Balada
itu apaan sih sebenernya? Kesannya kayak cerita lawak2 gitu ya. Haha. Aku juga
gak tau aku nulis ini dengan genre apa. Yang aku tahu aku Cuma mau nulis segala
pernak pernik yang sudah kulalui sejauh ini selama menyandang status mapala
a.k.a mahasiswa semester tua.
Banyak
orang yang gak tau betapa nikmatnya menjadi seorang mapal yang udah semester
akut tapi belum wisuda2. Aku juga baru ngerasain sekarang. Ternyata, menjadi
seorang mapala bukan hal yang perlu terlalu dikhawatirkan, tapi juga bukan hal
yang sepatutnya dibanggakan. You know what? Kalo lo jadi mapala, yang
revisiannya gak kelar2, kapan lo mau resepsinya? -_-“
Btw,
bukan itu sih yang mau aku bahas disini. Aku mau bahas yang lebih ringan.
Karena ngebahas soal resepsi, pasti berujung pada ngebahas jodoh, dan kalo
ngebahas jodoh pasti ujung2nya ngebahas abang itu. *entah abang2 yang mana..
wkwkwkwkw. Haduh, aku gak kuaaatt. :”)
Fyi,
aku sekarang semester lima di pasca. Sementara ini, untuk menuntaskan program
pasca sarjana sebenernya lo hanya butuh waktu lebih kurang 2 tahunan, dan itu
artinya sampek semester 4 doang. Sekarang, saat hampir satu kelas sudah mulai
memajang namanya
yang dengan titel cantik M.M. (bukan Mondar Mandir loh ya! Magister Manajemen) satu per satu, daku masih sibuk bimbingan. Saat itu aku mulai menggumam dalam hati, “ohh, mungkin seperti ini pula rasanya nanti kalo ditinggal nikah.” T_T
Ditinggal
wisuda sama temen2 seangkatan yang kemaren pas kuliah sempat haha-hihi dengan
bilang “ntar kita wisudanya barengan ya. Kebayanya biar seragam.” Kemaren tuh
udah niat banget kayaknya. Kita rame2 ngajuin judul bareng, rame2 ngikutin
seminar kolokium dan seminar hasil kakak2 semester atas bareng. Rame2 daftar
kolokium. Tapi ternyata pada akhirnya, di perjalanan dalam menyelesaikan
penelitian, kita mulai berjalan masing2. Ada yang serius, ada pula yang
kehilangan fokus. Sehingga pada akhirnya haha-hihi kita kemaren hanya sekedar
haha-hihi. Hiks.
Banyak
pertimbangan sebelum kita memutuskan untuk menunda wisuda kita. Ceilaaahh..
bahasa gue. Menunda. :v
Memang
iya sih, bahasa halusnya menunda. Soalnya diantara beberapa pertimbangan kita
kemaren itu antara lain adalah akreditas jurusan kita masih C. Dan akan
berakhir tahun 2016. So, awal tahun 2017 dipastikan sudah ada akreditas baru.
Kita sih optimis akreditas baru ini jurusan kita bakal dapat B. Makanya kita
sengaja menunda. Menantikan waktu yang pas. Karena sejatinya wisuda bukan
lomba, karena semua akan wisuda pada waktunya. *eeeaaaa...
Saat
aku menulis ini, aku baru saja menyelesaikan seminar hasil penelitianku
seminggu yang lalu. Seminar hasil yang penuh drama. Huhuu.. kayak pilem2 korea
itu, aku memang rada lebay kalo udah urusan perasaan. Dikit2 baper, dikit2
laper. Eh?
Jadi
kemaren itu, tepatnya hari senin, 20 Februari 2017, hari yang bersejarah dimana
penelitianku akhirnya diseminarkan. Berhubung pihak biro udah ogah menyiapkan
segala keperluan jelang seminar, dan menyerahkan segalanya langsung ke
mahasiswa yang bersangkutan, akhirnya aku dan Ria (sahabat aku yang sama2
seminar hasil) datang ke kampus lebih awal. Seminarnya jam 2, kita nyampek
kampus jam 10. Nyiapin ini itu, cyiin. Terus prepare segalanya lah, latian2
gitu.
Jadi
ceritanya ternyata, di hari yang sama ada 2 orang yang seminar hasil, 1 orang
sidang tertutup, dan 3 orang seminar kolokium. Kesemuanya dipadatkan dalam hari
yang sama. Kalo dari awal kita udah kordinasi buat persiapan ini itu pasti gak
pusing. Lah ini, kita baru tau kalo se-rame itu justru di detik2 menuju jam 2.
Jadi ya lumayan lah, agak pusing2 dangdut.
Alhamdulillah 'ala kulli hal.. :) |
Tapi
drama-nya bukan itu. Drama itu berlangsung selama aku berdiri menyampaikan
hasil penelitianku. *kalo inget, nyeseknya masih berasa* jadi ceritanya
undangan kan udah kita publikasikan di sosmed tuh. Jadi ada beberapa teman yang
katanya mau datang. Ada juga yang bilang bakal datang telat. Tapi aku bukan
menunggu mereka.
Aku
jadi teringat film Spider Man, deh. Waktu Mary Jane nggak fokus sama
pementasannya karena perhatiannya tertuju pada bangku kosong dimana seharusnya
Peter duduk. Dia sampek gagal fokus sama dialognya karena pandangannya fokusnya
ke kursi itu terus. Pikirannya mencari2, kemana Peter? Kenapa dia datang
terlambat? Apa dia sibuk? Atau ada kegiatan lain? Tapi bukannya dia udah janji
bakal datang?
Well,
pemirsaaahh, aku sepertinya bisa merasakan apa yang MJ rasakan. Sepanjang aku
menjelaskan isi penelitianku yang banyak banget itu, sampek sekitar 25 slide,
sesekali mataku memang menuju pintu. Sesekali saja. Setelah selesai
menjelaskan, aku duduk, dan kemudian penguji dan pembimbing mulai merespon.
Seperti
yang kubilang di awal, yang seminar hasil ada 2, kolokium ada 3, dan sidang
tertutup ada 1. Agar semua bisa selesai jam 6 sore, jadi dikondisikan untuk
yang sidang tertutup pindah ke ruang sebelah. Penguji-nya di bagi dua. Nanti
setelah menguji di ruang yang satu, baru pindah ke ruang yang satunya lagi.
Nah, jadi pintu kan bolak balik dibuka tutup tuh karena penguji yang keluar
masuk. Fokus-ku diambil alih oleh pintu yang berderit itu.
Setiap
kali pintu itu terbuka, mataku langsung tertuju kesana. Berharap yang masuk
adalah dia. Berkali-kali pintu itu terbuka, dan berkali-kali pula fokus-ku
terganggu. Bahkan ada pertanyaan penguji yang aku nggak tanggap. Sampai meminta
beliau mengulang pertanyaannya kembali. Aku benar2 kehilangan fokus.
Syukurnya,
semua pertanyaan itu terjawab dengan baik. Tidak ada kesalahan serius dan
fatal. Alhamdulillah, dari hasilnya memuaskan. Sidang lulus dengan peringkat A,
yang seminar hasil lulus dan dipersilakan untuk melanjutkan ke tahap
selanjutnya, yaitu sidang tertutup, dan yang kolokium lulus dan dipersilakan
untuk melanjutkan penelitian.
Saat
itu sungguh adalah moment dimana harusnya aku merasakan euforia luar biasa.
Penelitianku diterima dan diberikan respon positif. Aku bisa melanjutkan ke
sidang tertutup dengan hanya sedikit saja perbaikan. Tapi, hei, kenapa rasanya
datar2 saja?
Kemana
rasa bangga dan bahagia itu menguap? Kenapa? Bahkan aku lebih bahagia waktu
selesai seminar kolokium. Padahal saat itu aku banyak revisi. Banyak kesalahan
pengetikan. Banyak hal yang aku nggak tau. Tapi euforia setelahnya tetap aja
bangga. Tetap bahagia. Tapi ini? Hei, are you ok, Lita?
Pada
akhirnya aku memang harus mengakui pada diriku sendiri, bahwa aku butuh support
dari orang yang memang aku tau pasti akan terus support aku. Aku butuh “teman”
untuk merayakan kebahagiaan dan kerberhasilanku. Aku butuh sosok yang bisa
menenangkanku tidak hanya di saat sulit, tapi juga saat berlimpah. Aku butuh
dia untuk mengucap syukur bersamaku.
Akhirnya
pemirsaaahh, drama di seminar hasil itu gak selesai gitu aja. Setelah aku
merayakan keberhasilan seminar hasil dengan peluk hangat dari sahabat dan wajah
bahagia serta senyum sumringah orang
tua, aku kembali merayakannya dengan bersimbah air mata. Mendadak aku jadi
cengeng. Kalo kemaren dikit2 baper, dikit2 laper, kalo sekarang dikit2 nangis.
Untuk
menumpahkan segala uneg2, segala keluhan, segala rasa sesal dan kesal, ternyata
harus dibanjiri air mata dulu. Baru lega. Walaupun besok paginya siswa2ku pada
komentar, “ibu kenapa sembab? Matanya kenapa bengkak? Hari ini kok kusam kali?”
Mereka gak tau sih gimana hancur leburnya hati ibunya ini kemaren. :v
Haduh
udah panjang banget yak? Bosen gak sih bacanya? Bosen? Yaudah, segini aja dulu
balada mahasiswa semester tua-nya ya. Nanti habis sidang dilanjutin lagi. Eh,
aku sidang tertutup lusa. Mohon doanya ya. Makasih. :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar