Kamis, 04 April 2013

MERAJUT KEBERSAMAAN DALAM BINGKAI JAMBORE IMAN DAN TAKWA

Menyapa pagi di tepi lau kawar

Keheningan malam di seputaran Danau Lau Kawar terusik dengan deru bus yang berjalan lambat-lambat. Beriringan, bus-bus carteran itu mencari tempat parkir untuk menurunkan penumpang-penumpang beserta barang bawaan mereka. Selang beberapa detik ketika suara mesin bus padam, yang terdengar adalah teriakan yang saling bersambut, “sudah sampai woi, bangun!”, “woi, turunkan wajan yang di atap”, “turunkan kompornya”, “sandalku mana?”, “cek lagi, ada yang ketinggalan apa enggak!” Panci, wajan dan kompor gas, serta peralatan dapur lainnya memang ikut andil dalam menemani perjalanan yang cukup melelahkan ini.  Ditingkahi suara jangkrik, lamat-lamat teriakan-teriakan itu mereda dengan sendirinya.
 
Jam sudah menunjukkan pukul 00.30 WIB ketika saya dan rombongan peserta jambore iman dan takwa yang diadakan oleh Dewan Mahasiswa (DEMA) IAIN SU tiba di kaki Gunung Sinabung, di sebuah desa kecil bernama Lau Kawar. Dingin yang menusuk hingga ke sum sum membuat saya segera mengenakan beberapa tameng penghalau dingin, jaket tebal, kaus kaki dan sarung tangan. Lelah yang menggelayut memaksa saya dan teman-teman bergegas mencari (mendirikan, red) tempat bernaung dari dinginnya angin gunung.

Ketika beberapa orang masih berdendang ria di bawah pelukan rembulan, sisa malam itu saya dan teman-teman sesama peserta perwakilan dari LPM Dinamika habiskan dengan bergelut dengan selimut di dalam tenda. Sungguh terlihat kami tidak terbiasa dengan udara dingin menusuk tulang. 

Peserta terbanyak dari LPM Dinamika. :)
Jambore Iman & Takwa ini merupakan agenda tahunan DEMA. Acara perkemahan dengan tema mengukuhkan silaturahim antar UKK-UKM (LPM Dinamika, PMI, MAPASTA, LDK Al-Izzah, LKSM, Menwa dan Pramuka) itu berlangsung selama tiga hari dua malam dengan schedule yang menarik, di antaranya, menaklukkan Gunung Sinabung.  Mendaki gunung adalah terobosan baru yang dicanangkan DEMA. Jika tahun lalu hanya berkemah dan menuruni lembah menuju Air Terjun Dwi Warna, kali ini mendaki gunung, dan tidak tanggung-tanggung, yang di daki adalah gunung tertinggi di Sumatera.

“Acara ini memang sudah kami rapatkan dari jauh-jauh hari. Keputusan mendaki gunung Sinabung juga berdasarkan suara terbanyak”, ujar Muslim, Presiden Mahasiswa IAIN SU.

Seperti tema yang di usung DEMA, perkemahan ini benar telah mempererat tali silaturahim UKK-UKM. Hal ini terbukti saat mendaki gunung Sinabung. Kami (kru LPM Dinamika, red) yang notabene hanya terbiasa mengotak atik laptop, memburu berita dan menuliskannya, benar-benar masih sangat awam dengan  suasana pendakian, mampu mencapai puncak tertinggi. Kami tidak akan bisa jika hanya mengandalkan kekuatan tim kami sendiri. Keakraban dengan pengurus UKK-UKM itu terasa makin hangat ketika dipererat dalam keadaan yang saling membutuhkan satu sama lain.

Beban mental khawatir tidak mampu meneruskan perjalanan ke puncak yang kami tanggung ber-74, terasa sangat ringan. Tapi tim MAPASTA (Mahasiswa Pecinta Alam Semesta) yang baru kali ini menjadi guide untuk pendaki berjumlah 74 orang merasa cukup kewalahan juga.

“Biasanya orang kalau naik gunung paling banyak cuma 10 orang. Ini kita bawa 74 orang. Lumayanlah buat kering kerongkongan untuk ngasi komandonya”, sambil tersenyum Ateng, pimpinan tim MAPASTA menggaruk-garuk kepalanya.

Pendakian yang kami mulai sekitar pukul 9.30 pagi dan selesai ketika matahari hampir memasuki peraduaan itu cukup sukses membuat kaki-kaki kami terasa akan patah. Langkah kami terbilang lamban. Ateng memperkirakan pendaki pemula seperti rombongan yang dibawanya akan tiba kembali di Lau Kawar pukul 5 sore, tapi kami baru tiba ketika hari hampir gelap. Pendakian yang menjadi pengalaman pertama bagi hampir separuh peserta jambore ini aku yakin akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. 

“Ini pertama kalinya aku naik gunung. Ku rasa aku mau lagi kalau di ajak daki lagi kapan-kapan. Yang ini memang benar-benar pengalaman pertama yang sulit buat dilupakan”, Rizal, peserta jambore dari tim PMI tersenyum sambil mengurut-urut kakinya.

“Aku juga mau lagi, tapi nanti, sampai aku lupa rasa sakit dan capek ini”, temanku dari tim Dinamika memotong, juga sambil memijati kakinya.

Dalam hati aku membenarkan ucapannya.

Kami kembali ke Medan esok harinya, setelah di kunjungi oleh PR3 (Pembantu Rektor 3), Prof. DR. Lahmuddin Lubis M.Ed beserta rombongan. Ditemani rintik hujan, kami, para peserta jambore mendengarkan nasihat-nasihat yang beliau kemas dalam kata sambutannya dengan takzim. Setelah di lanjutkan dengan foto bersama, kami mulai mengemasi barang-barang untuk segera kembali ke Medan. Sudah rindu rasanya dengan udara kota medan yang “agak” panas setelah 3 hari berada di kaki Gunung Sinabung yang dingin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar