Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah,
malam ini, setelah menuntaskan ibadah solat taraweh dan tadarusan, jemariku
kembali dituntun Allah untuk menari. Menggoreskan sepatah dua patah kalimat
yang insya Allah ‘berisi.’ Jika tidak untuk pembaca, mudah-mudahan, iya buat
aku sendiri.
Ya,
buatku, menulis adalah relaksasi. Media untuk menumpahkan gundah, galau, juga
rasa bahagia. Dengan menarikan jemari, aku merasa bebas, lepas, kutinggalkan
semua beban di hatiku. Melayang ku melayang jauh. Melayang ku melayang. *tuh
kan, jadi nyanyi, entah seperti apapun korelasinya. :D
Oke,
kita coba serius. Ini tentang sepotong kalimat yang sering di gaung-gaungkan
pengusaha-pengusaha muda, milyarder yang sudah berpengalaman, dan mereka-mereka
yang menganggap menjadi ‘gila’ itu harus. ‘The Power Of Kepepet.’
Yap,
the power of kepepet. Kekuatan saat terdesak.
Kalimat
ini pasti udah gak asing lagi di kuping kita. udah bukan hal baru yang kita
harus bertanya-tanya, ‘apaan tuh?’
Hari
gini kan ya? Kalo masih ada yang gak tahu, aku rekomendasikan buku-bukunya Ippho.
Cek deh.
Yang
mau aku bahas disini, bukan mengenai apa itu kekuatan saat terdesak, tapi
korelasinya dengan kehidupan kita sehari-hari. Keterkaitannya dengan aktivitas
yang kita lakukan. Serta masih pantaskah kita mengagungkan kalimat itu.
Jadi
gini, menurut pandangan dari kaca mataku *sekalipun aku gak pake kaca mata*
kekuatan itu malah ngebuat kita malas. Kita dibikin ngerasa gak masalah untuk
menunda-nunda pekerjaan. Yang ada di fikiran kita lebih kurang gini, ‘tenang
aja deh. Ntar juga kalo dikebut selesai juga.’
Itu
dia, secara sadar atau tidak, kalimat ‘the power of kepepet’ itu udah mengakar
kuat di kepala kita. Dan parahnya, kita bersembunyi di balik kalimat itu. Menjadikannya
tameng untuk menutupi kemalasan kita. Kalau udah akut, bisa aja kita gak cuma malas,
tapi juga sepele. Dan FYI, sepele itu kerap membuat kita jatuh sejatuh-jatuhnya
ke dalam jurang yang dalam sedalam-dalamnya. *cadas!
Contoh
paling simpel nih ya. Tentang deadline. Namanya juga deadline alias ‘garis mati’,
kalo gak nyampe garis, ya mati. *asal banget* Tapi gak apa-apa deh, buat
memperkuat kalo deadline itu ya deadline. No tawar. Harga pas!
Untuk
kita yang sering dihadapkan sama yang namanya DL, udah ngerti lah ya seberapa
keramat kata-kata itu. Dan apa resiko yang bakal kita dapat kalo melanggarnya. Well,
udah sebegitu pahamnya pun, masih juga banya yang sepele sama si garis mati.
*fiiuuhh*
Nah,
kebetulan, aku adalah salah satu dari calon pelanggar garis mati. Jadi ceritanya,
kemaren, aku ikutan kompetisi menulis novel nih. Ada jangka watu satu bulan
jelang garis mati. Setelah di taksir-taksir, kayaknya bakal bisa kelar lah
sebelum DL. Tapi, ya, namanya juga manusia, alasan ini itu bakal jadi kambing
hitam. *kasian si kambing hitam*
Walhasil,
naskah pun belum jadi di DL-2. Mana harus ada video promonya, kudu di apload ke
youtube dan di sertakan link-nya di formulir. Jadilah hari itu aku memeras otak
buat ngelarin sekitar 8 halaman a4 dengan 1 spasi. Plus sinopsis 2 halaman. Tahu
gimana rasanya ngerjain sebegitu banyak naskah dalam waktu singkat dan perasaan
yang diuber-uber? Yang jelas, gak enak.
Ini
dia. Ini bisa saja terjadi karena aku sepele. Karena aku menganggap sesuatu
yang dahsyat akan terjadi pada jemariku saat itu, dan dia bisa menari sendiri,
tanpa aku harus capek-capek mikir. Atas dasar apa aku bisa mikir gitu? Apalagi kalo
bukan mantra ‘the power of kepepet.’
Hasilnya
pemirsa, aku capek super. Bukan cuman otak yang dipaksa bekerja ekstra, tapi
juga pinggang yang nyaris gak bisa dilurusin lagi. Dan percaya, deh. Itu bener-bener
gak enak. Kalo bisa, jangan sampe ada yang ngerasain kayak yang aku alami.
Ending
dari kisah itu, iya sih, aku alhamdulillah berhasil menyelesaikan semuanya. Naskahku
berangkat juga menuju meja juri di pulau seberang sana. Tapi kalau saja waktu
bisa diputar ulang, aku gak mau semuanya berlangsung seperti ini. Menulis itu
sesuatu yang menyenangkan seharusnya, tapi kemarin, aku benar-benar kesiksa.
Bayangin
kalo aku gak bisa nyiapin semua, perkara dua hari nih, kerja keras selama
sebulan kemarin percuma. Gak kebayang gimana keselnya, sedihnya, dan
perasaan-perasaan gak enak lainnya.
Well,
cukuplah pengalaman itu jadi pelajaran yang amat sangat berharga. Jangan sampai
terbuai dengan mantra yang ngebikin semuanya layak untuk ditunda-tunda, apalagi
di sepelekan.
Kekuatan
saat terdesak itu bisa jadi bekerja, tapi kalau saja kekuatan itu kita paksa
hadirkan saat santai, bisa jadi akan lebih maksimal. So, cerdaslah dalam
menyelami mantra-mantra yang ada. The power of kepepet, mungkin bijak. Tapi bisa
jadi ‘you can do the best when you in cool zone’ lebih tepat buat kita.
mantaaabbbb, kak.. :D
BalasHapusHehe.. semoga bermanfaat yah wii.. :)
BalasHapus