Rabu, 18 Juli 2012

Memaknai Hidup


“Orang yg paling mengerti tentang Hidup itu adalah Orang Mati, kalo lo mau ngerti tentang hidup lo harus jadi orang mati. Jadi jangan sok berteori apapun tentang hidup. Hidup itu nggak segampang saat lo membacot kawan..
Mending simpen dan jalani dengan jalan lo sendiri..
#buat siapa aja deh yg suka ketularan Mario Teguh..”

Status seorang teman ini terpampang di beranda dan membacanya aku jadi tergelitik nulis note ini. Bukan untuk berargumen apapun. Bukan pula untuk sok meluruskan atau apapun istilahnya itu. Aku cuma memberi gambaran. Paling tidak semoga bisa meramaikan koleksi bingkai sudut pandang di dinding fikir.

Seperti komentar yang kutulis dibawah status itu, “hidup memang tak mudah, tapi juga tak sesulit yang lo bayangkan.”

Aku bukan seorang ahli filsuf yang bisa mengurai makna kehidupan sedetil yang diharapkan. Bukan pula seorang dari jajaran motivator yang, seperti dia bilang, selalu dengan berapi-api memperdengarkan ke seluruh dunia bahwa hidup itu indah. Bukan. Aku pun masih mengais-ngais makna hidup itu sendiri.

Hidup itu layaknya panggung opera. Dan kita aktornya. Bukan sutradara.

Ada scene-scene yang tak kita inginkan meramaikan opera kita, tapi malah mengambil peran besar. Namun ada pula potongan gambar yang kita harapkan menjadi bagian darinya, malah tak jua muncul. Dalam hal ini, kita hanya bisa memainkan dialog yang menurut kita paling baik, yang akan menimbulkan dampak baik, untuk menyambut setiap actor, aktris, atau kondisi yang disuguhkan sutradara. Tak ada alasan untuk diam, kalau memang tak ingin penonton menganggap actor itu memerankan orang bisu.

Itulah, kita bahkan tak punya kuasa untuk menentukan mosaik hidup mana saja yang akan kita hadapi. Tapi apa kita harus dengan dongkol mengatakan, “kenapa opera ini begitu sulit dimainkan?!”

Akan kedengaran lebih sedap kalau kita sambil tersenyum berujar, “opera ini memang tak mudah, tapi juga tak sesulit yang dibayangkan.”

Toh, kalimat itu juga tidak menafikan kalau hidup itu sulit.

Yang berbeda dari sudut pandang kita mungkin cara menyikapinya. Sesulit apapun, jika kita tetap menganggapnya tak sesulit itu, juga akan terasa lebih mudah. Mungkin, ini terdengar seperti omong kosong yang sering diutarakan motivator-motivator itu. Tapi mau tidak mau, jika kita ingin menjalaninya dengan lebih baik dan ringan, kita harus mendengar kata mereka.

Anggap saja sedang menulis dengan pena bermerek ‘takdir’. Jika kalian iseng bertanya apa itu ‘takdir’, akan kujawab seperti aku menjawab pertanyaan yang sama darinya. Dari seorang kawan yang menulis status itu. “Takdir adalah sejenis minuman kaleng baru dengan dua varian rasa. Rasa cokelat dengan kombinasi getir dan rasa asam dengan kombinasi kebahagiaan.”

Harga keduanya sama, ‘ikhtiar dan doa’.

Hidup adalah sesulit/semudah apa kita memandangnya.

Mungkin ini pesan yang tersirat dari keluarga sederhana yang masih bisa hidup bahagia dengan keluarga kaya yang selalu merasa kurang.

Terlepas dari kepuasan yang ingin kalian dapat dari note ini. dari makna yang ingin kusampaikan, aku tegaskan, ini hanya sebentuk bingkai pemahaman dari sudut pandang yang berbeda. Jika kalian punya sudut pandang lain, akan menyenangkan kalau kita bisa bertukar ‘pandang’ :D

1 komentar:

  1. good :) kak beb... semangat terus yaa nulisnya... agak di kurangin dikit laaa basa busi nya... hehe

    BalasHapus