Bismillahirrahmanirrahim
Ada
yang pernah nonton film ini? Iya, judulnya sengaja aku balik. Film yang
menceritakan tentang sepasang manusia yang saling jatuh hati justru saat mereka
akan berpisah? Shootingnya di Korea loh. Bagus deh view nya. Kalo belom, coba2
search deh. Atau kalo nggak tertarik mah gapapa. Haha. Sebenernya sih aku bukan
mau ngebahas film itu. Ada beberapa hal penting yang harus aku tulis disini,
untuk mengabadikannya. Agar kelak, di suatu masa, ketika aku rindu, ada sesuatu
yang bisa kubuka, kubaca, dan kukenang untuk kemudian abadi dalam ingatan.
*hapasih?
Aku
pernah nulis kalimat ini, “apapun, siapapun yang pernah singgah dalam hidupmu
adalah sesuatu yang pasti berkontribusi dalam pendewasaan diri.” Tapi lupa
nulisnya di sosmed yang mana. Haha.
Setiap
hal yang cuma sekedar mampir aja, cuma numpang lewat aja, bisa jadi memberikan
pesan yang dalam. Kayak kalo nungguin angkot, udah nunggu lama, eh pas lewat
penuh pula. Dalem gak tuh? Keselnya maksudnya. Wkwkwk. Eh tapi, si angkot jadi
ngajarin kita buat lebih sabar. Kalo kita peka, bisa jadi si angkot tadi
nge-kode-in kita buat cari alternatif lain. Minta dijemput si em em misalnya.
Atau pesen gojek. Atau biar gak repot, stopin becak aja. :v
Eh
tapi, ini serius. Aku nulis ini untuk ungkapan terima kasih tak terhingga untuk
sebuah wadah yang sudah menerimaku mengabdi disana hampir empat tahun lamanya.
Tempat pertama kali aku mengenal dunia kerja. Yap, setelah lulus kuliah di Mei
2012, sekitar Juli 2012 aku mulai berjibaku dengan dunia pendidikan.
Pendidikan? Iyap. Tepatnya sebagai tenaga kependidikan. Beda loh ya sama tenaga
pendidik.
Disana
aku berjibaku dengan berkas surat menyurat, laporan bulanan, laporan
pertanggungjawaban, dan segala sesuatu yang bersifat administratif. Aku bener2
belajar. Sifat kurang teliti dan asal2an-ku, berhasil kubunuh disana. Pelan2,
aku mulai menjadi aku yang baru. Aku yang lebih teliti, aku yang lebih teratur,
dan aku yang lebih sabar. Karena gak lama, datanglah edaran dari Kemenag untuk pendataan
EMIS, dan DAPODIK dari Dinas. Untuk kamu yang pernah atau bahkan sekarang
sedang jadi operator pasti tau betapa meriahnya urusan dua biji produk itu.
Apalagi karena waktu itu semua baru dimulai, gak ada temen sharing, dan beban
di pundak semua. Cuman aku yang ngerti, dan artinya cuman aku yang bisa dan
wajib menyelesaikan ini semua. Gak kehitung sih begadang2nya, nangis2nya,
stres2nya, dan luapan bahagia pas semua sudah dilalui dengan baik. Aku
menikmati posisiku. Meski dengan segala keluh kesahnya. Aku enjoy di mejaku
meski saat penerimaan siswa baru aku keteteran. Pokoknya, aku mensyukuri hadiah
Tuhan ini. Ia menempatkanku di tempat yang menurutNya layak dan baik.
Namun
pada akhirnya, semua tiba pada masanya. Berawal dari insiden mengerikan yang kuterima
sepulang kerja. Yang berefek pada aku harus memutuskan untuk memilih. Hmm,
lebih tepatnya, menuruti pilihan orang tua. *hadeeehhh.. udah kayak kasus Siti
Nubaya*
“Hari
senin nanti gak usah masuk lagi. Udah, pindah ke Belawan aja. Biar gak bolak
balik Medan – Belawan.”
Aku
yang waktu itu lagi rebahan, berusaha ngilangin rasa sakit, shock. *Gile bener.
Gue disuruh ninggalin pekerjaan gue dengan segitu simpelnya. Kayak gue gak
punya tanggung jawab apa2 yang harus gue selesaikan dulu.*
Di
satu sisi, itu perintah turun, pasti karena ortu sayang. Mereka yang lebih
terluka saat tau anaknya terkena musibah. Mereka yang lebih shock dan gak kuat
ngeliat aku yang terkulai lemah dengan kaki lebam2. Perintah itu adalah
otoritas orang tua karena aku adalah anak perempuan. Dan anak perempuan adalah
tanggungan orang tuanya sampai dia menikah. Well, kalopun aku laki2, kurasa aku
gak bakal berani menentang perintah mereka.
Berbekal
sedikit kemampuan negosiasi, aku berhasil meluluhkan hati mereka, dan akhirnya
bisa menuntaskan pekerjaan berkategori urgen. Finally, aku bergegas. Melepas pekerjaan,
melepas teman2 rasa saudara, dan melepas kenangan2 luar biasa. Seperti pertama
kali aku diterima, aku dilepas dengan prosesi yang sama. Empat tahun bersama
mereka, sukses membuatku tak sanggup menahan haru. Ya, perpisahan selalu
menyisakan air mata. Satu per satu mereka bersuara, membuka kenangan awal
pertemuan, permohonan maaf, dan ucapan
terima kasih. Sok tegar, aku terbata berujar, “semoga saya berhasil memberikan
kenangan yang baik di hati ibu2, dan teman2 sekalian.” Kelu sekali ketika harus
mengucapkan kalimat itu. Sedihnya luar biasa. Nyata paling haru adalah aku
bakal jarang banget ketemu sama ibu2 yang sayangnya dan perhatiannya ke aku itu
luar biasa. Bakal jarang banget ketemu sama partner kerja yang akhirnya ngebuat
aku gak ngerasa terbeban sendiri, yang akhirnya aku punya temen sharing.
Kayaknya baru bentar banget, dan sekarang aku harus melepas semuanya. T_T
Empat
tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengukirkan kenangan. Gak bakal abis2 ini
blogpost kalo semuanya dituangin di mari. Tapi yang pasti, terima kasih atas
segalanya. Terima kasih untuk pengalaman, pembelajaran, dan kekeluargaan yang
terjalin di antara kita. Semoga masih ada celah untuk kita bersua sekedar mempererat
ukhuwah. Aku sayang kalian karena Allah. *Lebay banget gue kalo udah sedih gini
T_T
***
Btw,
kenapa judul ini jadi kayak judul film Hallo-Good Bye, adalah karena ternyata
setelah tanganku membuka, melepas sesuatu, Allah berikan aku ganti yang bisa
kugenggam kembali. Setelah aku berair mata pilu, aku kembali berair mata haru.
Aku
bergabung di instansi pendidikan baru, dengan rekan2 kerja baru, suasana baru,
dan semoga akan menjadi keluarga baru. Mungkin ini hikmah dari insiden
mengerikan itu. Aku berganti pekerjaan, jadi domisili di Belawan sama orang
tua, dan bener, jadi gak bolak balik Medan – Belawan tiap hari. Gak secapek
kemarin2.
Semoga
akhirnya doa yang teman2 panjatkan untuk saya, “kerasan di tempat baru” benar2
diijabah Allah. Terima kasih, ya. :) Saya benar2
bersyukur pernah tergabung di naungan Yayasan Pendidikan Ibnu Halim. Semoga
jaya selalu. :) :) :)
kk gak ngajar lagi ya?
BalasHapusNgajar dek. Tp di sekolah yg berbeda.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapus