Kamis, 18 Oktober 2012

Especially For Didin—LPM Dinamika IAIN SU—Selintas Cerita Tentang Kita


—Sejak  aku mengenalmu, berjibaku dengan semua ihwal tentangmu, belajar mencintaimu sampai akhirnya aku melepas pelukmu, aku yakin akan satu hal, kau selalu ada disini, di hati ini. Terimakasih untuk segalanya, Dinamika. Terimakasih. Semoga di usiamu yang baru, semakin banyak yang mencintai dan rela berjuang bersamamu. I’ll always love you.—

Happy Milad, Didin :)
Kalimat puitis itu kutulis di wall fesbuknya si Didin kemaren. Pas tanggal 16 Oktober 2012. Iyup, Didin milad yang ke-19. Gag terasa ya? Padahal sepertinya, baru saja melewatkan perayaan ulang tahunnya yang ke-18, eh, sekarang udah harus ngerayain lagi. :D

Di usia baru Didin ini, aku bukan lagi sebagai salah satu kru-nya. Rasanya sedikit berbeda. Semarak miladnya jadi kurang berasa. Walau sebenarnya, crews banyak ngucapin selamat dengan kalimat-kalimat manis nan puitis di dumay, wall fesbuk Didin dan di grup redaksi. Yang artinya, aku bisa menikmati euphoria anniversary Didin juga. Tapi, entahlah, rasanya sedikit berbeda meski aku tak bisa menjelaskan seperti apa sebenarnya bentuk yang kubilang beda itu. Mungkin yang masih sama dan akan terus sama adalah cintaku. Ya, hatiku masih terpaut dalam padamu, Didin. Belum ada yang bisa menggantikan. Bahkan kurasa, kau takkan terganti. :)

Perjalananku masih belum terbilang panjang bersama Didin. Hanya sekitar dua setengah tahun. Sebentar, tapi cukup menyisakan pengalaman dan pengetahuan yang luar biasa. Mengenalmu, Didin, adalah hal yang akan kusyukuri sepanjang hayat. Soalnya, meski jejak yang kita ukir belum banyak banget, tapi jelas itu berpengaruh terhadap hidup dan perkembangan karirku. #Sadaaaapp. Beneran loh. Judul skripsiku aja terinspirasi dari berita yang kugarap. Berita untuk mengisi salah satu rubrik di halamanmu. Ahh, Didin. Makasih ya. ^_^

Sudah berkisar lima bulanan sejak aku melepas peluk hangat Didin. Aku baik-baik saja memang, cuma, tak bisa kupungkiri, aku rindu berat akan pelukan itu. Rindu serindu rindunya, udah cem lirik lagu gitu ya. Tapi beneran loh. Cius akuna. :p pas lagi kangen-kangen gini. Aku jadi pengen nulis sejarah kita, Didin. Kisah pertama kali ketemu kamu dan memutuskan untuk masuk kedalam duniamu. #hem, harus nyiapin tissue nih keknya. Terharu mode : on.

Jadi kisah kita dimulai waktu aku masih unyu-unyu di kampus. Eh, gag denk. Udah semester empat waktu itu. Aku pengeeen banget belajar jadi newscaster kemaren itu. Dan kufikir, Dinamika adalah wadah yang tepat. Jadilah aku menggeret ketiga sahabatku buat ikutan daftar. Tapi malang tak dapat ditolak—bahasa gua—yang lulus daku seorang. Dengan sedikit merangkak-rangkak, aku akhirnya menegaskan langkahku di Dinamika. Tapi memang tak mudah.  Rangkakan itu lebih sering mandek. Aku lebih sering menghilang daripada ada di sekret. Huaaahh, itu masa-masa kritis, Didin. Benar-benar kritis. Saking kritisnya, terjadilah hubungan telpon malam-malam dengan Pemimpin Umum dan berbuah akan laut yang menggenang dimataku. #entah kenapa kalo inget part ini, jadi cengar cengir sendiri. XD.

Setelah moment itu, barulah aku belajar mencintaimu, Didin sayang. Belajar menjadikan sudut-sudutmu adalah ruang yang kurindukan. Dan aku berhasil. Aku jatuh hati, semakin hari, semakin dalam. Mulai kutapaki karirku di duniamu dengan serius, melihatmu dengan seribu sudut pandang baru, yang akhirnya membuat aku yakin, aku benar-benar berkembang disini. Fase-fase yang kualami benar adalah media pendewasaan diri yang optimal. Ahh, Didin, aku sampai tidak bisa mengurai per kata lagi akan jasamu. #tarik ingus.

Aku ingat waktu pertama kali kenal Bang Syahri, Kak Dila, dan Mbak Berty selaku pengurus inti kemarin. Ketawa-ketawa pas perkenalan di hari terakhir ujian. Itu kenangan yang paling kuingat. Style Bang Syahri dengan topinya—selama 3 hari ujian, Bang Syahri pake topi terus seingatku. Kalo salah mohon maaf ya bang. :p—celoteh Kak Dila yang semua orang langsung tau kalo karakter si kakak : talkative, tapi nyenengin—udah dipuji Kak Dil, mana bombon?—trus gaya bicara Mbak Berty yang imut-imut pisan—cius? Miapah? :D beneran. Kesan itu yang pertama kali nangkring dikepala kalo inget mereka. Tapi mereka udah melepas pelukmu, Didin, tak lama setelah aku masuk. Rindu mereka, deh, Din. :(

Terus, kenangan sama Dewan Redaksi—setelah pemerintahan Bang Syahri. What, pemerintahan? :p—Bang Maulana, Pemimpin Umum baru yang premature—wah, udah lama kata ini gag digunakan—Kak Indah SKD, sekretaris abadinya Bang Maulana, Mbak Ani, si mbak yang lembut beud, dan Mbak Zee, pemred yang unyuuu sekali. Banyak banget. Kita urai satu-satu yak. Seru nih. Hohoho.. :D

Bang Maulana, pertama kali kenal, dia sok wibawa. Sumpeh. Makanya aku agak shock setelah tahu aslinya. :D Dia memimpin Dinamika di usia premature, bukan soal umur, tapi soal pengalaman dan ilmu mungkin. Seiring waktu, ia bertumbuh. Semakin hari semakin matang. Dan ia pada akhirnya adalah premature yang berhasil membawa Dinamika semakin maju. Eh, dia ini kalo ngebedah naskah lo, bener-bener dibacok-bacok. Pedes gilak kritiknya. Pokoknya kalo mo nyerahin naskah, apapun itu, mau berita, artikel atau cerpen, kudu siap mental. Cius! Tapi kemaren, dia pernah muji artikelku yang dimuat di Addin. Olala, akhirnya, bisa muji juga dia ya.

Kak Indah SKD, cewek cuek dengan postur mungil yang senantiasa berada di dekat pasangan sejatinya, Bang Maulana. Sumpeh, mereka sejak pertama kukenal memang gak pernah pisah. Kemana-mana bareng. Mungkin ke toilet doang yang enggak. Kak Indah itu tegas gilak. Pas rapat, dia gag mau diselingkuhin dengan apapun. Mau itu laptop, hp, atau ngobrol sama teman sebelah. Dia mau semua mata fokus memperhatikannya yang sedang komat kamit.

Mbak Ani, mbak ini lembut beud, loh. Sama si mbak ini aku pernah nangis gara2 tapak-tapak kecilku gag kokoh-kokoh juga di duniamu, Din. Huaaahh, pokoknya inget sama kejadian pas magrib-magrib itulah jadinya. :”D

Trus si mbak yang satu lagi, mbak Zee, emaknya Gue Gak Cupu. Mbak ini lebih mungil dari Kak Indah SKD, loh. Hahaa. Kalo ngebedah naskah, si mbak jauh lebih berhati malaikat dibanding Bang Maulana. Dia bakal sabar banget ngajarin. Deket-deket sama mbak Zee, bakal ngebuat kosa kata nambah. Ada aja kata baru yang dia ucap tiap harinya. Asiklah pokok’e.

Satu lagi, Bang Irhas. Atau lebih sering kupanggil dengan sebutan ‘Muallim Irhas’. Inilah dedengkotnya Alay (baca : anak layouter). Ilmu desgrafnya subhanallah sekali. Si abang ini selain jadi tentor buat yang mau belajar layout, juga jadi guru ngaji Dinamika. Tiap Jumat, kita bakal rame-rame ngerubungin cowok imut (baca : item mutlak) ini buat belajar ngaji di acara Dinamis—Dinamika Mengkaji Islam—sejak itulah dia diangkat jadi Ustadz Dinamika. Kalo kata Bang Maulana, nama lengkap Muallim Irhas itu ‘Al-Ustadz Irhas Pulus Al-Lauddendangi. :D Pokok’e, abang inilah yang gak bosan-bosan ngajarin dan ngajakin kami ngaji. Sekarang, salah satu hal yang bikin aku rindu berat sama Dinamika adalah Dinamis. Sekarang udah gak bisa ikutan Dinamis lagi. Gak bisa dengar ceramah muallim lagi. Hiks. T_T

Itu baru sedikit dari orang-orang di dalam dunia Dinamika yang menginspirasi. Masih banyak lagi yang sedang menunggu giliran untuk dituliskan. Segera, akan kuabadikan kisahku dengan mereka dalam catatan kecil yang akan kukenang selamanya—sadaaaapp—.

Makasih ya Didin. Ahh, ya, selamat ulang tahun. Semoga semakin berjaya dalam membawa makna meraih cita. I love you as always. Muuuaaachh :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar