Tahun
ini kayaknya jadi tahun terakhir gue memampangkan usia gue di resolusi awal
tahun. Gak nyangka kali, ternyata daku sudah se-(tua)-dewasa ini. Ya ampuuun. Time
flies so fast yaa.. Hahahahahhaa. Pantesan belakangan ini kalo makan di cafe,
waitres-nya kalo ngasi menu suka bilang, “pesan apa, Bu?” Hahahhahaaattsyiiim. *Lirik
kanan kiri, benerin sikap. Ketawanya kelebaran.*
Kemarin
pas di 1 Januari, tepatnya dimana postingan ini harusnya di-publish, aku sempat
mikir mau bikin judul ‘The Glory Of 27’, tapi setelah ditimbang2, dan dipikir2,
kayaknya judul itu terlalu dini untuk ditelurkan. Soalnya maknanya berat
syekali. Jadi terpilihlah judul ini. Emang semewah apa sih? dibaca yak. Jangan berekspektasi
terlalu tinggi. Aku sulit ditebak. Ingat kawan, hati perempuan sedalam mutiara
di dasar lautan. :v
27.
Jeng.
Jeng. Jeng jeng. *pake aplikasi dramatis di instagram*
Ini
tahun paling mewah yang pernah ada dalam perayaan tahun baru versi aku. Paling mewah
dan paling realistis, tepatnya.
Realistis |
Jadi
di tahun2 lalu, dan memang biasanya seperti itu, aku bakal tiup lilin dari
beberapa tart yang berbeda, dan menerima beberapa kado dari orang yang berbeda2
pula. Biasanya malam tahun baru dihabiskan dengan nonton acara pergantian tahun
di TV, atau jalan2 keluar lihat kembang api. Biasanya sih seperti itu. Pokoknya
malam tahun baru itu spesial banget buat-ku yang notabene-nya gak cuma ngerayain
tahun baru, tapi juga usia baru.
Tapi
tahun ini, berbeda. Mungkin disinilah
letak realistis itu. Aku menghabiskan 31 Desember 2017 di rumah, tanpa
sedikitpun tertarik buat nonton TV, apalagi keluar lihat kembang api. Aku sudah
meluk guling jam setengah 10 malam, dan nunggu
ngantuk sambil main hp. Abis itu ketiduran, dan kemudian terbangun kembali
dengan dering Hp. Bukan karena kembang api. Wkwkwk.
Habis
nerima tepon dan mendengar doa2 panjang untuk hari ulang tahun-ku, terus nerima
video pesta kembang api dan ucapan selamat ulang tahun juga masih dari orang
yang sama, aku tidur lagi. Gak tertarik buat keluar atau minimal melongokkan
kepala ke teras rumah demi melihat pesta kembang api yang bisingnya luar biasa itu.
Pokoknya malam tahun baru-ku di 2018 ini amat sangat biasa. Gak ada bedanya
dengan malam2 yang lain. Aku juga gak tau kenapa. -_-
Besok
paginya, pas ngecek Hp, udah nemu puisi ucapan selamat ulang tahun lagi. Masih dari
orang yang sama. Hehehe. Trus nerima tepon lagi, nanya kepingin jalan2 kemana. Doi
tau banget aku cinta pantai dan langsung nawarin jalan ke pantai pas aku
bingung mau kemana.
“Ke
Pantai Bali kita?”
Tapi
itulah ya. Aku kurang begitu excited sama tahun baru kali ini. Padahal tahun
lalu seminggu sebelum hari H udah mempersiapkan plan A dan plan B buat
menghabiskan 1 Januari di pantai. Kok tahun ini jadi males ya?
Disinilah
aku merasa aku mulai lebih realistis. Aku memang suka pantai, tapi dengan
segala pertimbangan, aku memilih untuk gak usah ke pantai deh h
Finally,
kita cuman beli kado yang mana kadonya itu adalah benda yang aku suka dan
memang aku yang pilih. Hahahaha. Ini bukti ke-realistisan-ku yang kedua. Hahahha.
Soalnya kemaren pernah kejadian dibeliin kado, tapi kurang pas, jadinya jarang
dipake. Abis itu nolak buat beli tart, karena lagi gak pengen makan tart. Pertimbangannya,
kalo beli tart, pasti dibeliin yang gede. Mahal, geng. Sayang aja uangnya. Mubazir.
Sementara kan kita gak pengen2 amat makan tart. Enakan juga bebek penyet. Wkwkwkwkwk.
Yaudah, kita makan bebek penyet sama belut. Ahhaha.. Enyaaakkk.. :D
Jadi
tahun baru dan usia baru-ku kali ini adalah perayaan atau peringatan yang
paling mewah menurutku. Kok mewah? Gak pake tart, gak pake jalan2, kok mewah? Karena
realistis itu lebih mewah dari sekedar tiup lilin.
Jujur
saja, menurutku yang mulai realistis ini, tart setiap ulang tahun itu hanya
simbolis saja. Kadang2 abis tiup lilin, kuenya dipake buat cowel2. Terus dibagi2in
ke temen2 deh. Sekarang ini rasanya kok jadi mubazir ya? *Apa karena aku sudah
merasakan lelahnya cari duit? Padahal mah judulnya dibeliin.* Aku mikir, kalo mau
bagi2 rezeky, mendingan kasih ke yang memang benar2 membutuhkan. Temen2 kita
itu gak butuh makan tart kita. Mereka bisa beli sendiri kalo mereka mau. Mereka
makan, karena kita kasih. Thats all.
Jadi,
aku memutuskan untuk gak usah beli tart, diganti dengan bebek penyet sama belut
itu udah tepat banget. Memilih sendiri kado untukku juga udah tepat banget. Menunda
waktu untuk jalan ke pantai udah tepat banget. Bahkan mamaku yang gak nanyak2
mau apa, tetiba datang bawa serenteng anggur juga udah tepat banget.
“Ini
kado ulang tahun,” kata mamak sambil menyodorkan anggur merah. Wkwkwkwk.
Ini
sudah tepat.
Walopun
ada pertanyaan, “tahun lalu kita rayain di pantai Romance Bay loh. Masak tahun
ini kita gak kemana2? Harusnya malah tahun ini lebih istimewa. Harus ada
peningkatan dari tahun lalu.”
Iya
sih. Ada benarnya. Tapi menjadi cewek realistis macem aku ni juga udah istimewa
loh. Kalo masih congok kek dulu, mungkin aku udah langsung mau diajakin ke
Pantai Bali walopun masih capek. Nerima aja dibeliin tart walopun gak kepingin
makan tart. Iya, cuma biar bisa tiup lilin di atas tart aja. Terus, gak mau
bilang mau kado apa. Tapi sekalinya dikasi, kalopun gak pas, ya harus terima. Salah
sendiri, gak mau milih langsung. Hahahahhaha.
Makanya
walopun di 27 ini aku gak tiup lilin, aku merasa sudah sangat istimewa. 27-ku
ini mewah. Aku menjadi perempuan realistis dengan pemikiran yang matang.
*Hueekk.
Menjadi
tua itu pasti, tapi menjadi dewasa itu pilihan. Dan aku memilih men-dewasa, dan
bijaksana. Karena aku tahu, untuk mendampingimu, gak cukup kalo cuma dengan
modal (c)antik doang. *Hasseekkk* *Hueeekkk*
***
Resolusi
2018
Ngomong2
soal tahun baru, ada yang kurang rasanya kalo belum bikin resolusi. Seperti tahun2
sebelumnya, aku selalu bikin target apa aja yang harus dicapai selama satu
tahun ke depan. Jadi untuk 2018 yang mewah, ini resolusiku.
Pertama.
Menjadi hamba yang lebih taat. Sholat di awal waktu. Tidak lagi menunda2. Istiqomah
menghapal. Puasa sunnah minimal 3 kali dalam satu bulan. Dan berusaha untuk rajin
mengerjakan sholat dhuha. Semoga Allah teguhkan hati ini. Aamiin.
Kedua.
Menikah. *Kalo dulu masih malu2 bikin resolusi menikah, tahun ini mulai
blak2an. Udah kepengen gendong baby soalnya. Wkwkwkwk* Aku gak mau lagi sibuk mencari
yang sempurna, karena tiap kali nyari yang sempurna, selalu berakhir kecewa. Gimana
nggak kecewa, kita ekspektasi tinggi mulu, tapi gak menyadari bahwa kita pun
banyak kurangnya. Padahal harusnya gak serumit ini seandainya ingat sama
pesannya eyang Habibie. “Tidak perlu mencari yang sempurna. Cukup temukan
seseorang yang membuatmu merasa lebih berarti dari apapun.”
Aku
jadi teringat tulisan Muallim Irhas, seniorku di LPM Dinamika UIN SU, dulu. Dia
pernah nulis, perempuan yang menunggu jodoh itu ibarat sedang menunggu angkot
pas mau berangkat ngampus. Lima menit menunggu, datang angkot yang jalannya
pelan. Gak di stop. Takut telat. Sepuluh menit kemudian, datang angkot yang
agak cepat, tapi penumpangnya rame. Gak di stop. Malas sempit2an. Lima belas
menit kemudian, datang lagi angkot ketiga. Jalannya cepat, penumpangnya gak
banyak, tapi angkotnya jelek. Butut. Gak di stop lagi. Mau cari yang bagus aja.
Berselang dua puluh menit kemudian, datang lagi angkot ke empat. Cepat, lapang,
bagus. Pas di stop, angkotnya gak berhenti. Gak tau kenapa. Sambil ngedumel, si
cewek nunggu lagi. Setengah jam kemudian, saat kaki udah pegel, dan waktu udah
mepet, lewatlah satu angkot lagi. Lambat, padat, butut. Mau tak mau, suka tak
suka, angkot tadi pun di stop.
Ekspektasi
si cewek, karena dia keluar dari rumah lebih cepat, dia akan bisa menumpang
angkot yang jalannya cepat, tidak terlalu padat, dan bagus. Tapi sekian menit
nunggu gak ketemu2. Nah sekalinya ketemu, si angkot gak mau di stop. Ini bisa
jadi analogi, orang yang dimata kita sempurna, dan kita anggap sepadan dan
cocok untuk mendampingi kita, belum tentu berpendapat sama. Bisa jadi dia
merasa dia terlalu sempurna untuk kita yang biasa2 saja. Nah, karena usia yang
sudah merambat banyak, jadinya kita gak bisa lagi memilih yang ada di kriteria
kita. Kita melewatkan mereka yang tadinya harusnya bisa memenuhi beberapa poin
dari kriteria kita. Jadilah pada akhirnya si cewek menumpang angkot yang
jalannya lambat, isinya padat, dan tampilannya butut. Tak lagi bisa memilih.
Ketika
kita menolak lamaran seorang lelaki yang baik. Baik agamanya, baik perangainya.
Maka itu sama artinya dengan menolak rezeky. Aku gak mau lagi nolak rezeky. Nanti
Allah marah. Jadi, walaopun nama abang bukan Rezeky, tapi gak bakal ditolak kok.
Hahahahhaha. *Curhat lagii*
Ketiga.
Jadi dosen. Aku kepingin punya pengalaman mendidik mahasiswa. Selain itu, mamak
bolak balik nanyak, kapan jadi dosen. Jadi terbeban awak. -_-“
Keempat.
Tahun baru 2019, pengen ke Sabang. Honeymoon. Wkwkwkwwkkw.
Kelima.
2018 no sarkasme. Tahun ini harus bijaksana menempatkan bahasa. Gak lagi
menyinggung perasaan orang lain. No ghibah. No fitnah. Berusaha menarik diri
dari obrolan tak berfaedah.
Keenam.
Eksis nge-blog lagi. Satu bulan minimal 3 postingan.
Ketujuh.
Pengen langsing. Efek liburan, makannya sehat banget, istirahatnya cukup
banget, refreshingnya seru banget, badan jadi melebar semena2. Jadi 2018 punya
target untuk mengembalikan berat badan seperti semula. Kembali ke 49 kilo. Mudah2an
terlaksana. Mudah2an gak diajakin makan bebek penyet lagi. Mudah2an bisa nahan
selera makan bakso. Aamiin.
Itu
aja deh resolusinya. Sedikit, tapi terlaksana lebih baik daripada banyak tapi
cuman teori saja. Hehehe.
Semoga
resolusi kita semua tercapai dengan baik di tahun 2018 ini yaa.. Aamiin.. Semangat
untuk kita semuaa.. :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar