^_^
Tes!
Aku
seolah bisa mendengar bunyi lelehan keringat yang jatuh dari dahi menuju
lenganku. Tidak, bukan karena cuaca kotaku yang sedang panas, bukan pula karena
aku sedang berolahraga keras untuk menurunkan berat badan yang belakangan
menunjukkan kenaikan yang signifikan. Bukan itu. Aku tengah dilanda cemas luar
biasa. Ini adalah detik-detik penentuan aku bisa wisuda bulan ini atau tidak.
Kulihat
dosen pembimbing yang sedang membolak-balik halaman skripsiku. Meneliti dan
mencari-cari kesalahan yang mungkin ada. Sesekali keningnya berkerut sambil
menari-narikan penanya di atas lembaran putih nan tebal itu. Aku semakin gugup.
Aku tahu masih banyak kesalahan yang ada karena aku tidak terlalu memperhatikan.
Tapi, tolonglah. Besok adalah hari terakhir untuk mendaftar menjadi peserta
ujian komprehensif yang juga merupakan persyaratan kelulusan. Kalau skripsiku
tidak di ACC sekarang, aku takkan bisa mendaftar besok.
“Kenapa
gelisah sekali, Lita?” Bu Yenni, pembimbingku mengalihkan wajahnya dari
tumpukan kertas skripsi ke arahku. “Besok hari terakhir pendaftaran ujian komprehensif,
ya?” sambungnya.
Melihatku
yang mengangguk pasrah, beliau tersenyum.
“Selesaikan
saja dulu revisinya. Kalau sudah rezeki untuk wisuda bulan ini, insya Allah
bisa, kok. Lagian, Lita belum genap empat tahun kan, kuliahnya?”
Ahh,
kalimat itu.
Aku
melangkah keluar dari ruangan Bu Yenni gontai. Aku memang masih bisa
memperbaiki semua kesalahan itu segera, tapi kapan aku bisa bertemu Bu Yenni
lagi? Bukannya beliau cuma ada di kampus sekali seminggu? Sementara besok,
kalau aku tidak bisa daftar, otomatis aku takkan bisa wisuda.
Kuhempaskan
tubuhku di kursi tunggu di lobby fakultas. Pupus sudah harapan bisa
menyelesaikan studi strata satu dalam kurun waktu tiga setengah tahun.
Kuakui,
aku memang terlalu santai mengerjakan skripsi ini. Harusnya dari
kemarin-kemarin aku sudah bimbingan dan meneliti lagi setiap kalimat di
skripsiku, agar tak ada yang salah tulis atau salah analisa lagi. Mestinya
kemarin aku tidak menganggap program pengerjaan skripsi itu mudah. Nyatanya,
satu semester masih belum cukup untuk merampungkannya. Dan aku sudah diujung
tanduk. Jika tidak bisa menyelesaikan S1 bulan ini, artinya kerja kerasku
memperjuangkan semuanya agar bisa selesai dalam tiga setengah tahun, percuma.
Dan semua itu disebabkan oleh satu kata : sepele.
Aku
terlalu abai dengan skripsi-ku belakangan ini. Saat harusnya tengah
getol-getolnya revisi, aku malah menyempatkan diri untuk ikut pelatihan jurnalistik
di Sumatera Barat selama seminggu plus liburan ke Riau selama lima hari. Dua
belas hari terlewati tanpa sedikitpun menyentuh naskah skripsi yang harusnya
sudah selesai kurevisi.
Dan
sekarang, aku dihadapkan pada kenyataan kalau aku tidak bisa wisuda bulan ini
karena abaiku, karena acuhku sendiri.
Tes!
Kali
ini bukan lagi tetesan keringat, tapi airmata. Ya, aku menangis. Sedih sekali
rasanya jika perjuanganku selama lima bulan terakhir berujung sia-sia hanya
karena dua belas hari. Separah itukah dampak dua belas hari terhadap lima bulan
kemarin?
Ditengah
sedu sedan yang kubuat sedemikian rupa untuk mendramatisir keadaan, ponselku
berdering. Ada pesan masuk.
“Bsk,
jam 9 pagi ibu tunggu di ruangan. Pstikan tdk ada yang salah lagi, ya.”
Bu
Yenni.
Ohh
Tuhan, besok. Penentuannya adalah besok. Ini kesempatanku. Terimakasih , Allah,
telah membukakakan hati Bu Yenni untuk menerimaku bimbingan besok. Padahal
harusnya, minggu depan ia baru bisa ditemui.
Semangatku
menggebu lagi. Paling tidak, kini aku punya harapan. Kuhabiskan waktu semalam
suntuk untuk membaca ulang dan memperbaiki kalimat-kalimat yang keliru dan
analisa-analisa yang dangkal. Kuperhatikan lagi coretan-coretan yang dibuat Bu
Yenni tadi siang, lantas kurevisi. Ternyata semangat menggebu juga tidak bisa
merubah kantuk dan lelah menjadi tetap segar. Aku tertidur di depan laptop yang
masih menyala tepat saat aku mendengar adzan Subuh.
Dan
tepat pukul 11 esok paginya, aku keluar dari ruangan Bu Yenni dengan senyum
lebar. Terlukis tiga huruf yang kuincar dengan manisnya di skripsi yang ku
genggam, ‘ACC’. Kerja kerasku selama lima bulan terakhir serta malam panjang
yang kulewatkan dengan revisi habis-habisan, tidak berakhir sia-sia. Setelah
mendaftar ujian komprehensif, langkah untuk menuju gerbang sarjana tinggal dua
saja, lulus ujian komprehensif dan sidang munaqasyah.
Aku
mengulum senyum. Kejadian sebulan bulan lalu itu sungguh masih bisa membuatku
merasakan sensasi-sensasinya. Masih bisa merasakan degup jantung yang tak beraturan
saat tahu akan kemungkinan tidak bisa wisuda bulan itu, juga masih bisa
merasakan sensasi dinginnya keringat dan air mata yang menetes di lengan. Tapi
semuanya terbayar sudah.
Pesan moralnya,
jangan menganggap remeh suatu hal, apapun itu. Karena mungkin akan berdampak
pada keberhasilan yang dituju. Dan pastikan semangat tetap menyala di saat
paling krisis sekalipun, karenatak ada yang mustahil jika Tuhan sudah berkehendak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar