Kamis, 02 Maret 2017

UNFINISHED SONG


Tak pernah ada yang namanya kebetulan. Semuanya sudah tertulis dan ditakdirkan. Pun mengenalnya. Entah itu adalah jalan untukku mendewasakan diri, atau mengukur seperti apa aku berusaha memiliki keluasan hati.
 
Ini memang kisah klasik anak muda. Bukan hal yang luar biasa sebenarnya jika suatu hal yang tadinya diharapkan berjalan baik berujung pada kesia-siaan. Tapi tetap saja, yang namanya kegagalan pasti ada pahit2nya. Ini normal. Karena sejatinya kita gak akan bisa merekatkan hati yang tak menyatu.

Inilah alasan kenapa aku merasa nggak cocok sama yang namanya perjodohan. Bukan karena aku membangkang. Tapi lebih ke “gimana caranya aku menerima orang baru yang tiba2 akan menjadi seseorang dalam hidupku. Begitu pula dia.”

Kita hanya ingin merajut komitmen dalam hubungan kita. Tanpa ada bumbu2 penyedap di dalamnya. Kita bukan dua orang yang saling mengagumi, bukan orang yang saling menaruh simpati, terlebih kita hanya dua orang yang baru saja saling mengenal.

Memang tak ada yang salah dengan ta’aruf yang kami lakoni. Sah2 saja. Toh kami memang tak pernah terpaut dalam hubungan asmara yang katanya mendekati zina. Kita hanya mencoba menautkan hati atas nama komitmen. Berusaha membahagiakan orang tua dan saudara yang sangat mengharapkan kami berdua bakal cocok. Tapi hey, mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri. Pernah nggak sih kepikiran gimana sebenarnya perasaan kami?
 
Aku nggak tau apakah penting bagi mereka untuk tau apa yang sebenarnya kami rasakan. Tapi pergulatan batin yang berat harus kami lakoni beberapa saat setelah perkenalan itu. Kami punya kehidupan kami masing-masing. Pun ada seseorang dalam hati yang mungkin tak kuasa untuk disampaikan kepada mereka untuk beberapa alasan. Pernah nggak ya mereka memikirkan ini? Ah ya, tentu tidak. Perkenalan dan perjodohan ini kami yang setujui. Ini jelas membuat mereka berpikir bahwa tak ada orang lain yang ada di hati kami. Ini bukan salah mereka. – Salah kami – Atau salah waktu –

Pada akhirnya kita harus berjalan masing-masing, dan menyudahi angan-angan tentang komitmen yang kita bicarakan di awal. Ini perjalanan. Apa saja bisa kejadian. Perjalanan yang kita awali dengan indah saja bisa berujung di persimpangan. Jika sudah seperti ini, seperti yang kemarin2 pernah kuceritakan, yang terluka “bukan hanya kita” secara pribadi, tapi orang tua.


Buatku, ini adalah hal biasa. Gagal itu biasa. Mereka2 yang lama jalan sama2 saja bisa aja gak berujung manis. Apalagi perjalanan yang kita mulai tanpa bumbu apapun. Hanya sekedar berjalan dengan harapan bakal nyampe tujuan sama2. Tanpa menimbang akan ada banyak tikungan, turunan dan tanjakan yang bakal kita lewati dan akan ada banyak orang yang akan kita temui. Siapa sangka, kita bakal ketemu dengan kepingan masa lalu yang kita simpan rapat selama ini?

Aku pernah bilangkan, akan ada beberapa hal yang gak pernah bisa kita prediksi. Sama seperti masalah ini. Mungkin kita memang komit untuk berjalan bersama, tapi semuanya bisa berubah seiriring waktu. Dan aku juga bilang (lagi), untuk sesuatu yang berjudul perjodohan memang tak semenarik, tak seindah cerita orang–orang tua. Bukan pula karena aku tak menganggap perjalanan ini hal yang serius. Karena sejujurnya aku pun merasa tak enak hati dengan kejadian ini. Tapi yang namanya perjalanan tetap adalah perjalanan.

Kata mama, “kalo memang gak jodoh ada aja jalannya untuk pisah.” Makanya aku merasa ini adalah hal yang wajar. Beruntung sekali aku tak pernah berupaya untuk merekatkan hal yang tak mungkin bersatu. Aku pernah tersinggung, dan aku memutuskan untk tak akan pernah lagi tersinggung untuk masalah ini. Dan ya, pilihanku tepat. Aku berhasil melepaskan hal yang tak sepantasnya kugenggam. Aku melepaskan hal yang tak selayaknya kupertahankan.

Sedih sih nggak. Malunya ini loh. Gak tau deh, kayaknya untuk kisah yang gagal ini rasa yang dominan itu rasa malu. Bukan lagi sedih. Aku malu aja gitu ke mama, ke orang tua, ke keluarga besar. Mereka pasti ngira aku desperate banget. Padahal seperti yang sudah2, mama yang paling sedih saat tau anaknya terluka. Akunya sih tergores dikit aja, eh mama udah berdarah2. -_-“  Yaudahlah ya, mau gimana. Hahahhaa. Jadi lucu sendiri deh nulis kek ginian. :v

Ini lagu yang kemarin kita coba mainkan. Lagu yang tak selesai. Tak apa. Biarlah ini menjadi pembelajaran, pendewasaan diri. Saat ini mungkin kita terluka, namun suatu ketika, kita akan sadari betapa besar hikmah yang bisa kita petik dari kejadian ini.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar