Assalamualaikum…
Halo, apa kabar? Semoga selalu
baik. ^_^
Malam ini, setelah berliter-liter
air mata yang kutumpahkan, aku merasa harus membagi sedikit cerita dengan
kalian. Sekilas tentang makna kesempatan, keinginan, dan keputusan. Mencoba mengurai
makna yang terkandung didalamnya.
Bukan. Aku bukan ingin
mengurainya dengan jawaban pasti. Ini hanya sekedar sudut pandang. Mungkin bisa
kita sebut dengan seutas pemahaman baru.
Novel itu, kawan, berhasil mengobrak abrik emosiku. Banyak
hikmah didalamnya. Banyak pelajaran yang bisa kita jadikan pertimbangan
seandainyapun kita tak sepakat. Novel itu,
telah memaksaku untuk menciptakan hujan di seputaran mata. Akan kubagi kisahnya
dengan kalian.
“Tak ada mawar yang tumbuh
ditengah Tegar-nya Karang”.
Harus mendengar lelaki lain
mengutarakan cintanya pada orang yang telah dua puluh tahun kau inginkan untuk
menjadi pendampingmu. Dan melihat senyum bahagia dari gadis itu. Senyum bahagia
menyambut lelaki yang bahkan baru dikenalnya selama dua bulan.
Dua bulan miliknya sama dengan
dua puluh tahun milikmu.
Yang ada kemudian adalah kau
ingin menghilang. Tak lagi ingin bertemu dengan mereka. Ingin menjauh
sejauh-jauhnya. Lari hingga tak tergapai lagi.
Itulah hal yang dilakukan Tegar
Karang, setelah Nathan merebut Rosie-nya.
Kemudian apa?
Kau fikir dengan lari kau bisa
melupakannya? Bisa hidup dengan cerita baru yang bangun sendiri dengan mudah? Dapat
melepaskan gurat wanitamu dari setiap sudut kamar? Kau bisa melangkah
menyongsong hari baru tanpa jejaknya? Tidak!!
Selama lima tahun. Lima tahun
bayang-bayang Rosie terus membayangi Tegar. Bayangan yang sangat ingin
dibencinya. Terseok, Tegar melalui harinya. Merangkak disesaknya gorong-gorong
waktu yang dipenuhi rasa sakit, gelisah, tak bisa tidur, rindu dan benci.
Lima tahun!!
Lima tahun yang berharga pada
akhirnya. Dalam sesak itu, ia kemudian mengerti. Yang ia butuhkan hanya
berdamai dengan masa lalu, bukan melupakannya. Berdamai. Cukup. Dan ia bisa
melanjutkan hidup dengan lebih baik.
Berdamai dengan masa lalu pula
yang menguatkan hati seorang gadis kecil, kuntum ketiga Rosie dan Nathan, Yasmine
nanti untuk memaafkan pelaku bom di Jimbaran yang merenggut ayahnya. Dengan kalimat
yang sungguh akan meluluhlantakkaan kesombongan hidup.
“Kata paman tegar, kami tidak
boleh membenci om.tak boleh sedikitpun. Meski..meski…” Gadis kecil itu terisak.
“Jasmine… Jasmine tidak akan membenci. Karena Jasmine percaya apa yang Paman Tegar
bilang. Sungguh percaya. Ayah, kata Paman Tegar, ayah akan tersenyum senang di surga
kalau Yasmine bisa memaafkan om.”
Ya, semua yang Yasmine lakukan
acap kali mengundang keharuan luar biasa. Tapi dalam cerita ini, biarkan aku
meng-ekplor kisah Tegar. Kisahnya yang membuat kita mengerti apa arti
kesempatan, kemaafan, dan keputusan. Maka, simaklah.
Kehadiran Sekar, dalam hidup
Tegar membuat kita akan mengerti makna kesempatan.
Setelah enam tahun Sekar menjadi
pendengar setia Tegar tentang cerita Rosie-nya. Tentang empat kuntum bunga
Rosie yang manis, Anggrek, Sakura, Jasmine dan Lili. Tentang betapa ia tak
pernah punya kesempatan untuk bersama wanita yang selama dua puluh tahun ia
inginkan. Tentang masa lalu yang tak lagi ingin ia lupakan. Berujung pada
komitmen mereka untuk membangun hubungan yang lebih seirus.
Sekar sangat mencintai Tegar. Sangat.
Dan Tegar, ia juga mencintai Sekar, meski dengan pengertian yang berbeda.
Tapi setelah bom jimbaran itu,
bom yang meluluhlantakkan keluarga Rosie. Menghancurkan kebahagiaan rumah
tangga yang selama tiga belas tahun terakhir diberkahi intensitas kebahagiaan
tinggi. Semua konstan berubah.
Nathan meninggal. Rosie sangat
terpukul sampai harus dirawat di panti rehabilitasi karena mentalnya terganggu.
Dan ke-empat kuntum itu, bunga kebahagiaan itu harus dirawat oleh Tegar. Sosok om,
uncle, paman Tegar dengan hatinya yang luas menjadi pengganti ayah sekaligus
ibu bagi mereka, anak-anak Rosie dan Nathan.
Dengan segala keluguan anak-anak,
Tegar tahu mereka sangat mencintainya. Dan Tegar pun sama. Sampai ia harus
menunda rencana pernikahannya dengan Sekar. Menerima itu, Sekar hanya berharap
Tegar akan memenuhi janjinya setelah Rosie pulih.
Tapi nyatanya, Tegar tak
menganggap ia pernah berjanji dan tak akan pernah mengingat janji yang tak
pernah ia ucapkan. Sekar yang telah lelah menanti akhirnya memutuskan untuk
menikah dengan orang lain meski ia tak mencintainya. Mendengar kabar ini,
akhirnya Tegar sadar akan janjinya. Ia menemui Sekar di malam pertunangannya
dan memintanya untuk memberinya kesempatan untuk menunaikan janjinya dulu.
Dan ya, Sekar membuat satu
keputusan untuk kesempatan baru.
Tegar, ditengah keyakinannya
untuk menikahi Sekar, terpaksa harus mengetahui kalau Rosie, dulu –dan kini-
juga mencintainya. Tegar terlalu mencintai Rosie sampai Rosie tak pernah diberi
kesempatan untuk menyadari perasaannya terhadap Tegar. Keberadaan Tegar yang
selalu ada saat Rosie membutuhkan tak pernah menyisakan ruang untuk Rosie
menyadari kalau ia mencintai Tegar. Disini, jarak mungkin adalah hal terbaik
yang dapat dilakukan untuk mendeteksi rasa kehilangan. Dan ini pula yang tak
pernah Tegar lakukan sampai Rosie harus direbut olehh sahabatnya sendiri, Nathan.
Tapi sambil terus meyakinkan hati, Tegar tetap pergi untuk Sekar. Sekar telah
membuat keputusan penting untuk satu kesempatan menjemput kehidupan bersamanya.
Tak seperti ia yang tak pernah punya kesempatan. Sekar memilikinya. Dan ia
mencintai Sekar, meski dalam pemahaman cinta yang berbeda.
“Tak ada mawar yang tumbuh
ditengah Tegar-nya Karang”.
Dipernikahan yang sacral itu,
Sekar tiba-tiba meminta Tegar untuk menikahi Rosie setelah potongan-potongan mosaic
yang diciptakan Lili, kuntum bunga terakhir Rosie berkata dengan isak tangis
pilu yang menyayat, “Lili tidak ingin memanggil paman tegar dengan sebutan Om seperti
Kak Anggrek, atau Uncle seperti Kak Sakura, atau Paman seperti Kak Yasmine.
Lili ingin memanggil Paman dengan sebutan Papa Tegar”.
Potongan gambar Rosie yang
menarik paksa Lili dari pelukannya di kaki Tegar dan membawanya keluar dari ruangan
itu. Dan mosaic dari siluet Anggrek, Sakura dan Yasmine yang mengikuti ibunya
keluar. Sontak Sekar mengejar
langkah-langkah kaki itu. Menarik paksa Rosie kembali ke tengah ruangan dan tergugu mengisyaratkan Tegar untuk menikah
dengan Rosie.
“Dua puluh tahun kelak, aku pasti
akan menyesali telah melakukan ini, Tegar. Tetapi, dua puluh tahun kelak pula,
aku pasti lebih menyesali jika tak melakukannya. Menikahlah dengan Rosie,
Tegar. Menikahlah. Pagi ini aku paham, aku mengerti kalian memang ditakdirkan
bersama sejak kecil. Aku sungguh akan belajar bahagia menerimanya, dan itu akan
lebih mudah dengan pemahaman yang baru. Aku akan baik-baik saja. Menikahlah!”
Sungguh saat itu Tegar mengerti
arti sebuah kesempatan.
“Mawar akan tumbuh di Tegar-nya Karang,
jika Kau menghendakinya.”
ahh, si adek ni, bikin penasaran mau baca...
BalasHapusbesok mau barteran novel sama bg jali kak.. kakak kalo mau pinjem juga harus barteran. hahahahaa.. :D
BalasHapus