Jumat, 12 Februari 2016

MY JOURNEY - EXPLORE SAMOSIR

Pantai Pasir Putih Parbaba
“Alkisah pada zaman dahulu, hiduplah seorang putri yang tinggal di langit. Ketika akan dijodohkan dengan seorang pangeran, ia menolak entah karena alasan apa. Lantas ia meminta kepada raja langit untuk menurunkannya ke bumi dan diberi sebuah tempat untuk berpijak. Diturunkanlah ia, dan ditempatkan disebuah pijakan bernama pusuk buhit.”

Kami mendengarkan cerita Pak Dardi dalam senyap. Entah karena memang khusu’ mendengarkan atau karena kedinginan plus lapar. Langit masih gelap ketka kami memutuskan keluar kamar hotel untuk menikmati udara pagi Pulau Samosir. Lampu-lampu dari seberang danau Toba Nampak cantik. Maka kami berleha-leha di tepi Danau depan hotel setelah menyusuri jalan melihat-lihat pemandian Hot Spring Aek Rangat yang akan kami kunjungi nanti.

“Katanya ada naganya ya pak, di Danau Toba ini?” (Aku lupa siapa yang nanya ini. hehe)

“Jadi dulu, saat puteri langit diturunkan ke pusuk buhit, ia diganggu oleh seekor Naga yang memang tinggal di daerah sini.  Tapi melihat puteri makan sirih, dan mengeluarkan warna merah, sang Naga heran dan bertanya apa yang dimakan puteri sehingga liurnya bisa berubah merah. Puteri berkenan memberitahu hanya jika naga bersedia keempat kakinya diikat. Naga bersedia. Sayangnya, setelah kaki Naga diikat, puteri ingkar janji. Ia tetap tidak memberitahu Naga.”

“Nah, setelah sekian lama, ternyata sang puteri tadi bertemu kembali dengan pangeran yang akan dijodohkan dengannya. Singkat cerita akhirnya mereka menikah, dan lahirlah empat anak yang nantinya menjadi asal muasal suku Batak. Sementara naganya dilepaskan oleh anak mereka yang bernama Sinaga, dan diperintahkan untuk menjaga perairan Danau Toba,” tutup Pak Dardi.

Ini perjalanan kedua kami ngetrip bareng. Setelah kemaren menuju 5 destinasi seru, Garoga, Simarjarunjung, dan Tugu Pahlawan Tiga Ras, sekarang kami melakukan perjalanan menyusuri keindahan Pulau Samosir.

Tujuan awal kami sebenarnya adalah Pantai Pasir Putih Parbaba. Pantai? Iyap, lokasinya disulap seolah menjadi pantai. Tapi airnya tetap perairan Danau Toba. Jadi asik banget buat dipake berenang. Pasir-pasir di tepiannya persis pantai. Pokoke top markotop dah. Sayangnya moment ngetrip kita kemaren bertepatan dengan liburan panjang imlek. Jadi pas nyampe lokasi kita menemukan Pantai pasir Putih Parbab sudah berubah menjadi lautan manusia. Padat luar biasa. Pas banget waktu ngecek kamar hotel, full semua. Kalo nggak, nggak kebayang gimana seseknya kalo mau jebar jebur besok.


Gak berapa jauh dari pasir Putih Parbaba, kita nemu pantai dengan keindahan yang sama. Gak tau sih namanya apa, tapi kayaknya masih satu areal sama Pantai Pasir Putih Parbaba. Tapi kali ini sepi. Langsung deh kita main di pasir, nyobain airnya, dan foto-foto. Heran juga sih, kok bisa ya disini sepi? Tapi ah, bodo amat, kita manfaatin banget moment yang ada buat bersenang-senang. Padahal hotel tempat kita mau nginap masih setengah jam perjalanan lagi.

Puas jepret-jepret, kita jalan lagi. Eh, nggak ding, sebenernya belom puas, tapi karena udah disuruh masuk mobil lagi, yaudah deh. Hahaha. Kita menyusuri lagi jalan kecil dengan pemandangan Danau Toba disebelah kanan, dan pepohonan di sebelah kiri sampai memasuki wilayah Pangururan. Dan sampailah kita di penginapan, Hotel Sitio-Tio yang tepat berada di kaki gunung Pusuk Buhit.

Tepat di depan hotel kita, ada pemandian Hot Spring Aek Rangat. Pemandian air panas belerang yang bersumber dari Gunung Pusuk Buhit. Esok paginya kita sengaja nggak mandi di hotel, tapi langsung ke Hot Spring. Enak bener. Pagi-pagi udah berendem di kolam air panas. Kayak sauna. Hehehe. Belerangnya gak terlalu menyengat kayak pemandian Sidebuk-Debuk. Terus waktu kita datang, kebetulan belum ada orang. And thank God, pemandiannya dipisah laki-laki dan perempuan. :D

Capek berenang di Hot Spring (berenang gaya batu), kita nyemplung ke Danau Toba. Niatnya sih, cuman mau melunturkan aroma belerang yang nempel di baju. Tapi kok betah ya? Jadilah kita berenang (masih dengan gaya batu) sepuasnya. Awalnya cuman nyemplung bertiga, tapi ngeliat kita yang hepi banget di dalam danau, akhirnya Pak Dardi sama Pak bembeng tergida juga. Nyemplung lah mereka. Nggak lama mereka nyemplung, kita bertiga naik. Aahahha. Mereka juga naik jadinya.

Kita check out sekitar jam 11 siang. Kita memilih balik ke Medan dengan jalur berbeda dari waktu kita dating kemaren. Kalo kemaren dari Prapat, terus nyebrang pake feri. Pulangnya kita ambil jalan darat. Menyusuri kaki gunung Pusuk Buhit, melewati Menara Pandang Tele, teruus ke Sidikalang, Merek, Kabanjahe, Brastagi, Medan. Kalo aja kemaren harinya cerah, nggak berkabut, nggak mendung, pasti banyak banget spot yang kita singgahi buat foto-foto. Kemaren sayang banget. Pas nyampe Tele, kabutnya tebal, tengah hari kayak jam 6 sore. Jadi kita nggak mampir. Karena percuma, nggak bisa mandang apa-apa juga.

Katanya emang gitu, kalo Imlek, biasanya hujan. Dan lagi kan kita lagi kena fenomena angin yang entah gimana ceritanya bisa ngebikin bulan Februari jadi musim penghujan. Seperti yang dilansir dari beritasatu.com “Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa Indonesia akan memasuki puncak musim hujan pada Januari-Februari 2016. Berdasarkan pantauan BMKG, musim hujan di wilayah barat Indonesia selatan khatulistiwa akan berlangsung hingga Juni 2016, meski sejak Maret 2016 akan mengalami tren penurunan intensitas.

Jadi ya gitu, kita jadi nggak bisa memanfaatkan libur tanggal merah kemaren dengan sebaik-baiknya gegara cuaca buruk. Eh, bulan depan ada tanggal merah lagi kan ya? Semoga intensitas hujan menurun dan hari secerah hatiku yang baru pulang piknik. Hehe. :D

Well, perjalanan kita yang kali ini berdelapan, komplit dengan beragam karakter. Ada dua orang yang gak berhenti ngomong, yang satu cerita tentang sejarah dan cerita rakyat setempat, ada yang sibuk menghina dinakan dirinya sendiri. Hahahaa. (Tapi banyak kali jasanya samaku. Wkwkwk.) Ada Bu Lis yang rajin kali ngecek makanan, jadi kami nggak kelaperan. Ada Bu Alfi yang ngajarin aku ngomong sama om bule. Ada Pak Turut and family yang udah berkenan ngajakin kita ngetrip. Gak jadi ikut serta di acara Jambore Hizbul Wathan di Padang Sidempuan ternyata mengandung banyak hikmah. Hahaha.. :D


Eh, bulan Maret ada tanggal merah. Kemana kita? :v

4 komentar:

  1. Seru ya kayanya kalo jalan-jalan ke tempat yang ada legendanya gitu :D Viewnya juga cakep.
    Bulan Maret liburan ke tempatku aja sist, di Lombok :v

    http://dhynasaurus.blogspot.co.id/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lombok kejauhan sis. saya mau explore sumatera utara sampe ke sudut2nya dulu. hehe..

      segera BW.. :D

      Hapus
  2. Jalan-jalannya sambil belajar sejarah dan legenda gitu ya :) menarik mbak :D

    BalasHapus