Selasa, 10 November 2020

GURU BELAJAR SERI MASA PANDEMI COVID 19

 
Praktik Baik Pembelajaran

Bismillahirrahmanirrahim.

Perkenalkan, saya Guru Lita, dari Medan.

Masa pandemi ini cukup membuat saya bingung. Tidak tahu harus apa dan bagaimana untuk tetap menjalankan kewajiban sebagai guru untuk mencerdaskan anak bangsa. Tiba-tiba keadaan “memaksa” kita semua untuk melek tekhnologi, untuk punya gadget yang memadai, untuk selalu punya kuota internet, dan untuk punya sinyal yang baik, juga punya memori yang memadai untuk menyimpan semua hasil tugas siswa. Sekali lagi, saya bingung. Saya mungkin bisa mengatasi semua tantangan itu, tapi siswa saya?

Tapi baiklah, saya tidak bisa bingung berlama-lama. Saya mulai aktivitas belajar daring dengan membuat grup belajar di aplikasi Whatsapp. Ini juga awalnya sulit, karena saya tidak punya nomor kontak seluruh siswa saya yang memiliki aplikasi WA. Sementara mereka sudah tidak boleh lagi datang ke sekolah, dan saya pun tidak bisa mengunjungi rumah mereka. Akhirnya grup belajar WA kelas yang saya buat cukup memakan waktu lama untuk mengakomodir semua nomor kontak siswa saya.

Awalnya grup belajar kami ramai sekali. Para siswa bersemangat dan selalu aktif belajar. Namun, seiring waktu, minggu berganti bulan, hanya menjawab salam saya hanya beberapa orang saja. Kembali, saya bingung. Rasanya, saya sudah berusaha selalu tepat waktu dalam menyapa siswa-siswa saya, sudah berusaha membuatkan cara belajar yang menarik, dan menebarkan kata-kata positif untuk membangkitkan semangat. Tapi kenapa semakin hari grup belajar semakin sepi?

Saya kemudian berfokus pada mengasah kemampuan saya. Saya mengikuti bimtek dan diklat Guru Pembelajar Seri Masa Pandemi Covid 19 yang diselenggarakan Kemdikbud. Alhamdulillah, saya mendapatkan ilmu dan inspirasi dalam mengembangkan rencana pembelajaran jarak jauh. Meski dalam proses pembuatannya tentu tak serta merta langsung sempurna.

Saya mulai melakukan perbaikan-perbaikan agar murid-murid saya mendapatkan pembelajaran yang bermakna. Diawali dengan mengetahui kondisi mereka di rumah. Apa yang mereka lakukan, apa pekerjaan orang tua mereka, apakah mereka mampu untuk membeli kuota, atau adakah yang mendampingi mereka belajar.

Saya menemukan banyak sekali kejutan. Ada yang tidak bisa belajar karena harus menjaga adik, karena ibu harus berjualan disebabkan ayah kehilangan pekerjaan. Ada yang harus ikut bekerja bersama ayah yang seorang nelayan, ada yang terpaksa menjual handphone karena tidak punya uang. Saya terenyuh. Sungguh pandemi ini menyisakan cerita-cerita sedih.

Saya tak habis akal. Murid-murid saya tetap harus belajar dan mendapatkan pembelajaran yang bermakna. Maka saya membuat rancangan pembelajaran jarak jauh yang menyenangkan. Saya tidak mematokkan murid-murid saya harus memahami materi yang saya ajarkan dengan sempurna, tapi saya lebih menekankan pada mereka bahwa pembelajaran tidak hanya apa yang ada di buku, tapi lebih kepada apa yang mereka hadapi sehari-hari. Kebermanfaatan mereka di tengah-tengah masyarakat. Anak-anak usia sekolah menengah seperti mereka mungkin tidak bisa berbuat banyak di masyarakat saat ini, namun di keluarganya, mungkin kehadiran mereka di rumah sangat membantu.

Rencana pembelajaran yang saya rancang selama 4 pertemuan berisi tentang Mobilitas Sosial. Di pertemuan pertama, saya meminta siswa saya untuk mengamati sekitarnya, melihat apa yang berubah dari sebelum pandemi hingga pandemi melanda. Apa yang berubah dari kehidupan mereka. Dan apa yang mereka rasakan, bagaimana perasaan mereka dari sebelum pandemi hingga saat ini. Saya meminta mereka menuliskannya di buku catatan yang kelak akan saya jadikan buku proyek.

Di pertemuan kedua, saya meminta siswa saya untuk ngobrol dengan orang tuanya mengenai Pandemi Covid 19. Anak-anak menjadikan orang tuanya sebagai narasumber. Mereka bebas bertanya apa saja terkait pandemi, dan kembali menuliskannya di buku catatan.

Di pertemuan ketiga, anak-anak saya minta untuk melakukan pekerjaan rumah yang bisa mereka kerjakan untuk membantu orang tua. Ada yang mencuci piring, mencuci pakaian, menyapu rumah, menjaga adik, atau pekerjaan apa saja yang dapat membatu orang tua mereka di rumah. Hal ini agar mereka menjadi pribadi yang mandiri dan kelak siap untuk mengatasi tantangan dalam kehidupaa, sebagaimana tujuan pendidikan.

Pada pertemuan ke empat, saya melakukan asesmen. Saya memberikan penilaian agar siswa saya semakin bersemangat. Ternyata, dengan aktivitas belajar demikian, siswa saya lebih antusias. Mereka bosan jika hanya disuruh membaca, kemudian mengerjakan tugas. Terlebih, mereka ternyata ingin didampingi. Mereka ingin belajar interaktif dengan guru meski jarak jauh. Mereka suka jika pendapat mereka di dengar, atau sekedar saya tanya sudah sejauh apa mereka melaksanakan tugas yang saya berikan. Akhirnya saya menyadari kalau murid-murid saya bosan dengan cara berikan tugas, tinggalkan. Berikan tugas, tinggalkan. Mereka ingin didampingi.

Setiap saya masuk kelas, saya mengabsen siswa dengan meminta mereka menyertakan emoticon sesuai dengan perasaan mereka hari ini. Sangat menarik. Ada yang memberikan emoticon senyum manis, senyum lebar, tawa, penuh cinta, dan lain-lain. Juga ada yang memberikan emoticon sedih, dan tepuk jidat. Saya merespon semua emoticon mereka, menyatakan turut bergembira melihat mereka gembira dan menanyakan kenapa bersedih. Mereka menjapri saya jika mereka tidak ingin teman-temannya tau alasan dia sedih. Dengan cara mengabsen ini sangat efektif. Murid-murid saya semakin bersemangat ketika saya masuk. Saya senang sekali. Alhamdulillah.

“Bu, besok kita ngabsennya pake emot lagi ya bu.”

“Bu, kalau emotnya beberapa jenis boleh tidak?”

“Bu, saya senang sekali pakai emot. Selama ini kalau di grup belajar saya gak berani pakai emot. Taku tnggak sopan. Eh, ini ibu minta kita pakai emot. Senang sekali, Bu.”

Demikian beberapa respon murid saya. Ternyata mereka suka, mereka merasa lebih bebas berekspresi.

Saya sangat bersyukur bisa mengikuti program guru belajar seri masa pandemi covid 19. Dengan mengikuti program ini, saya mendapatkan banyak ilmu, dan inspirasi dari banyak guru dari berbagai wilayah di Indonesia. Saya banyak mendapat pembelajaran yang berarti dan bermakna. Aktivitas belajar saya di grup belajar kelas jadi semakin menarik, inovatif, dan menyenangkan.

Perbedaan yang paling mencolok yang saya rasakan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan ini adalah ;

1.      Sebelumnya, siswa saya tampak bosan. Mereka hanya muncul di grup belajar untuk mengisi absen. Setelah itu tidak ada aktivitas apapun. Grup sepi sampai jam pelajaran berakhir. Namun setelah mengikuti program guru belajar, grup belajar saya jadi semarak. Kami seperti belajar di kelas. Inter aktif. 

2.      Sebelumnya ketika saya memberikan soal-soal untuk mereka jawab, yang mengirimkan tugas hanya sedikit sekali. Sekarang, alhamdulillah, banyak yang mengirim tugas. Mungkin mereka suka cara mengerjakan tugas yang diminta megamati dan bebas mengungkapkan perasaanya sendiri.

3.      Sebelumnya, saya tidak tau atau bahkan terkesan tidak peduli dengan keadaan siswa saya di rumah. Saya tidak mau tau kondisi mereka, aktivitas mereka. Yang saya pedulikan hanya mereka “harus” mengikuti pelajaran di grup belajar. Tapi sekarang, saya jadi lebih peka. Saya punya alternatif untuk mereka yang tidak punya gadget, atau tidak punya kuota. Saya tidak memaksa, karena pembelajaran yang bersifat memaksa hanya akan menimbulkan trauma.

4.      Sebelumnya, hubungan saya dengan orang tua siswa hanya sebatas diundang jika siswanya bermasalah atau berprestasi. Sekarang, saya jadi lebih aktif berkomunikasi dengan orang tua siswa perihal aktivitas belajar yang dilakukan siswa di rumah.

Ternyata, pandemi tidak hanya menyisakan cerita-cerita sedih seperti apa yang saya ungkapkan di awal. Banyak juga hikmah yang bisa dipetik, seperti penyesuaian diri. Seperti saya, saya tidak bisa terus-terusan bingung. Akhirnya saya menyesuaikan diri, murid-murid dna orang tua juga menyesuaikan diri. Dengan peran aktifnya orang tua dalam pembelajaran, menjadi bukti bahwa kita semua, seluruh lapisan masyarakarat menyadari bahwa pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama.

Tekhnologi canggih yang kita gunakan untuk belajar saat ini juga menjadi tanda bahwa kita selangkah lebih maju. Jika dulunya hanya menggunakan fitur-fitur sederhana, sekarang kita sudah mencoba aplikasi baru untuk membuat video, untuk menampilkan gambar, dan lain-lain. Namun, secanggih apapun tekhnologinya, tetap guru ada jiwa dari pendidikan itu sendiri. Maka guru-lah yang menjadikan pembelajaran itu menjadi menyenangkan dan bermakna.

Demikian cerita saya, semoga dapat menginspirasi.

Lita Maisyarah Desy Siregar, SEI., MM

Kota Medan, Sumatera Utara

Sertifikat BIMTEK (Sertifikat DIKLAT menyusul) hehe



Tidak ada komentar:

Posting Komentar