapi aku bahagia karena di hari2ku selalu ada dia. Nah loh. Enakan jadi gue kayaknya daripada pacarnya sendiri yang konon katanya lebih sering berantem daripada baikan. :v

Jadi kalo ini yang ada di masa SMA, kenapa aku bisa nangis ngebaca kisah Dilan dan Milea?

Aku terharu dengan keteguhan hati Dilan untuk tetap bersikap baik ke Milea, dan Milea yang juga bersikap baik ke Dilan setelah mereka berpisah dan gak ketemu beberapa lama.

Itu gak gampang. Paling nggak itu gak gampang kalo seperti yang pernah aku alami. Lost contact adalah pilihan paling bijak untuk menghadapi masa demikian. Masih enakan zaman Dilan dan Milea. Saat itu belum ada sosmed. Kalo mau komunikasian Cuma telepon rumah doang. Itu tuh masih enak tauk. Lah sekarang, kalo bener2 mau lost contact harus ngeblok segala sesuatu yang berkaitan dengan yang bersangkutan. Wiiihh. -_-“

Dan kemudian imajinasiku bermain kemasa dimana saat aku putus aku masih harus sering ketemu. Gimana aku bisa berjuang menyelesaikan hari saat aku harus benar2 kembali menikmati hidup pasca pisah. Gimana aku harus bisa bangkit dari segala keterpurukan yang pasti akan menghampiri jika itu terjadi. Ahh, untungnya itu hanya di imajinasi. Untungnya aku gak pacaran. Jadi aku gak bakal putus. Untungnya aku gak pernah memiliki, jadi aku gak bakal kehilangan. Ahh, alhamdulillah.

Membayangkan Dilan dan Milea dengan perpisahan mereka, dengan air mataku yang terus tumpah, aku teringat sebaris doa yang pernah ditulis Bang Zakaria, teman lamaku di S1, yang kemudian kubaca ulang sebelum aku tertidur karena kelelahan menangis.

“Jika dia memang adalah yang engkau pilihkan untukku, ya Rabb, mohon satukan kami dalam ridhoMu. Namun jika tidak, maka pisahkan kami dengan cara yang baik.”

Malam itu hujan deras. Tapi yang membasahi pipiku bukan tempias hujan, melainkan air mataku yang dibuat luruh oleh Dilan.[]