Jumat, 06 November 2020

PARENTING - TENTANG BODY SHAMING PADA BAYI

Bismillahirrahmanirrahim.

Setelah beberapa kali ngepost semua tentang belajar daring, akhirnya bisa nulis buat relaksasi diri. Hehe. 

Jadi karena pandemi gak kelar-kelar, murid-murid-ku belajar online melalui aplikasi e learning. Supaya gak bosan, dan ada variasi tampilan belajar, makanya blog ini juga sekalian dipake buat belajar daring anak-anak. Mudah-mudahan bisa membawa kebaikan, ya.

Well, hari ini aku mau nulis tentang body shaming.

Gak tanggung-tanggung, body shaming ke bayi.

Hhmmmmhuuuuhhh...

Menulis ini kudu tarik napas panjang dulu, supaya gak bablas. Kujadi teringat beberapa moment yang sebenarnya bagus dibuang aja. Tapi kok semakin kepingin dibuang, semakin membayang2. -__-

Sebelumnya, izinkan daku nge-share ucapan Kepala Biro Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo tentang body shaming. Biar kita semua menjaga lisan dan jari kita untuk berkata yang tidak baik tentang tampilan fisik seseorang.

"Body shaming dikategorikan menjadi dua tindakan. Tindakan yang seseorang mentransmisikan narasi berupa hinaan, ejekan terhadap bentuk, wajah, warna kulit, postur seseorang menggunakan media sosial. Itu bisa dikategorikan masuk UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3, dapat diancam hukuman pidana 6 tahun," papar Dedi di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (28/11/2018).

"Kedua, apabila melakukan body shaming tersebut secara verbal, langsung ditujukan kepada seseorang, dikenakan Pasal 310 KUHP denagn ancaman hukumannya 9 bulan. Kemudian (body shaming yang langsung ditujukan kepada korban) dilakukan secara tertulis dalam bentuk narasi, melalui transmisi di media sosial, dikenakan Pasal 311 KUHP. Hukuman 4 tahun," lanjut Dedi.

Berat loh ya sanksinya.

Jadi beberapa waktu yang lalu, saat kita semua sedang berduka atas kepergian ribu (nenek), saat kita smeua sedang berkumpul rame2, ada seorang nenek yang nanya2 aku tentang Gerhana yang lagi kugendong. Intonasinya sih selow, tapi konten pertanyaannya nge-gas.

“Udah berapa bulan?”

“Berapa beratnya?”

“Udah bisa apa?”

“Belum bisa jalan?”

“Nggak dilatih-latih?”

“Asi?”

“MPASI nya dibuatkan apa?”

Dadaku berdesir sambil menjawab pertanyaan si nenek itu. Kudekap Gerhana makin erat.

“Cucuku baru 7 bulan, udah belajar jalan sambil pegangan ke barang-barang. Makannya udah pake nasi keras. Gemuk. Pintar lagi.”

Aku cuman membalas dengan senyum tipis dan balik badan. Kalo aja hati ini dari kaca, udah kedengeran bunyi kretek-kretek karena retak. Hari yang cerah mendadak kelabu dan gerimis. Omongan si nenek itu luar biasa menyakitkan hati ibu muda ini. Duh, panas mata gue.

Udah deh, dari pada pusing-pusing mikirin omongan si nenek itu, mending kilas balik tentang si bayi tersayang.


Bayi-ku ini lahir dengan bobot 3,3 kg dan panjang 41 cm. Kelahirannya adalah hadiah luar biasa, bahkan saking luar biasanya sampai tidak tak terungkapkan dengan kata-kata. Seperti apapun dia, dia adalah hartaku yang berharga. Bagaimanapun dia, aku adalah ibunya yang akan selalu menjaga, membela, dan melindunginya. Semua ibu pasti akan setuju.

Si bayi ini tumbuh menjadi bayi yang riang. Di usia 10 bulan, ia mulai tumbuh gigi, dan sampai hari ini jumlah giginya sudah 7 gigi. Dia mulai belajar merangkak di usia 8  bulan, sekarang di usia 11 bulan udah mulai belajar berdiri sendiri.

Dia hanya ASIX selama dua bulan selama aku cuti kerja. Setelahnya, kulanjutkan dengan ASIP. Kurang beruntungnya, karena sudah kenal dot, dengan aliran yang deras dan lancar, si bayi ini enggan menyusu langsung. Awalnya aku bingung, kupikir hanya bingung puting. Dengan menyiasati pakai dot como tomo yang menyerupai pun, si bayi ini tetap gak mau. Ternyata benarlah dia lebih suka dot karena alirannya deras dan lancar. Akhirnya, yasudah, ASIP terus sampai persediaan menipis. Sampai aku pumping hari ini untuk besok, kejar tayang. Tapi memang tidak memadai. Akhirnya aku menyerah. Si bayi harus pakai sufor. T_T

 Kemudian, untuk MPASI, aku sebagai ibu baru yang msaih polos banget ini tentu belajar banyak dari internet, dari orang lain, pokoknya belajar darimana saja demi mendapatkan menu terbaik demi tumbuh kembang yang baik pula. Mulai dari bikin bubur tim dengan beragam menu, biskuit, buah-buah, ngemil sayuran, dan lain-lain. Namun demikian, pasti masih banyak kurang disana sini. Tapi aku sudah berusaha. Demi Allah. *Tuh, kan mendung lagi.

Tapi berujung kepada postur bayi ku ini emang postur yang langsing. Bobotnya terus meningkat dan sesuai dengan usia, tapi ya gitu, mau dikasi makan apapun, susu jenis apapun, dia segitu-segitu aja. Badannya gak bisa montok. Padahal klo ngeliat bayi temen2 yang gembul2 tuh rasanya gemeeesss banget. Tapi apa daya, si bayi pengen langsing terus.

Aku sempat ngerasa, “kok bayi-ku gak gembul ya?”

Untungnya gak lama. Aku langsung sadar. Setiap bayi punya karakteristik masing-masing, punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Masih bayi, loh, dan aku sebagai ibu sudah mengeluhkan tampilan fisiknya. Ibu macam apa aku ini?!

Suami juga bilang, “Anak itu kan turunan genetik orang tuanya, mas dulu pas bayi memang kayak Gerhana kok. Coba tanya oma, adek dulu kayak Gerhana nggak?”

Dan oma pun mengiyakan, “Sama kali kayak bundanya pas kecil.”

Well, orang tuanya langsing, terus nuntut bayi nya harus gembul, gitu?

Lagian, Gerhana tumbuh menjadi anak yang sehat. Anak yang ceria, gak rewel, dan gak nyusahin banget. Nidurinnya tinggal dikasi susu, terus di letak aja. Gak mesti diayun atau digendong. Alhamdulillah banget.

Nah, kembali lagi ke moment yang kuceritakan di atas. Saat itu entah gimana Gerhana memang rewel. Gak mau diletak, maunya digendong bunda terus. Ini gak pernah terjadi sebelumya. Aku gak pernah secapek kemarin ngurus dia. Kata oma, mungkin dia bisa merasakan susah hati kita karena kepergian ribu. Atau mungkin dia bisa melihat ribu, namanya juga bayi. Makanya rewel.

Bayangin ya, saat itu, hati susah, sedih karena kehilangan. Anak rewel terus. Terus ada lagi omongan yang nyakitin hati. Cuman bisa istighfar.

Tapi ya sudahlah. Ngapain juga diingat-ingat ya. Aku masih mellow, si nenek itu mungkin udah lupa kalo dia pernah ngomong gitu.

Cuman mau pesan buat para ibu diluar sana, plis, jangan tuntut bayi kita untuk mejadi seperti apa yang  kita persepsikan tentang bentuk tubuh bayi. Mereka istimewa. Dan mereka unik. Jangan juga membanding-bandingkan kemampuan bayi kita dengan kemampuan bayi lain. Gak ada standar baku untuk kecepatan bayi bisa jalan, bisa ngomong, bisa lain-lain. Jangan jadi ibu jahat yang membanding-bandingkan anak. Kita juga gak mau toh dibanding-bandingkan dengan orang lain?

Untuk yang sudah terlanjur dijulid-in tentang kondisi fisik bayi kita, maafin aja. Elus dada terus istighfar. Gak usah diingat-ingat lagi. Doakan saja anak kita tumbuh sehat dan cerdas. Tapi kalo di lain kesempatan ada lagi yang kelakuannya demikian, tatap aja mukanya datar, dan bilang, “tau kan tentang undang-undang body shaming? Kalo saya laporin, bisa dipenjara, loh.” Habis itu senyumin tipis dan tinggalin.



“Nak, Gerhana mau langsing, mau gembul. Mau putih atau udah kenak luntur, wkwk, bunda tetap cinta. Semoga kelak jadi anak sholeh, cerdas, baik hati, ber-akhlakul karimah. Aamiin.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar