Menyapa pagi di tepi lau kawar |
Keheningan malam di seputaran Danau
Lau Kawar terusik dengan deru bus yang berjalan lambat-lambat. Beriringan, bus-bus
carteran itu mencari tempat parkir
untuk menurunkan penumpang-penumpang beserta barang bawaan mereka. Selang beberapa
detik ketika suara mesin bus padam, yang terdengar adalah teriakan yang saling
bersambut, “sudah sampai woi,
bangun!”, “woi, turunkan wajan yang
di atap”, “turunkan kompornya”, “sandalku mana?”, “cek lagi, ada yang
ketinggalan apa enggak!” Panci, wajan dan kompor gas, serta peralatan dapur
lainnya memang ikut andil dalam menemani perjalanan yang cukup melelahkan
ini. Ditingkahi suara jangkrik,
lamat-lamat teriakan-teriakan itu mereda dengan sendirinya.
Jam sudah menunjukkan pukul 00.30
WIB ketika saya dan rombongan peserta jambore iman dan takwa yang diadakan oleh
Dewan Mahasiswa (DEMA) IAIN SU tiba di kaki Gunung Sinabung, di sebuah desa
kecil bernama Lau Kawar. Dingin yang menusuk hingga ke sum sum membuat saya
segera mengenakan beberapa tameng penghalau dingin, jaket tebal, kaus kaki dan
sarung tangan. Lelah yang menggelayut memaksa saya dan teman-teman bergegas
mencari (mendirikan, red) tempat
bernaung dari dinginnya angin gunung.
Ketika beberapa orang masih
berdendang ria di bawah pelukan rembulan, sisa malam itu saya dan teman-teman
sesama peserta perwakilan dari LPM Dinamika habiskan dengan bergelut dengan
selimut di dalam tenda. Sungguh terlihat kami tidak terbiasa dengan udara
dingin menusuk tulang.
Peserta terbanyak dari LPM Dinamika. :) |
“Acara ini memang sudah kami
rapatkan dari jauh-jauh hari. Keputusan mendaki gunung Sinabung juga
berdasarkan suara terbanyak”, ujar Muslim, Presiden Mahasiswa IAIN SU.
Seperti tema yang di usung DEMA,
perkemahan ini benar telah mempererat tali silaturahim UKK-UKM. Hal ini
terbukti saat mendaki gunung Sinabung. Kami (kru LPM Dinamika, red) yang notabene hanya terbiasa mengotak atik laptop, memburu berita dan
menuliskannya, benar-benar masih sangat awam dengan suasana pendakian, mampu mencapai puncak tertinggi.
Kami tidak akan bisa jika hanya mengandalkan kekuatan tim kami sendiri.
Keakraban dengan pengurus UKK-UKM itu terasa makin hangat ketika dipererat
dalam keadaan yang saling membutuhkan satu sama lain.
Beban mental khawatir tidak mampu meneruskan perjalanan ke puncak yang kami
tanggung ber-74, terasa sangat ringan. Tapi tim MAPASTA (Mahasiswa Pecinta Alam
Semesta) yang baru kali ini menjadi guide
untuk pendaki berjumlah 74 orang merasa cukup kewalahan juga.
“Biasanya orang kalau naik gunung
paling banyak cuma 10 orang. Ini kita bawa 74 orang. Lumayanlah buat kering
kerongkongan untuk ngasi komandonya”, sambil tersenyum Ateng, pimpinan tim
MAPASTA menggaruk-garuk kepalanya.
Pendakian yang kami mulai sekitar
pukul 9.30 pagi dan selesai ketika matahari hampir memasuki peraduaan itu cukup
sukses membuat kaki-kaki kami terasa akan patah. Langkah kami terbilang lamban.
Ateng memperkirakan pendaki pemula seperti rombongan yang dibawanya akan tiba
kembali di Lau Kawar pukul 5 sore, tapi kami baru tiba ketika hari hampir
gelap. Pendakian yang menjadi pengalaman pertama bagi hampir separuh peserta
jambore ini aku yakin akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
“Ini pertama kalinya aku naik gunung.
Ku rasa aku mau lagi kalau di ajak daki lagi kapan-kapan. Yang ini memang
benar-benar pengalaman pertama yang sulit buat dilupakan”, Rizal, peserta
jambore dari tim PMI tersenyum sambil mengurut-urut kakinya.
“Aku juga mau lagi, tapi nanti,
sampai aku lupa rasa sakit dan capek ini”, temanku dari tim Dinamika memotong,
juga sambil memijati kakinya.
Dalam hati aku membenarkan
ucapannya.
Kami kembali ke Medan esok
harinya, setelah di kunjungi oleh PR3 (Pembantu Rektor 3), Prof. DR. Lahmuddin Lubis
M.Ed beserta rombongan. Ditemani rintik hujan, kami, para peserta jambore
mendengarkan nasihat-nasihat yang beliau kemas dalam kata sambutannya dengan
takzim. Setelah di lanjutkan dengan foto bersama, kami mulai mengemasi
barang-barang untuk segera kembali ke Medan. Sudah rindu rasanya dengan udara
kota medan yang “agak” panas setelah 3 hari berada di kaki Gunung Sinabung yang
dingin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar