Praktik
Baik Pembelajaran
Bismillahirrahmanirrahim.
Perkenalkan,
saya Guru Lita, dari Medan.
Tapi
baiklah, saya tidak bisa bingung berlama-lama. Saya mulai aktivitas belajar
daring dengan membuat grup belajar di aplikasi Whatsapp. Ini juga awalnya
sulit, karena saya tidak punya nomor kontak seluruh siswa saya yang memiliki
aplikasi WA. Sementara mereka sudah tidak boleh lagi datang ke sekolah, dan
saya pun tidak bisa mengunjungi rumah mereka. Akhirnya grup belajar WA kelas
yang saya buat cukup memakan waktu lama untuk mengakomodir semua nomor kontak
siswa saya.
Awalnya
grup belajar kami ramai sekali. Para siswa bersemangat dan selalu aktif
belajar. Namun, seiring waktu, minggu berganti bulan, hanya menjawab salam saya
hanya beberapa orang saja. Kembali, saya bingung. Rasanya, saya sudah berusaha
selalu tepat waktu dalam menyapa siswa-siswa saya, sudah berusaha membuatkan
cara belajar yang menarik, dan menebarkan kata-kata positif untuk membangkitkan
semangat. Tapi kenapa semakin hari grup belajar semakin sepi?
Saya
kemudian berfokus pada mengasah kemampuan saya. Saya mengikuti bimtek dan
diklat Guru Pembelajar Seri Masa Pandemi Covid 19 yang diselenggarakan
Kemdikbud. Alhamdulillah, saya mendapatkan ilmu dan inspirasi dalam
mengembangkan rencana pembelajaran jarak jauh. Meski dalam proses pembuatannya
tentu tak serta merta langsung sempurna.
Saya
mulai melakukan perbaikan-perbaikan agar murid-murid saya mendapatkan
pembelajaran yang bermakna. Diawali dengan mengetahui kondisi mereka di rumah.
Apa yang mereka lakukan, apa pekerjaan orang tua mereka, apakah mereka mampu
untuk membeli kuota, atau adakah yang mendampingi mereka belajar.
Saya
menemukan banyak sekali kejutan. Ada yang tidak bisa belajar karena harus
menjaga adik, karena ibu harus berjualan disebabkan ayah kehilangan pekerjaan.
Ada yang harus ikut bekerja bersama ayah yang seorang nelayan, ada yang
terpaksa menjual handphone karena tidak punya uang. Saya terenyuh. Sungguh
pandemi ini menyisakan cerita-cerita sedih.
Saya
tak habis akal. Murid-murid saya tetap harus belajar dan mendapatkan
pembelajaran yang bermakna. Maka saya membuat rancangan pembelajaran jarak jauh
yang menyenangkan. Saya tidak mematokkan murid-murid saya harus memahami materi
yang saya ajarkan dengan sempurna, tapi saya lebih menekankan pada mereka bahwa
pembelajaran tidak hanya apa yang ada di buku, tapi lebih kepada apa yang
mereka hadapi sehari-hari. Kebermanfaatan mereka di tengah-tengah masyarakat.
Anak-anak usia sekolah menengah seperti mereka mungkin tidak bisa berbuat
banyak di masyarakat saat ini, namun di keluarganya, mungkin kehadiran mereka
di rumah sangat membantu.
Rencana
pembelajaran yang saya rancang selama 4 pertemuan berisi tentang Mobilitas
Sosial. Di pertemuan pertama, saya meminta siswa saya untuk mengamati
sekitarnya, melihat apa yang berubah dari sebelum pandemi hingga pandemi
melanda. Apa yang berubah dari kehidupan mereka. Dan apa yang mereka rasakan,
bagaimana perasaan mereka dari sebelum pandemi hingga saat ini. Saya meminta
mereka menuliskannya di buku catatan yang kelak akan saya jadikan buku proyek.
Di
pertemuan kedua, saya meminta siswa saya untuk ngobrol dengan orang tuanya
mengenai Pandemi Covid 19. Anak-anak menjadikan orang tuanya sebagai
narasumber. Mereka bebas bertanya apa saja terkait pandemi, dan kembali
menuliskannya di buku catatan.
Di
pertemuan ketiga, anak-anak saya minta untuk melakukan pekerjaan rumah yang
bisa mereka kerjakan untuk membantu orang tua. Ada yang mencuci piring, mencuci
pakaian, menyapu rumah, menjaga adik, atau pekerjaan apa saja yang dapat
membatu orang tua mereka di rumah. Hal ini agar mereka menjadi pribadi yang
mandiri dan kelak siap untuk mengatasi tantangan dalam kehidupaa, sebagaimana
tujuan pendidikan.
Pada
pertemuan ke empat, saya melakukan asesmen. Saya memberikan penilaian agar
siswa saya semakin bersemangat. Ternyata, dengan aktivitas belajar demikian,
siswa saya lebih antusias. Mereka bosan jika hanya disuruh membaca, kemudian
mengerjakan tugas. Terlebih, mereka ternyata ingin didampingi. Mereka ingin
belajar interaktif dengan guru meski jarak jauh. Mereka suka jika pendapat
mereka di dengar, atau sekedar saya tanya sudah sejauh apa mereka melaksanakan
tugas yang saya berikan. Akhirnya saya menyadari kalau murid-murid saya bosan
dengan cara berikan tugas, tinggalkan. Berikan tugas, tinggalkan. Mereka ingin
didampingi.
Setiap
saya masuk kelas, saya mengabsen siswa dengan meminta mereka menyertakan
emoticon sesuai dengan perasaan mereka hari ini. Sangat menarik. Ada yang
memberikan emoticon senyum manis, senyum lebar, tawa, penuh cinta, dan
lain-lain. Juga ada yang memberikan emoticon sedih, dan tepuk jidat. Saya
merespon semua emoticon mereka, menyatakan turut bergembira melihat mereka
gembira dan menanyakan kenapa bersedih. Mereka menjapri saya jika mereka tidak
ingin teman-temannya tau alasan dia sedih. Dengan cara mengabsen ini sangat
efektif. Murid-murid saya semakin bersemangat ketika saya masuk. Saya senang
sekali. Alhamdulillah.
“Bu,
besok kita ngabsennya pake emot lagi ya bu.”
“Bu,
kalau emotnya beberapa jenis boleh tidak?”
“Bu,
saya senang sekali pakai emot. Selama ini kalau di grup belajar saya gak berani
pakai emot. Taku tnggak sopan. Eh, ini ibu minta kita pakai emot. Senang
sekali, Bu.”
Demikian
beberapa respon murid saya. Ternyata mereka suka, mereka merasa lebih bebas
berekspresi.
Saya
sangat bersyukur bisa mengikuti program guru belajar seri masa pandemi covid
19. Dengan mengikuti program ini, saya mendapatkan banyak ilmu, dan inspirasi
dari banyak guru dari berbagai wilayah di Indonesia. Saya banyak mendapat
pembelajaran yang berarti dan bermakna. Aktivitas belajar saya di grup belajar
kelas jadi semakin menarik, inovatif, dan menyenangkan.
Perbedaan
yang paling mencolok yang saya rasakan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan
ini adalah ;
1. Sebelumnya,
siswa saya tampak bosan. Mereka hanya muncul di grup belajar untuk mengisi
absen. Setelah itu tidak ada aktivitas apapun. Grup sepi sampai jam pelajaran
berakhir. Namun setelah mengikuti program guru belajar, grup belajar saya jadi
semarak. Kami seperti belajar di kelas. Inter aktif.
2. Sebelumnya
ketika saya memberikan soal-soal untuk mereka jawab, yang mengirimkan tugas
hanya sedikit sekali. Sekarang, alhamdulillah, banyak yang mengirim tugas.
Mungkin mereka suka cara mengerjakan tugas yang diminta megamati dan bebas
mengungkapkan perasaanya sendiri.
3. Sebelumnya,
saya tidak tau atau bahkan terkesan tidak peduli dengan keadaan siswa saya di
rumah. Saya tidak mau tau kondisi mereka, aktivitas mereka. Yang saya pedulikan
hanya mereka “harus” mengikuti pelajaran di grup belajar. Tapi sekarang, saya
jadi lebih peka. Saya punya alternatif untuk mereka yang tidak punya gadget,
atau tidak punya kuota. Saya tidak memaksa, karena pembelajaran yang bersifat
memaksa hanya akan menimbulkan trauma.
4. Sebelumnya,
hubungan saya dengan orang tua siswa hanya sebatas diundang jika siswanya
bermasalah atau berprestasi. Sekarang, saya jadi lebih aktif berkomunikasi
dengan orang tua siswa perihal aktivitas belajar yang dilakukan siswa di rumah.
Ternyata,
pandemi tidak hanya menyisakan cerita-cerita sedih seperti apa yang saya
ungkapkan di awal. Banyak juga hikmah yang bisa dipetik, seperti penyesuaian
diri. Seperti saya, saya tidak bisa terus-terusan bingung. Akhirnya saya
menyesuaikan diri, murid-murid dna orang tua juga menyesuaikan diri. Dengan
peran aktifnya orang tua dalam pembelajaran, menjadi bukti bahwa kita semua,
seluruh lapisan masyarakarat menyadari bahwa pendidikan adalah tanggung jawab
kita bersama.
Tekhnologi
canggih yang kita gunakan untuk belajar saat ini juga menjadi tanda bahwa kita
selangkah lebih maju. Jika dulunya hanya menggunakan fitur-fitur sederhana,
sekarang kita sudah mencoba aplikasi baru untuk membuat video, untuk
menampilkan gambar, dan lain-lain. Namun, secanggih apapun tekhnologinya, tetap
guru ada jiwa dari pendidikan itu sendiri. Maka guru-lah yang menjadikan
pembelajaran itu menjadi menyenangkan dan bermakna.
Demikian
cerita saya, semoga dapat menginspirasi.
Lita Maisyarah Desy
Siregar, SEI., MM
Kota Medan, Sumatera
Utara
Sertifikat BIMTEK (Sertifikat DIKLAT menyusul) hehe |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar