Halo manteman, berkibarnya issu membaca Al-Quran dengan
dengan metode One Day One Juzz atau biasa disingkat ODOJ dan Cemiluzz, plesetan
dari Seminggu Lima Juzz yang digaungkan Fastword Community membuat saya
tergelitik untuk menyajikan budaya yang khas pula dari mengkhatamkan Al-Quran.
Pulut Kuning.
`Kalau kamu khatam bacaan Al-Qurannya, nanti mama buatkan
pulut kuning deh.`
Ini kalimat yang dulu zaman masih kecil suka kita dengar
dari mama kita masing-masing. Dan sekarang, masih sering pula didengar dari ayah
ibu keponakan kita, atau dari orang tua tetangga-tetangga kita yang anaknya
masih kecil-kecil. Tampaknya budaya makan pulut kuning dan membagi-bagikannya
pada teman saat khatam Al-Quran sudah menjadi budaya yang sangat kental melekat
di masyarakat. Khususnya daerah Sumatera Utara.
Pulut kuning adalah simbolis untuk merayakan keberhasilan
si anak menyelesaikan bacaan 30 juz Al-Quran. Penganan yang dibuat saat
khataman untuk anak yang masih terbilang kecil itu bermaksud untuk membuatnya
semakin bersemangat dalam membaca AlQuran.
Ternyata, adat kebiasaan menyuguhkan pulut kuning bukan
semata-mata tanpa alasan. Pulut kuning punya filosofi sendiri. Pulut yang
lengket itu dianalogikan sebagai ilmu Al-Quran yang disampaikan guru dan kadar
ingatan si anak. Harapannya, pulut kuning yang dimakan itu menjadi doa agar
ilmu yang diajarkan sang guru lekat di ingatan si anak.
Anyway, kenapa harus pulut yang berwarna kuning?
Sama seperti budaya marhaban dan tepung tawar, budaya makan
pulut kuning ini berasal dari melayu yang memang khas dengan warna kuningnya.
Jadi, warna kuning bisa jadi menjadi ciri khas. Tapi, kalau kamu mau bikin
pulut warna hijau, juga tidak akan mengurangi esensi dari pulut itu kok. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar