Minggu, 04 Desember 2011

Hadits Cinta


Assalamualaikum..
Hari ini aku masuk siang, artinya aku punya banyak waktu untuk menulis. Ya, aku sudah berusaha untuk eksis menulis di blog, karena aku masih rada2 gak pede buat mosting tulisanku di fesbuk dan nge-tag orang2. Aku ngerasa kalo nulis di fesbuk dan ngetag orang, aku harus menyiapkan tulisan yang bener2 bergizi n bermanfaat. Bukan hanya tulisan yang lebih mirip curhatan begini. Ups, udah jam 11.44 AM, aku harus bersegera menulis poin tulisan ini sebelum waktunya semakin mepet.

“Jika  salah seorang diantara kalian mencintai saudaranya, maka hendaklah ia menyatakan kepadanya.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud dan Bukhori)

Aku membaca hadist ini di sebuah buku yang kalau tidak salah judulnya Catatan Harian Muslimah Bercadar. Aku tersenyum membaca hadits ini. Sudah banyak kutemui mereka yang sangat terbuka akan perasaannya dan mereka yang  malu untuk mengakui perasaannya sendiri. Lumrah. Itulah manusia.

Dulunya aku berpikir, jika kita dengan mudah mengungkapkan perasaan kita, kita akan dinilai tidak punya malu. Lhoo? Entahlah.. Yang jelas, bukan hanya aku yang berpikir demikian. Bahkan aku pernah membaca di sebuah buku agama, kalau kita harus menjaga hati kita. Jangan memiliki perasaan yang tidak2 kepada mereka yang bukan mahrom. dengan kata lain, kita tidak boleh mengungkapkan perasaan kita dong. Yaa.. Bahkan sampai sekarang aku juga masih berpikiran sama, namun tidak begitu ekstrim setelah aku tahu hadits ini.

Aku punya pemikiran sendiri mengenai makna hadits tersebut. Hmm, aku memang bukan ahli agama apalagi ahli pemikir filsafat. Aku hanya calon sarjana Ekonomi Islam. Bukan kapasitasku memang berbicara masalah makna atau tafsir hadist, tapi sependek pegetahuanku, cinta itu adalah anugerah dan fitrah kita sebagai manusia. Bukan hal yang tabu jika kita mencintai orang yang belum menjadi mahrom kita. Namun, harus dengan batasan2 tertentu yang dapat kita simpulkan sendiri. Aku yakin kalian lebih paham dari pada aku. Nah, mengenai pengungkapan, kurasa hadist itu berlaku untuk benar-benar serius untuk meng-khitbah. terkhusus untuk mereka yang akan atau sedang menjalani prosesi ta'aruf. 

Alasan sederhanaku, kalau saat kita memiliki perasaan berbeda dengan seseorang, dan sebut sajalah itu hanya cinta semu atau cinta monyet, atau cinta sesaat, atau apapun itu, dan segera menyatakannya, apa kita tidak sedang mengobral cinta? Karena jujur saja, selama kita hidup sampai sebelum kita menikah, kita pasti beberapa kali terjerat pada cinta yang berbeda. Yaaa... Kita tahulah, sebagai cewek2 yang amat sangat lemah di telinga alias pantang banget di puji dan  mendengar kewibawaan yang dipancarkan seorang adam, kita pasti langsung melayang dibuatnya. Walau hanya sekejap saja, tapi tetap, kalau diartikan, jatuh cinta juga toh? Nah, lain lagi dengan si adam, biar kata udah punya pacar #apaan sih?# kalo ngeliat hawa yang "menarik" pasti akan ada getar2 halus yang menyusup ke relung jiwanya. Untuk itu, jangan terlalu mudah menyatakan cinta. Boleh jadi cinta yang kita rasa itu hanya sementara. Wa'allahua'lam Bishowab.

1 komentar:

  1. Menurut saya hadits diatas bermakna lebih umum, seperti cinta pada sahabat, kerabat, atau keluarga. Sebab tak banyak dari kita malu untuk mengatakan cinta secara langsung.

    Padahal pernyataan cinta secara langsung inilah yg dapat menumbuhkan, menyegarkan, mempererat kembali tali kasih (silaturrahim) antara kita dengan manusia.

    Wallahu a'lam...

    (ini sekalian blogwalking, salam blogger) ^_^

    BalasHapus