Kalau
sudah begini, gak bisa disalahin juga sih. Wong sama-sama sibuk. Pas nyampe
rumah pasti udah capek. Gak sempat bersosial lagi, bahkan bersilaturahim antar
tetangga pun sulit menemukan waktu yang tepat. Terus, secara gak sengaja,
hubungan emosional antar tetangga semakin terkikis. Dan naasnya, hampir habis.
Orang-orang
yang tinggal di kota besar, kayak aku, pasti ngerasain hal yang sama. Kita ngerasa
lebih dekat dengan teman-teman kita di luaran sana, dari pada dengan tetangga
sebelah kanan dan kiri rumah kita. Padahal, kalau terjadi sesuatu, yang pertama
kali akan menolong kita adalah tetangga dekat. Bukan sahabat yang untuk
mencapai rumah kita saja dia butuh waktu satu jam.
Nah,
atas kesadaran itulah akhirnya aku mulai memperbaiki caraku bertetangga. Kalau dulu,
waktu SMA dan sampai selesai kuliah, aku selalu menghabiskan waktu di luar. Keaktifanku
di beberapa organisasi sering menyita waktu. Biasanya, aku sampai di rumah saat
matahari nyaris tenggelam. Dan apalagi yang bisa kulakukan untuk beramah tamah
dengan teman-teman di sekitaran rumah? Wong aku saja nyampe rumah langsung
mandi, sholat, makan, belajar, tidur. Besok pagi, gitu lagi. Besoknya lagi,
gitu juga. Nah, pas hari minggu pun, biasanya banyak kegiatan yang harus
kuikuti. Dan lagi-lagi itu semua di luaran, bukan di sekitar rumah. Walhasil,
bertegur sapa dengan tetangga hanya saat numpang lewat di depan rumah mereka
saja.
Sekarang,
kebetulan aku sudah selesai kuliah dan sudah bekerja di salah satu yayasan
pendidikan yang letaknya tak jauh dari rumah. Dan kebetulan lagi, di yayasan
pendidikan itu ada tingkatan TK dan PAUD. Jadilah akhirnya aku mengenal orang
tua-orang tua muda yang ada di lingkunganku. Berinteraksi dengan mereka-mereka
yang tidak kukenal dan tidak mengenalku padahal kami tetanggaan selama
bertahun-tahun. *astagaaa*
Mungkin
hanya perasaanku saja, tapi jelas-jelas aku merasa selama ini sudah menjadi
pribadi yang sombong, yang tidak mau tahu dengan lingkungan sekitar. Ini terkait
dengan, gimana bisa sih aku gak kenal sama mereka yang tinggalnya di
dekat-dekat sini juga? Padahal beberapa dari orang tua murid itu langsung
menyapaku, “anaknya Bu Ros ya?”
Well,
yah, mamaku memang lebih dikenal orang, selain memang mamaku itu ramah, beliau
juga kebetulan bekerja di kantor KUA Medan Deli. Secara otomatis, mereka-mereka, yang
tinggal di kecamatan Medan Deli yang
akan menikah mengenal mamaku dong. Wong daftarnya sama beliau.
Sejak
shock terapy kesadaran diri itu, aku mulai belajar membenahi sifatku yang ‘sok
sibuk.’ Aku mulai menyempatkan diri ikut mama kalau akan bersilaturahmi ke
tetangga. Misalnya, ke rumah tetangga yang kebetulan baru melahirkan, atau
menjenguk tetangga yang sakit, atau hanya sekedar mengantar langsung penganan
yang dibuatkan mama.
Ternyata,
membuka diri itu menyenangkan. Menjadi pribadi yang ramah dan peka terhadap
lingkungan akan membuat kita semakin sehat dan cantik. Tahu kenapa? Kita akan
senantiasa menebar senyum kepada mereka. Banyak-banyak senyum selain sedekah
juga bikin awet muda loh. :)
Aku
juga jadi tersadarkan, selama ini, aku juga banyak ikut aksi solidaritas untuk
saudara-saudara kita yang membutuhkan. Kayak solidaritas untuk korban bencana. Tapi
nyatanya, untuk dapat bermanfaat buat orang lain, tidak harus ikut aksi
solidaritas besar-besaran dulu. Toh, tetangga-tetangga kita, saudara-saudara
yang ada di lingkungan tinggal kita juga banyak membutuhkan uluran tangan. Kalau
dulu sedekah harus nyari panti asuhan, sekarang, mata udah terbuka kalau di
lingkungan sini juga ada STM yang punya data anak yatim.
Jadi,
aku akhirnya menyimpulkan satu hal. agar kita bisa menjadi pribadi yang lebih
baik dalam hidup bermasyarakat hanya dibutuhkan satu hal. Response your area.
sip mbak tulisannya,,,terimakasih atas partisipasinya dan salam kenal dari saya "Dwi" Surabaya
BalasHapusTerima kasih mb Dwi..:)
BalasHapusSalam kenal kembali dari Medan.. ^^
Terima kasih mb Dwi..:)
BalasHapusSalam kenal kembali dari Medan.. ^^