Ada
banyak hal dalam hidup yang tidak pernah kita duga. Banyak kejutan2 yg
dihadiahkan Tuhan untuk hambaNya yang bersabar. Salah satunya adalah pasangan.
Aku pernah berangan2 dulu, waktu masih kuliah S1, target menikah di usia 25
tahun, dengan syarat di usia itu aku sudah selesai S2. Entah bagaimana aku bisa
berangan2 demikian. Padahal ayah dan ibuku tidak melanjutkan studi mereka ke
jenjang pasca sarjana. Mungkin waktu itu aku kebanyakan nonton film. (Atau
iklan)
Berbekal
keinginan itu, setelah menyelesaikan studi strata satu, aku kemudian kerja.
Cari duit. Karena jujur aja, kemaren aku gak tega kalo langsung minta lanjut
studi ke orang tua. Jelang wisuda banyak banget pengeluaran. Jadi aku memilih
untuk memendam sejenak mimpiku. Berusaha buat ngumpulin uang buat administrasi
pendaftaran pasca sarjana. Gajiku gak gede. Malah terhitung kecil. Tapi Allah
maha kuasa. Segalanya mungkin bagiNya. Ada saja rezeky dari arah yang tidak
disangka2.
Setelah
dua tahun memendam, aku kemudian mulai mewujudkan mimpi itu. Daftar S2, dan
dengan lika liku hidup (bahasa gueee.. -__-) akhirnya studiku selesai dalam
waktu dua setengah tahun. Haha. Iya.. telat satu semester. Gak usah tanya
kenapa, fokus blogpostnya gak kesitu
soalnya. Wkwkwk.
Jadi
finally, aku wisuda S2 di usia 26 tahun. Alhamdulillahirabbil’alamiin.
Ternyata
perjalanan tidak selesai begitu saja setelah aku wisuda. Mimpi2 baru
berdatangan minta diwujudkan. Salah satunya adalah menikah.
Saat
itu, aku dekat dengan seseorang. Bahkan sangat dekat. Tapi hanya sekedar dekat.
Kami tidak punya komitmen apapun. Tidak punya rencana masa depan apapun. Kami
hanya menikmati kebersamaan, mengisi kekosongan hati dengan saling melengkapi.
Mungkin segelintir orang menganggap apa yang kami lakukan salah. Kadang2 kami
juga berfikir demikian. Kami yang tidak punya kejelasan apapun ini hanya akan
menutup celah orang lain yang ingin masuk mengisi hidup kami. Entah sadar atau
tidak, tapi kami tak bisa menafikan kalau kami saling membutuhkan. Aku menyebutnya
‘sahabat.’
Sampai
suatu ketika, seseorang yang lain datang ke hidupku. Memintaku untuk menjadi
bagian dari masa depannya. Saat itu, aku tidak berpikir banyak masalah
perasaan. Aku hanya beranggapan, jika seseorang memintaku secara terhormat
kepada kedua orang tuaku untuk dijadikannya istri, dan aku tau orang itu baik,
maka tidak ada yang harus kulakukan selain menerimanya.
Disaat
yang sama, ada orang lain pula yang datang ke hidup sahabatku itu. Mencoba
membuatnya melupakan aku yang telah menerima orang lain. Menghibur dan
meyakinkannya bahwa ia bisa menjadi yang lebih baik daripada aku.
Entah
bagaimana, skenario hidup mempermainkan kami sampai aku terpisah dengan lelaki
yang tadinya ingin meminangku, dan sahabatku terpisah dari seseorang yang
pernah mati2an berusaha mendapatkan perhatiannya. Terlalu rumit. Complicated.
Padahal kami sudah pernah berbincang umpama ‘farewell ceremony.’ Kami sudah
sama2 saling meyakinkan bahwa pilihan kami benar. Apapun yang sudah kami pilih,
maka harus kami lanjutkan dan selesaikan sebagaimana mestinya. Kami sudah siap
untuk tidak lagi menghabiskan waktu bersama.
Tapi,
itulah Allah.
TakdirNya
membawa kami kembali saling berhadapan.
Semesta
berkonspirasi untuk menyatukan kami kembali.
Dengan
drama kehidupan yang kami yakini akan berujung indah jika Allah berkehendak,
maka kami mulai bermunajat. Memohon dan merengek kepada Ilahi Robby agar kami
adalah pasangan yang tidak hanya ditakdirkan untuk sekedar bersahabat.
Ternyata
tidak mudah untuk mewujudkan mimpi ‘menikah.’ Dulu, kalau mendengar story yang
agak lebay dibalik sebuah pernikahan, aku suka menaikkan alis sebelah dan
berkomentar, “sooo dramac.” Tapi setelah menghadapi ini semua, komentarku jadi,
“ohh yaa.. this is life. This is what they call strugle.” Ini berat, kawan! Gak
cukup kalo cuman berusaha dan berdoa. Kita harus berusaha menerjang limit yang
kita ciptakan sendiri. Dan sajadah harus terus basah dengan munajat yang indah.
Terus merayu Allah, terus membujuk Allah, terus dekati Allah.
Tapi
Allah tidak serta merta mengijabah doa kami seketika. Kami diajari untuk
bersabar terlebih dahulu, untuk istiqomah, untuk tetap berhusnudzon, dan untuk
yakin bahwa Allah akan memberikan yang terbaik. Memberikan jalan keluar atas
kegelisahan hati kami. Jikalah pun kami bukan yang Allah takdirkan, pasti Allah
akan berikan ganti yang lebih baik.
Alhamdulillahirabbil’alamiin.
Pertengahan
Maret 2018, satu per satu doa kami diijabah. Aku dilamar oleh orang yang
kuinginkan (sahabat tersayang :*). Dua minggu mempersiapkan segala sesuatunya,
yang antara lain adalah belanja barang2 hantaran, nyari tempat desain kotak
hantaran, nyari baju buat lamaran, nyari fotografer, nyari tukang make up,
mikirin siapa saja yang akan berhadir, mikirin hidangan apa yang perlu
dipersiapan, mikirin tanggal berapa ntar nikahnya, dan seterusnya, dan
seterusnya lagi. Mendadak, Maret menjadi bulan yang sibuk. Sangat sibuk.
Kalo
teringat itu.. ya Allah.. rasanyaaa... -_-
Syukur
Alhamdulillah, Allah selalu kasi kemudahan dalam setiap kesulitan. Pelan2 semua
terselesaikan.
25
Maret 2018, tak putus kuucap alhamdulillah. Ketika jari manisku disematkan
cincin oleh tangan seorang ibu yang kelak juga akan menjadi ibuku, aku resmi
dipinang seseorang yang kuinginkan. Ya Rahmaan ya Rahiim, sungguh tiada nikmat
yang pantas untuk kudustakan. Alhamdulillah.
Cinta
dalam berkah. Semoga ini awal yang baik dari niat kami untuk menggenapkan
separuh agama. Mohon doakan kami agar kami mampu mempersiapkan pernikahan dan
walimatul ‘ursy kami dengan baik, ya. Semoga doa yang sama juga berbalik kepada
teman2 sekalian yang akan menikah juga. J
Dear
lelaki berkacamata, berkulit hitam manis, dan berjambul ... Iloveyou..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar