Bismillahirrahmanirrahim.
![]() |
Kolaborasi suami istri yang sama2 doyan jalan wkwk |
Setelah
sekian lama tenggelam dalam kehidupan rumah tangga dengan segala keriweuahnnya,
walhasil blog update tak muncul2. Hehe. Sudah itu, sedang keranjingan baca
komik di webtoon pula. Padahal dulu sempat uninstal sekian lama, eh, sekarang daku
kembali tergoda. Wkwk.
Aku
gak becanda waktu ngetik “rumah tangga dengan segala keriweuhannya” loh.
Ternyata kehidupan pasca menikah dengan kehidupan kita pra menikah itu sama
sekali berbeda. Kehidupan sebelum menikah jelas lebih simpel. Kenapa simpel? Karena
kita ngatur diri kita sendiri, mengurus diri kita sendiri, dan bebas melakukan
apapun yang kita suka. Contohnya kayak aku dulu. Aku beberes rumah kapan aku
suka. Nyuci baju, ngelap2 meja dan jendela, nyetrika, ganti seprei, ganti
gorden, dan sodara2nya itu semuanya ku-lakukan kapan aku mau.
Masak?
Ini salah satu kerjaan yang aku paling gak suka dari dulu. *Plak!* Gak tau
kenapa, aku memang lebih suka mengerjakan pekerjaan rumah yang lain daripada
berlama-lama di dapur. Sampai mamaku bilang, “belajarlah masak. Nanti belum
tentu suami-mu mau masakan orang, atau makan lauk kede.” Saking kepikirannya
sama apa yang dibilang mamak, sebelum nikah aku laporan sama si calon suami, “aku
gak pande masak, mas. Mas yakin mau nikah sama aku?” Do you know what the answer?
“Gak pande bukan berarti gak bisa. Lagian sekarang zaman online, mau masak apa
tinggal search. Lagian mas bisa masak kok.” Berkali-kali diomongin, dan
berkali-kali pula jawaban ngademin yang eke terima. Apa gak makin lope-lope
awak ya kan. Wkwkwk.
Dan
ketika akhirnya kami menikah, disinilah kisah perjuangan karena cinta itu
dimulai. *Hatsyim* Kemeriahan pesta pernikahan kami berlanjut dengan keriweuhan
hidup pasca menikah.
Di rumah bareng, kerja bareng. :v |
Oh
iya, aku tidak resign dari pekerjaan walaupun sudah menikah. Ini sudah menjadi
kesepakatan kita. Jadi setelah menuntaskan cuti menikah seminggu, kita kembali
pada rutinitas pergi pagi, pulang sore. Sama seperti sebelumnya.
Bedanya,
kalo dulu pulang ngajar sore, biasanya aku mandi, solat, makan, dan leha2 di
depan tv sampek ngantuk. Lah sekarang? Hahahahhaha. Disinilah perjuangan cinta
itu, kawan! Pulang ngajar, dengan lelah yang teramat, daku mandi, sholat, dan
kemudian berjibaku di dapur. Masak. Iya, MASAK. *Bukan gak ngeri. Wkwkwk.
Gak
tau deh ya. padahal dulu mamaku juga kek gitu. Pulang kerja sore, masak
jugaknya. Biasa aja tuh. Tapi pas aku yang ngalamin kok rasanya gimanaa gitu
ya. Hahahaha. Makanya wahai para anak gadis, terbiasalah dengan dapur. Karena begitu
menikah, kamu gak akan tega lihat suamimu kelaparan. Rasa gak tega itu muncul
karena cinta. Jadi kalo udah gitu, ya mau gak mau ke dapur jugak lah awak ya
kan.
Di
bulan-bulan pertama pernikahan, aku sampek ngebikin suamiku makan malam jam 10
malam. Situ orang udah mau tidur, situ baru makanannya siap. Kadang-kadang,
kalo pas capek kali, aku minta mas bantuin bikin martabak aja. Parahnya, pernah
pas kecapekan kali, habis maghrib aku ketiduran. Bangun-bangun mas udah siap
makan pake telur ceplok. T_T Maka dari itu, kembali lagi kuingatkan wahai para
anak gadis diluar sana, belajar akrab sama dapur dan masak memasak ya, dek. Percayalah,
walaupun kita perempuan mandiri, bisa cari duit sendiri, ternyata juga akan
merasakan “sakitnya tuh disini” kalo ngeliat suami makan pake telur ceplok
doang. Walaupun dianya juga gapapa, karena tau kita capek banget. Tapi bener,
nancepnya tuh di dada. Cius!
![]() |
Zaman masih muda.. :v |
Dulu,
waktu mamaku bilang, “belajar masak lah, ci. Nanti ... bla..bla..bla..” Aku
cuman mikir, kenapa sih, aku udah sekolah tinggi-tinggi, punya karir, masih
tetaaapp aja ujungnya ke dapur. Dulu aku yang sok paten ini mengira, yang
penting kita punya uang, jadi bisa dipake buat bayar ketring, atau beli
makanan, atau bayar orang buat masak di rumah. Apalagi kan kalo udah seharian
kerja, udah capek, masa iya sih masak lagi? Gue Lita, bukan Samson. Tenaga dari
mana?
Tapi
ternyata benar. Aku gak pande masak. Tapi suamiku lebih memilih makan hasil
masakanku dari pada beli makanan diluar. Bahkan aku pernah nawarin buat ketring
aja, tapi suamiku malah bilang, “kalo adek capek, mas bisa kok masak.” Apa gak
makjleb kali. Manalah ambo tega, uda. T_T
Jadi
keriweuhan kehidupan rumah tangga yang kuhadapi adalah rutinitas seperti ini :
Bangun
pagi – Berangkat kerja – Pulang kerja – mandi – sholat – makan makan – masak
(buat sarapan dan bekal makan siang besoknya). Dan ini adalah siklus yang
berulang setiap hari. Sesekali diselipi dengan cuci baju, nyetrika,
ngelap-ngelap, ngepel, dan seterusnya, dan seterusnya.
Memang
harus kuakui, rumahku dari berbagai sudut gak akan bisa serapih, sebersih, dan
seelok para ibu yang memilih untuk mengabdikan diri sepenuhnya di rumah. Semampunya,
aku berusaha untuk menjadikan rumahku surgaku. Tapi apa daya, rutinitas
pekerjaan yang memaksa aku untuk hanya punya waktu di rumah dari jam setengah
tujuh sore sampai setengah tujuh pagi esok harinya berujung pada kesimpulan
seperti di atas ; “rumahku, sebagai seorang ibu bekerja, tidak akan serapih
rumah milik ibu rumah tangga.”
Namun
demikian, hidup adalah pilihan. Mas suami dan aku sepakat bahwa aku adalah ibu
bekerja. Maka kami secara otomatis bekerja sama disemua bidang, segala aspek. Mulai
dari hal ribet, sampai hanya sekedar hal remeh temeh kayak ngecek seluruh pintu
rumah sebelum tidur. :v
Mas
suami memaklumi aku, dan aku memakluminya. Aku menghargai pemaklumannya atasku
; kayak aku yang mengkek minta dikawanin berjibaku di dapur walaupun cuman jadi
penonton. *Padahal jelas banget dia pengen nonton ILC. Wkwk. Karena ya kapan
lagi coba kita ngobrol?* Dan dia menghargai pemaklumanku atasnya ; pengen
dilayani kayak raja, karena dia memang adalah raja di rumah kami.
Saling
memahami dan memaklumi itu indah, Marimar.
Kembali
lagi, menjadi ibu bekerja atau ibu rumah tangga, keduanya adalah opsi yang kita
pilih bersama pasangan. Menjadi ibu bekerja, berarti keduanya harus rela untuk
bahu membahu mengurus rumah bersama. Menjadi ibu rumah tangga, berarti sumber
penghasilan keluarga hanya dari suami saja. Keduanya sama-sama baik. Tinggal memilih
saja.
Tapi
sayang-sayangkuh, my dear, para anak gadis diluar sana yang kelak akan menjadi
seorang istri, kakak ingatkan, apapun pilihan yang kelak kamu dan suamimu
ambil, kamu tetap harus punya kemampuan, punya keahlian untuk mengerjakan
hal-hal mendasar dikeluargamu kelak. Salah satunya masak. Soalnya dek, ternyata
ibu negara aja, yang suaminya itu presiden, blio juga masak. Nah apalagi kita
ya kan?
Setiap
istri, baik dia ibu bekerja atau ibu rumah tangga, harus bisa masak, dan harus
bisa dandan. Jangan sampai karena keasikan ngurus pekerjaan, si ibu bekerja
lupa caranya masak. Juga jangan sampai karena terlalu seru menata rumah dan
memasak, ibu rumah tangga lupa caranya berdandan. Suami butuh dimanjakan mulai
dari mata sampai ke perut. Bayangin gimana pahalanya kalo suami ridho sama
kita.
Ini
hanya uneg-uneg ibu bekerja yang mungkin udah basi banget di kalangan pe-rumah
tangga-an. Kalo gak dituliskan rasanya sayang, mumpung idenya datang, dan
mengingat blog udah sawangan, kelamaan gak dipegang. Maka dari itu, selamat
membaca, semoga menginspirasi.
![]() |
Ini editan, Fergusso. Jangan percaya kali. Wkwk. |
Kecup
manja buat ibu bekerja dan ibu rumah tangga yang berjuang demi cinta! Mwwaaahh...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar