Ini
kisah cinta konyol tentang dia. Seseorang yang sungkan untuk kusebutkan
namanya. Aku yang tadinya hanya ingin membaca kembali novelet-novelet manis
hasil karyanya yang memang kusimpan di rak buku, tak sengaja menemukan sebuah
tulisan yang baru kuterima beberapa minggu lalu. Tulisan dari tangan dekilnya.
Coretan yang mewakili isi hatinya tentang seorang wanita. Siapa? Mungkin saat
ini ia masih belum ingin aku menuliskan namanya. Jadi, tak usah memusingkan
siapa dia, dan siapa wanitanya itu. Mari kita nikmati perjalanan cinta
konyolnya ini. :p
***
Gadis
itu mendekatinya sambil tertunduk malu. Tampak sedikit gugup ketika dia mulai
melemparkan pertanyaan. Ia menatap si gadis lekat-lekat, memberikan pandangan
yang sudah diupayakan terlihat berwibawa. Ia ingin terlihat pantas dipandang
sebagai senior. Sementara si gadis, setelah tiga menitan ditikam tatapan wibawa
si pria, nampaknya sudah mulai bisa menguasai diri, menetralisir rasa malu dan
gugup yang berlebihan dan memberanikan diri menatap matanya. Kemudian dengan
luwes jawaban-jawaban mengalir bagai air dari bibirnya. Sesekali ia tersenyum.
Senyum yang tanpa disadarinya membuat si pria malah salah tingkah. Tak ada yang
istimewa dari gadis itu sebenarnya, namun mungkin cara si gadis menjawab
pertanyaan yang ia ajukan, senyum yang sarat makna, juga tatapan mata yang
tajam menusuk itu menawarkan karakter yang berbeda buat si pria. Ada kagum yang
berkelebat di hatinya.
Kagum
itu tak berubah di pertemuan-pertemuan selanjutnya. Sikap dan sifat yang dewasa
yang dipancarkan si gadis membuat kagum itu tetap ada. Si pria yakin ada
potensi besar pada diri si gadis. Namun, kecewa juga turut campur menghiasi
kagum itu. Si gadis menggantungkan semua tanggung jawab yang di bebankan pada
mood-nya. Tak peduli dengan keadaan sekitar, yang pasti saat mood-nya buruk, ia
akan mengabaikan apapun. Kekesalan si pria memuncak. Ia tak bisa membiarkan si
gadis terlalu abai dengan lingkungan kerja yang seharusnya ia tanggungjawabi.
Ia mengambil sikap tegas. Ketegasan yang malah disalah artikan oleh si gadis
itu. Gadis itu memang bebal. Ia malah menganggap si pria sengaja ingin
menyingkirkannya dari dunia kerja mereka. Dan saat itu ia juga menegaskan ia
akan keluar.
Air
mata si gadis tak kunjung berhenti. Pun ketika si pria sudah melonggarkan
egonya untuk minta maaf. Gadis itu merasa tak perlu ada kata maaf, toh ia sudah
tau maksud dari si pria dan akan segera melakoninya. Sudahlah, fikirnya. Si
pria mencapai titik galau tertinggi. Ia yang awalnya hanya ingin menyajikan
shock terapy malah dianggap ingin menyingkirkan.
Ya,
semua terjadi begitu saja. Air mata itu, moment itu, masih membekas hingga kini
di hati si pria. Meninggalkan jejak yang dalam. Sejak itu, ntah kenapa, si pria
malah memiliki perasaan yang berbeda terhadapnya. Ditambah lagi entah kenapa
dan kapan, si gadis pernah mengucapkan sebuah mantra yang membuat hati si pria
mungkin terkejut, atau bahkan sempat pingsan, “tetaplah jadi alasanku untuk
bertahan.” Kalimat yang terlukis di langit-langit kamar, di cermin, sampai di
bantal guling. Kalimat yang begitu hangat memeluknya seakan ia punya prestise
untuk mengubah udara dingin menjadi hangat. Hanya satu kalimat, tapi mampu
merobohkan genggamannya yang kokoh.
Namun,
kembali lagi, semua mengalir begitu saja. Gadis itu terlalu misterius. Sorotnya
yang tajam sulit diartikan. Si pria mulai patah arang. Walau kadang ada
sebersit kerlingan yang menurutnya si gadis juga memiliki rasa yang sama, ia
masih ragu. Khawatir kalau itu hanya tatapan sayang seorang adik kepada
abangnya. Akhirnya pria itu memilih mengubur harapnya untuk bisa bersama si
gadis. Ia mulai mengubur bayang-bayang gadis itu. Perlahan, tapi ia berhasil.
Sampai ia mengisi ruang kosong dihatinya dengan sosok gadis lain.
Konyolkan?
Bahkan untuk menyatakan saja, ia harus menimbang beribu kali. Beribu kali
sampai ia terpaksa harus memupuskan harapnya karena ia mendengar kabar kalau si
gadis menyukai orang lain. Padahal entah bagaimana, belakangan si pria dan si
gadis tau, bahkan rekan kerja mereka sudah merasakan ada yang aneh dan tak
biasa dari mereka. Tapi itulah takdir. Kita tak tau kemana ia akan membawa
aliran itu bermuara. Kini, setelah kejadian dua tahun lalu itu, si pria agaknya
mulai memberanikan diri mengutarakan isi hatinya. Kita lihat saja, apakah hanya
sekedar mengenang masa lalu, atau ingin dan akan memutar kembali?
***
Ada
pesan moralnya loh, guys. Kan kita harus bercermin dari kisah orang lain biar
gag ngelakuin kesalahan yang sama. Jadi, dari semua kisah yang kita dengar,
kita lihat, bahkan kita baca, kita harus bisa mengambil hikmahnya. Nah, kalo
dari kisah ini, aku bisa memetik hikmah, tak perlu memaksakan fikiran untuk menuruti
apa kata hati. Mungkin, justru dengan tak memaksakan itu, semua malah akan
indah pada waktunya. Pada saat yang tepat. Tapi, bisa saja kejadiannya malah
terbalik. Bisa saja setelah sekian lama rasa itu di pendam, ia menghilang
bahkan tanpa bekas. Yang lebih sedih lagi, kalo rasa itu masih ada di satu hati
sementara hati yang lain sudah melupakan. Beragam kejadian bisa terjadi di masa
depan, bukan? Jadi, mari ikuti aliran taqdir. Biarkan ia membawa kita pada
suatu muara yang indah. ^_^
yup, that' right dear...
BalasHapus:)
Hapus