12
Agustus 2018 terlewati sudah. Segala drama jelang pernikahan kemarin, segala
stres, lelah, air mata, keragu-raguan, ketakutan, kekhawatiran, dan emosi yang
kadang meluap-luap karena ego terbayar lunas. Sah!
Alhamdulillahirobbil’alamiin.
Sungguh,
tiada satu pun nikmat yang pantas untuk didustakan. Allah maha penyayang. Dia
berikan kami ruang untuk berjuang, Dia beri kami rongga untuk berdoa, Dia beri
kami ujian untuk bertahan. Alhamdulillah. Segala yang dimunajatkan dengan air
mata dan peluh yang berlinang-linang tidak akan Allah sia-siakan. Ia berikan
jawaban indah, karena ikhtiar kami tak kenal kata lelah.
***
Setelah
Cinta Dalam Berkah Part I, di Bulan Maret kemaren, akhirnya Cinta Dalam Berkah
Part II lounching. Hehe. Jaraknya agak lama emang ya. Lima bulan. Sejujurnya,
prosesi lamaran dan menikah yang terlalu jauh ini mengundang banyak sekali
ketakutan. Lima bulan itu bukan waktu yang sebentar. Apa saja bisa terjadi
dalam rentang itu. Apa saja. Termasuk berpisah.
Mempersiapkan
pernikahan bukan pekerjaan mudah. Tekanan stres dan kekhawatiran bisa dengan
mudah memicu pertengkaran. Dan pertengkaran yang terlalu sering akan mudah
sekali memunculkan “rasa ingin berpisah.” *Bahaya kali, geng!* Jikalah memang
harus berpisah, berpisahlah sebelum meminang atau menerima pinangan. Sungguh,
jika perpisahan itu terjadi setelah tanggal pernikahan ditetapkan itu tidak
hanya menyakiti kedua insan yang bersangkutan, tapi menyakiti keluarga besar
kedua belah pihak. Na’udzubillahi mindzalik.
Kemarin,
dalam menjalani rentang waktu yang gak sebentar itu, tentu saja kami tidak
selalu “baik-baik” saja. Kadang2 kita selisih paham, kadang2 salah paham,
kadang2 terlibat perdebatan, kadang2 kita bertengkar. Padahal sering kali yang
diributkan adalah masalah sepele yang rasanya kalo orang dengar kita ribut
gara2 itu, pasti mereka geleng2 kepala. Hehe.
Ya,
kami tidak selalu baik-baik saja. Aku sudah bilang, kan. Aku gak bisa
menghadapi tekanan mental yang padahal kubuat sendiri. Aku yang gelisah dengan
ketakutan-ketakutan dan kekhawatiran-kekhawatiran yang kuciptakan sendiri. Masa
iya sih, aku bisa stres duluan takut kita gak sempat sebar undangan, takut
nanti waktu pesta yang datang gak rame, takut kalo ntar rame banget, makanannya
malah gak cukup. Terus mikirin mau pake rias pengantin yang mana, keyboard yang
mana, sewa gedung gimana. Ahh entahlah. Semua sangat2 menguras pikiran dan itu
yang membuat emosi gak stabil. Bikin makin sensitif.
Syukur
alhamdulillah, calon suami, *eh, sekarang sih udah jadi suami. Wkwkwk.* adalah
sosok yang dewasa. Paham banget ngadepin aku yang labil dan moody ini. Tau
banget cara menenangkan dan meng-adem-kan hati. Aku ingat banget kata-kata dia
yang bikin nyes di dada. “Kalo adek mengkhawatirkan berlebihan hal-hal yang
belum terjadi, berarti adek mendahului Allah.”
Deg!
Setelah
itu, aku masih suka khawatir emang, tapi gak se-ekstrim kemaren. Jadi gak
terlalu stres, dan hubungan kita pun jadi lebih adem. Terus, aku juga jadi gak
terlalu memaksakan diri. Kalo udah lelah, aku berhenti. Terus terang, jadwal
kami yang full terus di sekolah dari pagi sampai sore ngebuat waktu kami
sangat-sangat terbatas untuk mengerjakan segala persiapan pernikahan.
Kadang2
kita terpaksa permisi keluar. Entah untuk cetak undangan, nempah jas, untuk
fitting baju, dan untuk yang lain2. Alhamdulillah, kita bekerja di lingkungan
yang baik. Mereka memaklumi keadaan kita yang emang sedang sibuk2nya. Habisnya
keluarga kita sibuk semua. Ya kita harus kerjain semuanya sendiri, kecuali
untuk hal2 yang emang gak bisa kita kerjakan.
Tapi,
harusnya kita gak boleh terlalu memorsir tenaga kita. Harusnya kita istirahat
yang cukup. Karena pada akhirnya imun kita melemah. Bahkan mas drop sehari
sebelum hari H. Kalo ingat ini rasanyaaa... ya Allah.. T_T
Finally,
hari besar itu datang juga. Hari dimana aku akan menjadi seorang istri.
*ceileeee* Kondisiku sudah membaik, mas juga udah mendingan. Dan hari itu
adalah hari “dag dig dug” yang paling dag dig dug sepanjang sejarah hidup. Aku
udah menjalani sidang skripsi, dan sidang tesis, bahkan “sidang” bertemu calon
mertua, tapi gak ada yang dag dig dug nya melebihi dag dig dug saat itu.
*Semoga yang baca gak ikutan dag dig dug. Wkwk.*
Akad
itu adalah prosesi dimana bakti kita kepada kedua orang tua akan berpindah
kepada suami. Dan tanggung jawab orang tua kepada kita akan digantikan oleh
suami. Menyadari hal itu rasanya air mata gak bisa berhenti ngalir. Air mata
haru dan bahagia.
Pernah
mas bilang ke aku, “semangat ya dek. Untuk satu hari itu aja kok kita berlelah2
gini. Habis itu nanti kita tata dan nikmati hidup kita sama2.”
Hari
itu, semuanya terbayarkan sudah. Kita menikah disaksikan seluruh keluarga, di
masjid yang menjadi saksi bisu kita ketemu, berteman, bersahabat, dan saling
jatuh cinta.
***
Dia
genggam jemariku erat di hadapan banyak orang begitu kami turun dari mobil.
Dituntunnya aku menuju singgasana kami untuk satu hari. Aku mengulum senyum
pada semua mata yang memandang. Semua orang tampak bahagia. Semua orang tampak
lega. Orang yang khawatir akan kami, semuanya tampak bersuka cita. Hari itu,
hari pertama kali aku duduk di sebelahnya sebagai pasangan halal. Pasangan yang
Allah ridhoi, insya Allah.
Pesta
pernikahan kita berlangsung sukses dan lancar, menurut orang dapur dan tim
sukses. Kita mah taunya duduk, ganti baju, salaman, foto2. Kelihatannya emang
ringan banget. Tapi percayalah, itu sangat melelahkan. Lutut, pinggang, pundak,
kepala, semuanya pegel. Saking pegelnya sampek nyeri. Capek. Wallahi. Capek
banget. Sampek pas foto aja pun udah susah senyum. -_-
Saran
buat kamu yang akan melaksanakan pesta di gedung, plis jangan minta kostum
banyak2 sama periasnya. 3 kostum aja. Dari pengalamanku kemaren, aku pake lima
kostum (kebaya nikah, baju adat mandailing, adat karo, adat jawa, dan selayar) dan
itu bikin kita lama ganti baju doang. Kita gak ketemu tamu jadinya. Padahal
tamu kita kan pengen ketemu kita.
Satu
lagi, sempatkan foto keluarga sebelum banyak tamu berdatangan. Karena kalo tamu
udah mulai rame, orang tua mempelai wanita gak akan bisa ninggalin meja terima
tamu. Kalo pun bisa, palingan cuman buat ngecek makanan. Ngecek persediaan. Mau
pose2 di pelaminan? Tak ada waktu, gaes. Bolak balik aku manggil emak babe biar
bisa poto bareng, gak sempat2. Akhirnya banyak poto sama keluarga mas aja. -_-
Terus,
kalo bisa nih ya, pesenin ke mamak biar nyisihin makanan serantang gitu. Biar
kita bisa nyicipin menu2 yang ada di pesta kita. Emang sih pas pesta kita juga
makan, tapi trust me, saat itu kita gak bisa enjoy makan. Banyak menu yang
tersedia, tapi yang sempat kita cicipi cuman beberapa. Pas pesta emang gak
kepikiran, tapi besoknya pasti teringat sama menu yang enyak2 ituuuhh.
Jangan
lupa bentuk tim sukses ya. Kita butuh banget support dari berbagai pihak. Kalo
kemaren, kita pake jasa tim sukses yang kita bentuk dari siswa-siswa kita. Kita
pake 12 orang buat aktor *angkat piring kotor* dan 6 ciwi2 syantik untuk jadi
bridesmaid yang juga difungsikan sebagai penjaga hidangan.
Percayalah,
klo timses-nya adalah orang2 yang mengenal kita secara pribadi, mereka akan
bekerja dengan orientasi persahabatan. Buat berorientasi uang. Alhamdulillah,
kemarin kita gak slah pilih timses. Semuanya luar biasa. Maaci banyak ya,
cantiks, dan gantengs. <3
Pesta
kita berakhir jam 9 malam. Kita pulang ke rumah papa karena emang kita gak
dikasi langsung ke rumah yang udah kita siapkan. Dan malam itu untuk pertama
kalinya, kita menunaikan sholat tahajjud bareng. Alhamdulillah. Sungguh tidak
ada nikmat yang pantas untuk didustakan.
Terima
kasih buat semua pihak yang sudah mendukung, dan berpartisipasi demi suksesnya
acara. Terima kasih tak terhingga untuk seluruh keluarga kami, sahabat, rekan,
dan seluruh undangan yang sudah hadir dan mendoakan kami. Semoga cinta dalam
berkah ini terjaga sampai tua. Sakinah, mawaddah, wa rahmah selamanya. Bertumbuh,
mendewasa, dan menua bersama. Saling menyayangi, menghormati, memahami,
memaklumi dan saling menjaga. Bersama mencari ridho Allah. Aamiin.
Semoga
doa2 baik ini berpulang juga kepada kawan2 sekalian. Dan buat jomblo fi
sabilillah, semoga dipertemukan segera dengan ia yang sudah tertulis di lauhul
mahfudz. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar